Mohon tunggu...
DEFRIYANA TRI SHOLIKHATUL ULUM
DEFRIYANA TRI SHOLIKHATUL ULUM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika

Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Semarak Hari Santri Nasional

28 Oktober 2022   17:56 Diperbarui: 28 Oktober 2022   17:58 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Semarak Hari Santri Nasional

 

Hari santri nasional, akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Tidak sedikit pondok pesantren, lembaga pendidikan Al-Quran, dan lembaga pendidikan berbasis keislaman yang menyambut Hari Santri Nasional atau lebih dikenal HSN, dengan berbagai perayaan seperti upacara, lomba-lomba, dan juga karnaval. Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah HSN yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober tersebut?

Tidak banyak orang yang tau akan sejarah Hari Santri Nasional. Sejarah Hari Santri Nasional berawal dari usulan masyarakat pesantren sebagai sebuah momentum untuk mengingat dan meneladani perjuangan kaum santri dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia. Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan Hari Santri Nasional tersebut dilaksanakan di Masjid Istiqlal Jakarta, pada hari Kamis tanggal 22 Oktober tahun 2015.

Tanggal 22 Oktober merujuk pada salah satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Beliau menyerukan perintah kepada umat Islam untuk berjihad atau berperang melawan pasukan sekutu yang berusaha untuk menjajah kembali Nusantara pasca-Proklamasi Kemerdekaan yang di proklamaskan tanggal 17 Agustus 1945. Yang dimaksud dengan sekutu adalah negara Inggis sebagai pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Di belakang tentaran Inggris, ada pasukan Belanda yang ikut membonceng.

Maka keluarlah seruan itu. Seruan yang dikenal dengan "Resolusi Jihad" itu memicu perlawanan umat Islam di sejumlah daerah, terutama di Surabaya pada 10 November 1945. Menurut Presiden Jokowi, penetapan hari santri dimaksudkan untuk meneladani semangat jihad keindonesiaan yang digelorakan para ulama.

"Para santri selalu ingat untuk berjihad untuk bangsa, untuk Tanah Air dan tumpah darah Indonesia kita tercinta. Untuk itu, dengan seluruh pertimbangan, pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional," kata Presiden Jokowi di Masjid Istiqlal Jakarta, kala itu.

Ada beberapa ulama masyhur lainnya yang membantu penguatan resonansi Resolusi Jihad. Mereka antara lain KH A Wahab Chasbullah (Jombang) yang pada tahun lalu juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Lalu ada juga KH Bisri Syamsuri (Jombang), KH M Dahlan (Surabaya), KH Tohir Bakri (Surabaya), KH Ridwan Abdullah, KH Sahal Mansur, KH Abdul Djalil (Kudus), KH M Ilyas (Pekalongan) KH Abdul Halim Siddiq (Jember), dan KH Saifudin Zuhri (Jakarta).

Bersama para ulama tersebut, KH Hasyim Asy'ari terus memperkuat fatwa Resolusi Jihad dan menggerakkan kaum santri dari berbagai daerah termasuk dari Cirebon Jawa Barat untuk berjuang ke Surabaya melalui barisan paramiliter Hizbullah, Sabilillah dan Mujahidin.

Selain KH Hasyim Asy'ari yang juga dikenal dengan sebutan "Sang Kiai" atau Hadratus Syaikh, Presiden juga tidak lupa mengapresiasi sejumlah ulama yang memiliki peran penting dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), A Hassan (Persis), Ahmad Syurkati (Al-Irsyad) dan Mas Abdul Rahman (Mathla'ul Anwar).

Penetapan Hari Santri Nasional merupakan pengakuan resmi pemerintah Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga NKRI. Ini sekaligus merevisi beberapa catatan sejarah nasional, terutama yang ditulis pada masa Orde Baru, yang hampir tidak menyebut peran ulama dan kaum santri.

Sejak saat itulah, setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional dengan berbagai perayaan. Seperti di daerah Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, hari santri disambut meriah oleh berbagai elemen masyarakat. Untuk meperingati HSN, diadakan upacara di halaman Kecamatan Secang, setelah itu dilanjutkan berbagai perlombaan seperti lomba adzan, qiroah, tilawah, pidato bahasa arab, hadroh, rebana, dan masih banyak yang lainnya. Lomba-lomba tersebut diikuti oleh santri di berbagai Taman Pendidikan Al-Quran dan juga pondok pesantren.

Tidak hanya itu, pada hari Ahad tanggal 23 Oktober diadakan pawai keagamaan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang diikuti lebih dari 50 lembaga Taman Pendidikan Al-Quran dan pondok pesantren. Selain untuk memeriahkan hari santri, pawai keagamaan tersebut juga bertujuan sebagai ajang kreasi bagi para santri. Pawai keagamaan tersebut diikuti lebih dari 1000 santri. Hal itu adalah bukti bahwa para santri mampu bergotong royong untuk bisa berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara

Peringatan Hari Santri Nasional juga sebagai salah satu bentuk implementasi dari nilai-nilai pancasila. Pancasila bukan lagi menjadi dasar kehidupan tapi sudah menjiwai santri di negara ini. Nilai-nilai Pancasila sudah tidak lagi mereka hafalkan namun sudah sampai pada titik mereka rasakan bahkan praktekkan.

Sebenarnya tanpa disadari nilai nilai Pancasila sudah sering dilakukan dalam kegiatan sehari hari. Dari sila pertama, jelas mereka telah melaksanakan kewajibannya terhadap agamanya. Dari sila kedua yang dimana para santri memiliki hak nya masing masing pada setiap kegaiatannya. Pada sila ketiga dimana para santri harus menerima perbedaan yang ada pada setiap manusia. Pada sila keempat harus selalu menanamkan rasa musyawarah pada setiap keputusan atau pada setiap kasus yang ada. Pada sila kelima semua makhluk yang ada yaitu sederajat, jadi tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Manusia di mata Allah semunya sama atau sederajat yang membedakan hanyalah ketaqwaan seseorang.

Jadi, hubungan antara santri dengan Pancasila itu harus berjalan dengan seimbang. Karena dengan adanya Pancasila juga dapat mengajarkan kepda para santri tentang cara beretika tidak hanya pada agama sendiri dan diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Santri dan Pancasila dapat bekerja sama dalam pembangunan bangsa bisa menjadi lebih baik. Bisa menjadi santri yang tidak hanya tau tentang hal hal agama saja tetapi juga tau tentang hal pancasila atau dalam hal negara dan kebangsaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun