Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Mediator Urusan Sulit

Akun kedua di Kompasiana. Akun pertama sejak centang biru dihilangkan jadi ga bisa diakses. Perempuan biasa yang demen menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Pulau Sampah Merangsek Jakarta

26 Oktober 2024   20:09 Diperbarui: 26 Oktober 2024   20:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bridging Cities UNESCO - British Council 

Marwiyah berlari. "Bang, Bang Alang...!" Berteriak dia memanggil suaminya yang memperbaiki joran. Entah kenapa perempuan ini tidak pernah mau menunggu suaminya di rumah, dia lebih suka berlari ke pantai tempat Alang dan perahu usangnya bersandar.

Sambil terengah, dia bercerita. "Pak RT bilang, di Teluk Jakarta akan dibangun bendungan terpadu. Hidup kita bakal berubah, Bang," katanya dengan wajah berseri. "Bendungan ini bisa melindungi kampung dari hempasan ombak. Terus, bakal dibikin juga sistem yang bikin lancar aliran 13 sungai di Jakarta dan sekaligus mencegah sampah terus menumpuk di tempat kita."

Nelayan lain berkerumun mendekat. Ikut gembira mendengar cerita Marwiyah. Ada juga yang acuh dan sinis.

  • "Halah, itu kan Pejabat biasa janji kosong. Lagian, siap-siap aja kalo kena gusur."
  • "Negatip mulu, Bang," Alang menyahut. "Pemerentah udah bekerja keras. Positip dikit, napa?"

Benar, garis pantai yang dikhawatirkan makin bergeser ke dalam karena tergerus air laut tidak terjadi. Pulau-pulau kecil di kawasan Kepulauan Seribu masih utuh. Jakarta tak jadi tenggelam seperti kata penelitian internasional itu.

Konon, Jakarta selamat lantaran pemerintah kota Jakarta bergerak sigap. Mahesa, gubernur baru yang langsung menggebrak "Pembangunan ugal-ugalan  yang membuat tanah ambles 20 centimeter saban tahun."

Kejadian mencekam dua tahun lalu telah mengubah halauan. Saat itu, jantung kemewahan Jakarta di Sudirman hingga Kemang terendam banjir berminggu-minggu. Memakan korban nyawa ratusan jiwa hingga mobil rusak. Baru setelah kawasan mewah, tempat hidup para politikus dan selebritas terdampak, para pejabat bergerak. Mereka tak bisa lagi main-main.

Seperti mata elang, publik dan media mengawasi dan memastikan Mahesa memperbaiki Jakarta secara radikal. Mahesa pun beraksi, merobohkan mal dan gedung-gedung tinggi bermasalah. Lahan bekas gedung ditanami pohon-pohon besar. Sumur resapan dibangun di setiap sudut kota.

Konglomerat dan segenap kroninya berteriak. Mereka melobi kiri-kanan tiga belas developer yang merajai Jakarta, tak henti melayangkan gugatan. Teror dan ancaman fisik terus mengalir. Mahesa terpaksa tiarap. Selaaw dulu,

Gebrakan Mahesa memang membuat Jakarta membaik. Tansportasi publik dibangun secara massif mengakibatkan polusi menurun drastis. Macet total seharian tinggal cerita lama.

Tapi, seperti penyakit kronis yang bikin semua sel menciut, kondisi Jakarta sudah kelewat ruwet. Kawasan pesisir Jakarta yang padat nelayan masih belum terjamah gebrakan Mahesa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun