Mohon tunggu...
Dejaksu Poul
Dejaksu Poul Mohon Tunggu... -

Suara gemericik air d oase Sahara adlh musik keabadian. Stiap musik yg menentramkan hati adlh jembatan, antara bumi dgn surga.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Angin Sepanjang Musim

21 Juli 2011   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DINGIN:

"Akulah dingin!

Kuterobos jendela-jendela pemimpi

Kubuat kering air liur pemalas

Di balik dinding lembab kubersembunyi

Menghitung detik

Membaca alur

Membangun cerita:

Pada masa lalu akulah musuh sekaligus kawan para utusan Tuhan.

Di balik dinding gelap

Kau sebut aku racun

Memakan waktu

Menikam jam

Menjerat menit

Menculik detik

Lalu, pada setiap lembar hitam-putih,

Kau tulis namaku sebagai obat rangsang

Memaksamu masuk kamar-kamar lacur...

Hey, akulah dingin!

Selama kau temui aku dalam bentuk angin

Ajal 'kan menerpamu tanpa main-main.."

SEMI:

"Akulah semi!

Dalam telanjang aku mengembang

Merayu mata

Menipu telinga

Memperkosa hidung

Kupantulkan warna-warni surgawi yang katamu sedap di mata.

Ah, kemana pergi kawanan kupu-kupu?

Seseram badaikah manusia, sehingga kau lari?

Bila benar anginku beraroma tuak

Malam-pun tak kunjung sepi

Siang-pun tak bakal mati

Lalu, dalam sekejap mata anginku melaju:

Sang merah menulis kisah

Si putih mencatat sejarah

Hijau hadirkan antah-berantah

Sementara kuning tak ubah sampah

Hey, hey, hey, akulah semi yang pada setiap lembar hitam-putih

kau sebut sebagai taman ilahi...

Namun celaka!

Benar-benar celaka!

Bila semata angin yang mengerti:

Tanpa duri,

Mustahil mawar seindah itu."

PANAS:

"Akulah panas!

Di negeri Tuhan kau sebut aku neraka

Di dalam celana kau memanggilku surga

Betapa naif nasib manusia

Bila semua terserah bara...

Selalu, di bawah atap menyala

Kubernyanyi

Membakar kulit

Mengutuk hati

Mengundang peluh...

Hey, Akulah panas!

Akulah raja pada setiap masa

Pada gerbang-gerbang sejarah:

Kau melewatiku tanpa kata

Kau berlalu hinggap di luka

Entah kenapa, manusia terus berpacu begitu waktuku tiba...

Dengarlah!

Akulah panas!

Selamanya ganas

Anginku berwujud api

Menantimu mati

Menantimu kembali."

GUGUR:

"Akulah gugur!

Dicampak nyawa

Kembali membumi

Disantap cacing-cacing pertiwi...

Jawab, benarkah malaikat-malaikat tak pernah lepas kendali?

Disinilah hampa

Hanyut segala

Hilang ditelan kota

Sungguh, sepi sekedar melintas

O, Aduhai nafas!

Andaikata kau tetap di sini.

Tak terikat ruang

Tak terbatas waktu

Tiada kubasa-basi:

Kembali lahir

Kembali bersemi

Memang malang...

Teramat malang...

Daun-daun kembali tak bertuan."

O, betapa singkat sejarah anak manusia

Bila angin sepanjang musim berlalu sekedip mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun