Mohon tunggu...
Dee Dee Sabrina
Dee Dee Sabrina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://insideedee.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Karena Kami Pemalas Tengik yang Sangat Tahu Arti Syalala (Terima Kasih Andi, Kamu Teman Kami yang Paling Ciamik!)

17 Juli 2010   22:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:47 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dan kalau biru bisa dimonopoli, langit adalah milikku. Kamu, buat aku. Tunggal.

Hah! Aku tak butuh manusia sendu. Tau?

Tenang. aku tidak mendayu. Aku badutmu, ingat? Syaratnya mutlak, kamu harus pensiun jadi perompak.

Lalu? bersamamu? Begitu ? Badut, bisa apa.

Menghiburmu. Melakukan trik bola, menyulap bunga dari kain berwarna merah. Asal kamu senang, sudah.

Aku bukan bayi, bocah.

Kamu masih suka menangis.

...

Karena cuma aku yang tahu seberapa putih tulangmu. Tidak usah mencari, sini, sini, dekat aku sini.

Aku bukan mimpimu. Tidak akan begitu.

Memang bukan. Tidak akan pernah. kamu nyata, aku kecup sini.. Terasa?

Terasa.. Ngilu. Disini. Aku hampir menangis, tau?

Masih bilang kamu bukan bayi?

Masih. Selalu akan begitu, sampai mati. Masih mau kamu?

Masih. Selalu akan begitu. Kalau ada yang mengucapkan sama, aku buat dia mati. Masih mau?

Mau masih mau. Apalagi ? Kalau hanya segitu, aku juga bisa.

Kukuliti mereka satu per satu, jadi sesajen di malam pernikahan kita. Jangan nakal, kamu punyaku, mengerti sudah?

Aku bercinta dengan zombie.

Kamu tau, asal mulanya zombie?

Ceritakan...

Dia jatuh cinta, bukan, mungkin bukan cinta. Dia merasakan syalala pada seorang wanita. Wanita yang susah memejamkan mata. yang sering ketakutan karena tervisualisasi cerita-cerita. Dia menjaganya, itu saja. Menunggunya terlelap betul, baru ikut tertidur. Tanpa disadari, dia berubah menjadi zombie.

Aku bercinta. Bukan berarti jatuh cinta.

Memang. Bukankah kita sepakat? Itu syalala.

Oiya. Lupa. Itu syalala... Hihihi... Apa rasanya ? Kamu penulis kan, ya...

Rasanya senang. Menggigit. Sudah kubilang sebelumnya bukan? Seperti ingin menelanmu hidup-hidup, dan menjadikannya senyawa satu dalam diriku.

Aku bulimia. Kamu jugakah? Aku gak mau. Jadi muntah karena limpah.

Coba telan rasa. Coba kalau bisa. Jangan kebanyakan protes. Tidak akan kamu muntah karena rasa berlebihku. Titik.

Syalala.

Sudah?

Lagi mencoba. Telan rasa.

Nikmatilah. Aku sudah lebih dulu darimu.

Nano-nano. Enak.

Simpan. Jangan dibagi.

Iya. Sudah yuk, kita permisi. Aku mau kamu untuk aku sendiri.

Benar. Mari menikmati syalala dan membuat mereka iri.

---------------------

Italicitu punyaTha. Biasa itu untuk Jaka, (biar rimanya sama!)

[Medan - Jakarta, 18 Juli 2010]

*saudara-saudari ini bukan fiksi, kami hanya sedang onani! Hahahahaha

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun