Perempuan dan Transisi Energi
Transisi energi membutuhkan teknologi serta inovasi yang memadai, ini yang menjadi alasan mengapa perempuan seringkali terpinggirkan dalam isu ini. Padahal, transisi energi ini sangat melekat dalam kehidupan perempuan.Â
Perempuan yang seringkali banyak melakukan pekerjaan domestik, membutuhkan energi agar dalam melakukan tugasnya. Ketika energi terbatas, maka beban kerja perempuan semakin bertambah. Sebaliknya, semakin efisien energi yang digunakan, semakin mudah perempuan melakukan tugasnya. Contohnya, jika menggunakan tungku kayu bakar, tentu perempuan menghabiskan banyak waktu untuk memasak, ditambah lagi risiko kesehatan yang harus ditanggung akibat asap yang dihasilkan. Namun, bila memasak dengan kompor listrik, proses memasak jadi lebih cepat.Â
Oleh karena itu, sudah seharusnya perempuan mengambil peran dalam transisi energi. Perempuan bisa memainkan peran apa saja sesuai kemampuannya masing-masing. Tak melulu soal teknikal saja.Â
Peran Perempuan dalam Transisi Energi
Lalu, apa saja peran yang bisa dilakukan perempuan dalam transisi energi? Banyak! Dan sudah banyak juga perempuan yang melakukannya.Â
Berikut adalah beberapa peran yang bisa dilakukan perempuan dalam transisi energi.Â
Perempuan sebagai pembuat kebijakan
Keberhasilan transisi energi berkaitan erat dengan kebijakan yang ada. Perlu kebijakan yang mendukung proses peralihan energi ini. Di sini perempuan bisa memainkan perannya. Terlibat aktif dalam pembuatan kebijakan yang mendukung transisi energi.Â
Perempuan bisa memberikan perspektif yang berbeda dan inovatif dalam merumuskan kebijakan energi yang lebih inklusif dan adil. Partisipasi perempuan dalam politik dan pemerintahan bisa membantu mempercepat adopsi kebijakan transisi energi adil. Contoh nyatanya adalah Christiana Figueres, mantan Sekretaris Eksekutif UNFCCC, yang memainkan peran penting dalam Perjanjian Paris 2015.
Perempuan dalam riset dan inovasi