Mohon tunggu...
DEFRIYANA TRI SHOLIKHATUL ULUM
DEFRIYANA TRI SHOLIKHATUL ULUM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika

Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penilaian Ranah Afektif Khususnya Sikap Jujur SMP Negeri 16 Kota Semarang pada Mata Pelajaran Matematika Kelas IX-A

3 Juni 2022   08:27 Diperbarui: 3 Juni 2022   08:48 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah psikomotorik, dan ranah afektif. Pada pembahasan ini, akan dibahas lebih lanjut terkait dengan ranah afektif.

Secara umum, afektif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Penilaian ranah afektif dapat didefinisikan sebagai penilaian yang terfokus pada ranah atau aspek yang berkaitan tentang sikap dan nilai. 

Seorang pendidik atau guru dapat menggunakan penilaian ranah afektif untuk mengukur dan menilai perilaku dan juga sikap siswa dalam segala aktivitas dan kegiatan selama siswa menuntut ilmu di sekolah.

Ada beberapa tingkatan dari ranah afektif. Pertama, penerimaan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Kedua, menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu arah.

Ketiga, penilaian adalah memberikan nilai, pemghargaan dan kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Keempat, mengelola merupakan konseptualisasi nilai-nilai menjadi sitem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Kelima, karakterisasi merupakan keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Penilaian afektif terfokus pada sikap dan nilai. Metode penilaiannya pun berbeda dari penilaian ranah kognitif yang biasanya menggunakan nilai dari tes. Pada penilaian afektif, bisa dilakukan secara efektif melalui non-tes. Ada beberapa metode non-tes yang bisa dilakukan untuk menilai ranah afektif seperti observasi, jurnal, penilaian antarteman, dan penilaian diri.

Observasi merupakan kegiatan penilaian ranah afektif yang dilakukan oleh pendidik atau guru pada saat kegiatan pembelajaran di kelas. Metode observasi didasarkan pada asumsi bahwa karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditunjukkan atau reasksi psikologi siswa. Jurnal adalah bentuk penilaian dengan mencatat sikap dan perilaku siswa selama satu semester. Sikap yang dicatat adalah sikap yang baik dan juga buruk. Penilaian ini merupakan salah satu penilaian yang cukup efektif.

Selanjutnya adalah metode penilaian antarteman, penilaian ini menggunakan lembar penilaian yang memuat berbagai macam pernyataan baik sikap positif dan negatif. Karena menggunakan penilaian antarteman, maka pendapat setiap teman haruslah bersifat objektif. 

Yang terakhir adalah metode penilaian diri merupakan metode penilaian ranah afektif secara internal dari diri siswa atau peserta didik. Penilaian ini membutuhkan tingkat kejujuran yang tingggi dari peserta didik. Metode ini bisa dilakukan dengan mengisi angket atau kuisioner yang berisi pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh pendidik atau guru.

Beberapa mahasiswa prodi pendidikan matematika UIN Walisongo Semarang melakukan observasi untuk menilai ranah afektif siswa di kelas IX-A SMP Negeri 16 Semarang, dilakukan dengan metode penilaian diri melalui angket dan observasi. Penilaian ini bertujuan untuk menilai sikap jujur dari siswa kelas IX-A sebanyak 15 siswa.

Sebagai seorang siswa, sikap jujur ini harus diterapkan di lingkungan sekolah baik ketika saat pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Dengan bersikap jujur, siswa akan menjadi orang yang dapat dipercaya setiap saat oleh banyak orang. 

Perilaku jujur dapat ditunjukkan oleh siswa di lingkungan sekolah dengan hal sekecil apapun. Banyak orang yang mengabaikan sikap jujuur yang kecil karena dianggap tidak berdampak pada kehidupannya. Padahal, langkah kecil tersebut merupakan awal untuk bersikap jujur yang lebih besar dan pastinya akan memberikan dampak yang lebih besar pula.

Guru, sebagai orang tua siswa di sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun budaya bersikap jujur di sekolah. Peran guru sangat penting karena intensitas guru dalam berinteraksi dengan siswa pada saat pembelajaran sangat tinggi. Pada saat proses pembelajaran itulah guru dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran kepada siswa-siswanya.

Contoh sederhanya peran guru dalam menanamkan sikap jujur kepada siswanya adalah ketika ulangan atau ujian, guru harus dapat menyampaikan secara jujur agar siswa tidak mencontek dan kerja sama, baik meminta jawaban ataupun memberi jawaban dengan cara apapun. Dalam hal penyampaiannya, guru harus menyampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh siswa.

Beberapa mahasiswa prodi pendidikan matematika UIN Walisongo mengukur tingkat kejujuran siswa kelas IX-A di SMP Negeri 16 Kota Semarang dengan penilaian diri atau angket. Di dalam angket tersebut, indikator yang dipilih adalah membangun kebiasaan berperilaku jujur disaat kegiatan belajar mengajar dan di luar lingkungan sekolah. Indikator tersebut diturunkan menjadi beberapa pernyataan yang nantinya akan diisi dan dijawab oleh siswa.

Penururan indikator ke dalam pernyataan masih dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu pernyataan yang bersifat positif dan pernyataan yang bersifat negatif. Ada 3 pernyataan positif, yaitu, saya mengerjakan soal ujian matematika tanpa melihat jawaban teman yang lain, saya berkata jujur jika jawaban teman benar atau salah, dan Saya mengungkapkan perasaan apa adanya. Untuk pernyataan negatif, ada 2 butir yaitu, saya tidak melaporkan kepada guru jika ada teman yang mencontek pada saat mengerjakan ujian/ulangan matematika, dan saya menyalin jawaban orang lain pada saat mengerjakan tugas, ulangan, atau ujian matematika.

Kemudian, angket tersebut diuji cobakan dan setelah itu diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan menjalankan fungsi ukurnya dengan tepat, dan memiliki kecermatan yang tinggi. Teknik pengujiannya dengan menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson). Analisis ini dengan cara mengkorelasi masing-masing skor item dengan skor total. Item pernyataan dikatakan valid jika nilai .

Sedangkan uji reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dana dalam kondisi yang sama. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Instrument dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika diperoleh nilai alpha 

Dari kelima pernyataan tersebut, setelah diuji cobakan kepada sebanyak 15 siswa kelas IX-A SMP Negeri 16 Semarang dan diuji validitasnya dengan nilai , ada beberapa item pernyataan yang valid diantaranya pernyataan "saya mengerjakan soal ujian matematika tanpa melihat jawaban teman yang lain" dengan . Kemudian peryataan "Saya tidak melaporkan kepada guru jika ada teman yang mencontek pada saat mengerjakan ujian/ulangan matematika" dengan . Yang terakhir, adalah pernyataan "Saya menyalin jawaban orang lain pada saat mengerjakan tugas, ulangan, atau ujian matematika" dengan . Sedangkan 2 pernyataan lainnya tidak valid.

Setelah dilakukan uji validitas, kemudian item-item yang valid di uji reliabilitasnya dengan uji Alpha Cronbach dan diperoleh nilai alfa sebesar 0,887. Ini artinya angket untuk menguji kejujuran siswa memiliki reliabilitas yang tinggi.

Selain dengan metode peniliain diri melalui angket, penilaian ranah afektif khususnya sikap jujur pada siswa kelas IX juga dilakukan dengan metode observasi. Observasi tersebut melibatkan tiga orang observer yang ketiganya merupakan mahasiswa prodi pendidikan matematika UIN Walisongo Semarang. Lembar observasinya berisi kriteria-kriteria yang menjadi pendoman bagi observer untuk menilai sikap siswa. Validitas dari lembar observasi divalidasi oleh dosen pegampu dan reliabilitas dari ketiga observer diuji dengan uji raters. Setelah dilakukan pengujian reliabilitas, diperoleh hasil yang menunjukkan reliabilitas ketiga observer rendah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun