Inilah alasannya mengapa rata-rata kepala suku atau pemimpin “gudang adat” memiliki tanah yang lebih luas dibanding anggota masyarakat suku lainnya.
Hal ini pula yang kadang membuat persoalan pengambil-alihan tanah adat jauh lebih rumit karena uang bagi masyarakat desa bukanlah segalanya, mengingat kebutuhan primer sangat mudah terpenuhi di daerah pedesaan.
3. Kepercayaan dan Tanggung jawab Moril
Kepercayaan di sini lebih kepada mitos atau pantangan masyarakat adat setempat. Masyarakat adat percaya bahwa tanah adat digolongkan sebagai sesuatu yang “hidup” dan selalu hidup berdampingan denga para pewaris. Konon katanya setiap tanah adat dijaga oleh para leluhur yang akan terus mengikat para pewaris atau penjaga tanah adat.
Apabila tanah adat tersebut diperjual belikan maka akan terjadi musibah yang menimpa salah satu anggota masyarakat adat, entah itu pewarisnya atau orang-orang yang membelinya.
Sementara tanggung jawab moril ialah tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberadaan tanah adat bagi anak-cucu nanti. Sesuatu yang memalukan bagi masyarakat adat jika dikemudian hari anak-cucu mereka adalah tamu di tanah leluhur sendiri.
Tiga faktor inilah yang menurut saya, harusnya menjadi perhatian pemerintah ketika melakukan pembangunan infrastruktur. Tidak ada yang salah dengan niat pemerintah dalam menyediakan sarana prasarana bagi masyarakat Indonesia tapi tidak salah pula bagi masyarakat adat untuk mempertahankan hak mereka sebagai pribadi maupun kelompok adat.
Ini pula merupakan salah satu resiko yang ditakutkan oleh Bung Hatta bahwa suatu saat perbedaan budaya akan menjadi celah pertikaian, sebuah resiko besar bagi negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Kepentingan negara atau publik tidak bisa meniadakan hak individu atau suatu kelompok masyarakat adat di dalam bernegara dan bermasyarakat.
Buat apa mengejar pembangunan jika harus melindas nilai-nilai kultural? Jika nilai-nilai tradisional mampu memanusiakan manusia, mengapa modernitas justru menginjak hak-hak manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H