Tinggalkanlah Keragu-raguan
عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ .
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح]
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan kesayangannya dia berkata: Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.
(RiwayatAt Tirmidzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh)
Kandungan Hadits
1. Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikap wara’ (hati-hati).
2. Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika diantara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan.
3. Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil.
4. Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya keraguan dan kebimbangan.
5. Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.
6. Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang mulia ini memerintahkan kepada kita untuk menjauhi perkara yang meragukan, baik berupa ucapan maupun amalan, dilarang maupun tidak. Kita disuruh mengambil perkara yang meyakinkan.
Dengan demikian, ketika dihadapkan dengan syubhat, sebagai suatu perkara yang meragukan karena tidak diketahui halal dan haramnya/samar keadaannya, sepantasnya kita berhenti dalam hal ini, menjaga diri kita agar tidak terjatuh ke dalamnya dan serta-merta meninggalkannya.
Sesuatu yang telah jelas halalnya, kita tahu, tidak akan membuat keraguan, kebimbangan, kegoncangan, dan kegelisahan di hati orang yang beriman. Bahkan, jiwa dengan tenang akan menjalaninya. Sebaliknya perkara yang syubhat, apabila diamalkan atau dijalani akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan di hati seseorang. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1/280, Tuhfatul Ahwadzi, 7/187, Sunan an-Nasa’i bi Hasyiyah as-Sindi, 8/328)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H