Pernah gak sih kamu lagi enak-enak ngobrol sama seseorang, terus sampai ke pembahasan yang membuat kamu tidak nyaman?
Mungkin kamu tidak nyaman karena tidak setuju dengan pendapat lawan bicara kamu, sehingga bawaannya pengen membantah atau memberi opini menurut dirimu sendiri. Akhirnya berantem, jadinya kepikiran terus bahkan sampai mengganggu kehidupan sehari-hari.
"Gimana sih caranya aku menyampaikan batasan dan pendapatku?"
"Aku takut nanti omonganku bikin orang lain marah."
Eitss, tenang aja permasalahan ini bisa diatasi kok. Yuk simak penjelasan lengkapnya!
Sebenarnya berdebat itu wajar sekali terjadi dalam keseharian kita, dan menjadi salah satu hal yang tidak bisa kita hindari. Masing-masing dari kita punya hal yang dianggap penting yang pastinya berbeda-beda. Tetapi memang tidak bisa kita pungkiri, mungkin memang ada orang yang kalau sudah percaya banget kepada sesuatu itu, baru merasa puas atau senang kalau dia berhasil memenangkan pendapatnya dalam debat.Â
Sering kali orang-orang seperti itu malah membuat kita emosi dan jadinya memancing perdebatan, terus ribut dan alasan tadi berdebat pun akhirnya hilang dan akhirnya malah menjadi konflik personal. Padahal jika kita pelajari lebih jauh, ada beberapa cara supaya kita dapat menyampaikan pendapat kita tanpa harus nambah musuh. Tapi sebelumnya kita coba bahas
Kenapa kita malah ujung-ujungnya bertengkar ketika kita bertukar pendapat dengan lawan bicara kita?
Pada dasarnya manusia itu senang menjadi benar, mendapatkan validasi dan pengakuan atas diri dan perasaan kita. Misalkan kalau kita lagi ngobrol, kita pasti bakal senang kalau teman kita setuju dengan apa yang kita bicarakan dan mendukung statement kita. Bukannya sebaliknya, yaitu menyalahkan atau menjelek-jelekkan pendapat kita.
Tetapi perdebatan itu mungkin terjadi kalau hal ini berkaitan dengan value personal diri kita, misalnya tentang agama, pandangan politik, sampai dengan perkara moral. Apalagi kalau lawan kita kebetulan lagi ngegas sehingga kita menjadi terpancing untuk merespon dengan hal yang sama. Sering kali ini membuat diskusi kita menjadi tidak produktif dan merusak hubungan personal.
Bagaimana sih caranya agar tukar pendapat bisa lebih sehat dan tidak berujung musuhan?
Ada beberapa cara yang bisa kamu kembangkan, di antaranya:
1. Menyadari kalau tujuan kita bukanlah bertengkar
Tetapi bertukar pendapat atau supaya lebih paham sudut pandang lawan bicara kita. Kamu tidak harus menjadi yang selalu benar. Karena itu, gapapa banget kalau setelah mempelajari perspektif baru, kamu mengubah pendapatmu. Daripada memandang bahwa itu sebagai tanda kalau kamu orang yang plin-plan, kamu bisa saja melihat hal itu sebagai tanda kalau kamu adalah orang yang bersedia mengembangkan perspektif. Ini penting disadari untuk menghindari kecenderungan buat menjadi defensif yang sering kali awal dari debat kusir.
2. Hindari diambil alih oleh emosi
Tenangkan diri dulu, mungkin ini tidak mudah jika dipraktikan, tapi sebenarnya menstabilkan emosi bisa dibentuk lewat hal-hal kecil yang bisa kita kendalikan, contohnya seperti latihan napas. Kamu bisa coba atur napasmu, tarik napas yang panjang dan hembuskan. Jaga sikap tubuh agar tetap tegak, dengan menatap lawan bicara dengan rileks. Atau sebisa mungkin menjaga nada bicara dan volume suara kita agar tetap tegas tetapi tetap tenang dan lambat, serta tidak mengintimidasi. Karena ketika kita sedang terlibat dalam perdebatan, ada kemungkinan untuk kita merasakan emosi negatif seperti frustasi atau tertekan. Jadinya mungkin kita tidak sadar untuk menaikkan tempo bicara dan volume suara kita. Hal ini membuat kita masuk ke mode "Mempertahankan Diri" yang jadinya membuat kita jadi defensif.
Dengan berlaku sebaliknya kita akan bisa memberi sinyal ke otak, kalau kita sedang baik-baik saja, tidak terancam, dan tidak perlu agresif. Akhirnya pelan-pelan kita bisa menjadi lebih tenang, begitu pun lawan bicara kita.
3. Daripada menyanggah keras atau "menyerang" kamu bisa mengajukan pertanyaan
Ini bisa memberi kesan kalau seakan-akan kita memberi opsi pada lawan bicara kita. Pertanyaan yang dianjurkan di sini adalah pertanyaan karena kamu benar-benar penasaran dan mau tau. Dari sini kamu bisa memberi tau kalau kamu ingin tau pendapat dan sudut pandang lawan bicara kamu tentang apa yang lagi kamu bahas.
Lalu, keingintahuan juga membantu kita untuk semakin memahami lawan bicara agar tidak salah paham dan berujung membahas hal yang tidak perlu. Kita bisa coba dengan mulai mengonfirmasi pemahaman kita tentang pembicaraan lawan bicara, jadi sehabis bertanya kamu parafrase. Misalnya kamu menemukan orang yang tidak suka lagu K-pop, dia bilang bahwa dia tidak suka lagu itu karena aneh. Daripada kamu defensif dan bilang
"Halah, kamu aja yang gak punya selera!"
Mungkin kamu bisa bertanya lagu mana sih yang menurut dia aneh. Jadi kita mengonfirmasi dulu kenapa dia mengeluarkan pernyataan seperti itu. Dan kalau sudah aman, kamu bisa lanjutkan ke pertanyaan kedua yaitu di mana kamu boleh berpendapat apa yang kamu tidak setuju atau belum kamu mengerti. Tetap hargai pendapat mereka, dan berusahalah mencari win-win solution. Jangan lupa juga untuk memberi kesempatan buat dia menanggapi pendapatmu.
4. Hindari menyerang identitas seseorang ketika mengkritik pendapatnya
Terkadang kita terpancing untuk menyerang balik dan membawa hal yang tidak relevan, misalnya latar belakang suku, ras, agama, warna kulit, atau bahkan usia. Ini malah menjadi ajang saling menghina. Agar ini tidak terjadi, usahakan untuk fokus dengan inti pembicaraan dan tidak melibatkan hal-hal yang kurang relevan dengan debatnya.
5. Pertahankan pendapatmu dengan pede, tanpa harus menjadi agresif
Kamu bisa memakai formula "Yes, but." Yes di sini bukan berarti kita setuju, tapi kita memahami bahwa dia punya pendapat sendiri dengan alasan tertentu. Dan beri tau lawan bicaramu, kalau kita memahami mereka karena hal-hal tertentu. Dengan mengawali argumenmu dengan kata-kata ini, orang menjadi merasa tidak ditolak dan merasa lebih enak dalam menerima pendapat meski itu beda.
6. Gunakan teknik "i-statement"
Jadi teknik i-statement ini adalah teknik komunikasi asertif yang memfokuskan pada perasaan yang kita rasakan terhadap lawan bicara kita, daripada fokus pada pemikiran dan karakteristik orang yang kita ajak bicara atau pendengar. Sehingga membuat lawan bicara otomatis bersikap defensif. Kebalikan dari "i-statement"  ini adalah "you-statement". Mulailah kalimat dengan kata "Aku/Saya/Gue", karena memulai pernyataan dengan kata "Kamu/sejenisnya" akan terkesan menyerang, menghakimi, dan cenderung lebih judgemental, serta seakan-akan menuduh ke lawan bicara kita.  Contohnya, ketika kamu sedang tiduran sehabis kerja atau kuliah, tiba-tiba kamu disuruh melakukan banyak hal oleh orang tua. Mungkin karena kecapean, kalimat yang keluar dari mulut malah
"Ihh Ibu kok gak punya hati sih, masa liat anaknya lagi tiduran disuruh-suruh mulu!"
Bisa-bisa ini jadi membuat keributan baru, karena kamu menjudge ibumu. Salah satu alternatif kata-kata yang bisa kamu ucapkan adalah
"Ibu sebentar yaa, kalau ibu minta tolong pas aku lagi capek aku ngerasa gak bisa maksimal, aku mau istirahat dulu, bolehkah ibu?"
Nah, dengan menggunakan gaya bicara i-statement, kamu dapat menyampaikan pesan secara tegas tanpa menuduh. Sehingga pesan yang akan disampaikan juga kemungkinan besar akan diterima dengan baik oleh lawan bicara.
Dari sini kita bisa lihat, bahwa kemampuan menyampaikan sesuatu dengan baik itu adalah hal yang cukup penting untuk kita kuasai. Menyampaikan kebutuhan, keinginan, perasaan, pendapat, atau batasan secara jujur dan terbuka. Tetapi dengan tetap menghargai dan mendengarkan orang lain atau lawan bicaramu. Dengan ini juga dapat membantu kita untuk dapat berkata "tidak" dengan cara yang sopan dan baik.
Kalau sudah menguasai skill komunikasi ini, kamu akan lebih pede dan enjoy mengungkapkan opini kamu, dan terhindar dari stres. Karena kamu tidak hanya menyampaikan pendapatmu dengan jelas tanpa perlu ngegas, dan kamu juga tidak menyakiti orang lain. Sehingga kamu dapat menghadapi konflik di mana pun kamu berada, dan siapa pun yang kamu hadapi.
Skill ini namanya "Komunikasi Asertif", dan pengaplikasiannya pun susah susah gampang sebenarnya. Basically, karena kita belum pernah mempelajari ini kan di sekolah? Dan bisa dipahami sih, kalau kamu tidak mudah untuk menyeimbangkan cara komunikasi. Mungkin kamu sudah terbiasa pasif, iya iya aja jadi people pleaser? Atau kamu sudah terbiasa marah-marah, agresif?
Tapi tenang aja, karena yang namanya skill bisa dilatih kok. Kamu bisa mencoba latihan di depan cermin, atau dengan berinteraksi langsung dengan sahabat atau keluargamu dan mendapat respons langsung dari mereka. Coba terus menerus sampai jadi kebiasaan yaa. Karena, berubah itu susah, gagal ya gapapa, yang penting kamu gak nyerah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H