Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kegaduhan Itu Bersumber Dari Kecenderungan Reduksionistik (Sebuah Hipotesis)

5 Maret 2016   15:49 Diperbarui: 5 Maret 2016   16:05 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepulang dari kunjungan di Museum, keponakan saya yang masih belajar di Taman Kanak-Kanak bercerita dengan antusias, “Ada tank yang besar.” Saya tersenyum saja mendengar ceritanya. Sebenarnya yang dia maksud dengan tank itu adalah kendaraan lapis baja angkut personel atau dikenal dengan Armored Personnel Carrier (APC), bukan tank.

Pandangan reduksionistik adalah pandangan yang menggunakan beberapa karakteristik dasar untuk menjelaskan semua varietas atau semua entitas yang bisa muncul dari hubungan antara karakter-karakter dasar itu. Singkat katanya pandangan reduksionistik adalah penyederhanaan fenomena kompleks.

Jika digunakan dalam wacana umum, pandangan reduksionistik tidak akan menjadi persoalan seperti ketika Anda menyebut semua kendaraan lapis baja itu dengan kata “tank” selama berlangsungnya parade militer. Tidak ada keharusan bagi Anda untuk menjelaskan deskripsi lebih jauh sehingga memilah-milah kendaraan tempur itu menjadi tank, APC, atau IFV. Atau bahkan mungkin Anda harus menggunakan pandangan reduksionistik untuk menghindari kebingungan teman di sebelah Anda sehingga kenikmatan menonton parade militer tidak terganggu dengan penjelasan teknis Anda.

Tetapi apakah Anda akan tetap menggunakan pandangan reduksionistik ketika Anda berada di forum diskusi resmi yang membahas pertahanan negara dari sisi pengadaan peralatan tempur? Tentu saja tidak karena jika Anda tetap melakukan hal yang sama, justru yang muncul adalah kebingungan dari peserta diskusi tersebut.

Jika ditelisik lebih cermat, hiruk-pikuk di media sosial belaangan ini karena tulisan singkat seorang penulis novel terkenal yang mempertanyakan peran sosialis, komunis, liberal, aktivis Ham dalam kemerdekaan bangsa Indonesia bisa jadi bersumber pada kecenderungan reduksionistik dalam memahami sosialisme, komunisme, liberalisme dan Hak Asasi Manusia (sebagai gambaran umum masyarakat Indonesai dalam menafsirkan kelompok kata di atas?).

Dalam wilayah sosiologi terutama struktur masyarakat, sosialisme sendiri adalah perwujudan payung besar ideologi kolektifisme yang sering diletakkan berseberangan dengan liberalisme sebagai wujud payung besar ideologi individualisme. Jika dirunut lebih jauh ke hulu dalam wilayah filosofis, pembahasannya akan masuk ke wilayah apakah individu mempengaruhi masyarakat (subyektif-obyektif) atau masyarakat mempengaruhi individu (obyektif-subyektif) seperti yang tercermin dari perdebatan antara Soren Kierkegaard dan Hegel.

Dalam wilayah sistem ekonomi dan politik, sosialisme adalah sistem yang menekankan pentingnya kepemilikan sosial alat-alat produksi dan pengelolaan ekonomi yang kooperatif sedangkan liberalisme adalah sistem yang menekankan sejauh mana kebebasan dan persamaan itu harus didorong untuk mencapai kesejahteraan.

Unit ekonomi koperasi adalah wujud nyata dari semangat sosialisme dimana unit usaha dikuasai bersama, bukan seorang atau beberapa pemodal. Jika Anda menempatkan unit ekonomi koperasi sebagai unit ekonomi yang ideal karena bisa memaksimalkan keuntungan bersama, maka Anda adalah seorang sosialis. Tetapi karena kecenderungan pandangan reduksionistik yang menempatkan sosialisme itu hanya pada hubungannya dengan konsep masyarakat komunis Marxist, mungkin Anda akan khawatir menyebut diri Anda seorang sosialis.

Di sisi lain, masih dalam wilayah ekonomi, jika Anda mendukung peraturan yang menjamin kebebasan berusaha individu dan kesamaan kesempatan maka Anda bisa menyebut diri Anda seorang liberal. Tetapi sekali lagi Anda mungkin khawatir menyebut diri Anda seorang liberal karena sekali lagi pandangan reduksionistik sudah terlanjur memasung liberalisme sebagai hantu dunia barat yang selalu berkawan dengan setan kapitalisme dan mungkin sebagai seorang yang relijius Anda tidak ingin disebut “kebarat-baratan”.

Berbicara komunisme lebih sulit dibandingkan membahas dua payung besar kecenderungan ideologis sosiologis di atas karena, salah satu sebabnya, adalah pengalaman getir bangsa ini terkait gerakan politik komunisme. Singkat kata, komunisme adalah sebuah sistem masyarakat yang tidak mengenal kelas sosial dan pemerintahan yang struktur sosialnya sepenuhnya bergantung pada kepemilikan bersama unit-unit produksi.

Suatu komunitas yang tidak menggunakan sistem kepemilikan unit-unit produksi secara prifat bisa disebut memiliki elemen-elemen masyarakat komunis. Komunitas-komunitas seperti ini masih bisa dijumpai di negara ini terutama di komunitas pedalaman. Tetapi dalam wacana umum mereka tidak akan disebut komunis karena komunisme sudah dipersempit menjadi komunisme Marxist, terutama Marxisme-Leninisme.

Komunisme Marxisme-Leninisme sangat bersandar pada gerakan politik yang mendobrak kemapanan struktur politik dan ekonomi yang menguntungkan sebagian kecil orang tetapi menyengsarakan sebagian besar orang. Komunisme Marxisme-Leninisme tidak harus menunggu sampai kapitalisme menjadi terlalu gemuk untuk menopang dirinya dan kesadaran kelas pekerja sudah pada titik dimana kekuatannya bisa dengan sendirinya menggantikan sistem Kapitalistik dan masuk ke masyarakat komunis pertama (atau sosialisme) dalam teori komunisme Marxisme sebelum pada akhirnya mencapai masyarakat komunisme terakhir.

Itu lah mengapa dalam Komunisme Marxisme-Leninisme, dikenal istilah partai pendobrak/perintis (Vanguard party) untuk merebut kekuasaan dari sistem kapitalistik. Intensitas perebutan kekuasaan yang kental dalam Komunisme Marxisisme-Leninisme mengubah warna perjuangan kelas dengan memberikan warna politis yang kental dan seringkali dalam perjalanan sejarahnya menjadi “gelap”. Di sisi lain, komunisme non-marxisme seperti komunisme anarkis tidak setuju dengan gagasan keharusan pembentukan negara sosialis (dalam pengertian teori komunisme Marxist) untuk mencapai masyarakat komunis.

Di sisi lain, anda mungkin terkejut jika Anda mengetahui ada kelompok komunisme kristen yang mendasarkan dalil mereka pada ajaran-ajaran Jesus yang dalam penafsiran mereka mendukung terbentuknya masyarakat komunis tanpa kepemilikan prifat dan tanpa kelas. Keterkejutan yang bisa dimengerti karena sekali lagi sayangnya wacana komunisme terlalu dipersempit pada wacana-wacana anti agama dan anti Tuhan.

Yang terakhir, Hak Asasi Manusia. Apa yang salah dengan memperjuangakan hak asasi manusia? Jika pandangan-pandangan reduksionistik di atas bisa dipahami dari sisi sejarah bangsa ini maka pandangan reduksionistik tentang Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang jelas tidak perlu dilakukan untuk maksud dan tujuan apa pun. Bagaimana manusia bisa dimanusiakan jika hak-hak dasar mereka tidak terpenuhi atau dikekang untuk dipenuhi dengan maksud keuntungan sosial dan politik dari segelintir orang?

Persoalannya, apakah ketika berada di media sosial populer, kita harus menggunakan pandangan reduksionistik untuk tetap “membumi” atau berbicara teknis untuk menampilkan strukturnya secara terperinci? Di sinilah diperlukan kearifan bersikap dan kehatian-hatian dalam menyampaikan pandangan dan yang paling penting adalah tetap menempatkan kecukupan informasi sehingga ketika toh kita harus menggunakan pandangan reduksionistik, pandangan itu bukan satu-satunya pandangan yang kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun