Mohon tunggu...
Diandra Salsabilla
Diandra Salsabilla Mohon Tunggu... -

independen, soliter, fire

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Motif Saya Menggugat Akun Anindya Gupita K

14 Juni 2013   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:03 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sidang kompasianer yang terhormat,

Menindak lanjuti pledoi saya berkaitan dengan artikel yang ditayangkan akun Anindya Gupita mengenai beberapa komentar saya yang bersifat praduga, sebelumnya terimakasih untuk atensinya memberikan tanggapan baik pro dan kontra mengenai artikel saya yang kemarin. Saya menghargai dan menghormati semua opini yang masuk. Dan dari komentar-komentar tersebut perlu diklarifikasi ulang mengenai apa tujuan sebenarnya saya menggugat akun Anindya Gupita.

Sebelumnya, banyak dugaan-dugaan dari beberapa member disini mengenai motif saya sebenarnya terhadap akun Anindya Gupita. Ada yang menyatakan bahwa saya IRI terhadap eksistensi Anindya, ada yang meramalkan bahwa saya berkonspirasi dengan Anindya untuk mencari tenar secara instan, ada yang menduga saya adalah akun kloningan anindya sendiri untuk tujuan tertentu, dan ada yang berspekulasi bahwa kemungkinan saya adalah pemilik akun sejuta klik (hehehe ^_^).

Saya menghargai praduga-praduga itu. Semua orang memiliki hak untuk berpikiran macam-macam tentang saya, apalagi saya merupakan akun baru tetapi sudah mengetahui banyak kasus-kasus di kompasiana. Wajar saja mereka berpikiran seperti itu, tapi yang perlu saya tegaskan, motifasi saya menggugat akun anindya Gupita itu adalah :

1. Komentar saya yang berisi statemen meragukan tentang keorisinalitasan tulisan anindya gupita yang mengakui berusia 19 tahun namun tidak ada "perasaan malu2" membicarakan disfungsi ereksi di forum umum, apalagi dengan membuat banyolan kepada kompasianer lelaki tentang hal ini, membuat intuisi saya meyakini bahwa tulisan tersebut "ada sesuatu". Baik ada orang lain dibelakang anindya atau hal2 lain yang masih dalam praduga.

2. Gaya bahasa male writer, seperti onani, memanggil bung, dan beberapa kata yang mencerminkan "bahasa lelaki" .perempuan seusia begitu jarang banget dan saya tidak pernah menemui wanita memanggil bung, kecuali untuk nama-nama yang sudah identik dengan panggilan itu, seperti bung Karno, bung Hatta, dll.

3. kenapa saya mempertanyakan "siapa" dibalik akun anindya, ini berkaitan dengan tulisan Anindya Gupita mengenai PKS yang menurut asumsi saya, bahwa ada kepentingan lain dibalik akun ini. Tema-tema politik yang sangat tajam, bisa diperhalus dengan keberadaan penulis wanita unyu-unyu untuk mendapatkan simpati publik dan permakluman dari pihak lain karena faktor usia dan gender.

4. Ada yang beropini bahwa sah-sah saja siapa orang yang mengoperasikan akun tersebut, jika tidak melakukan kabar bohong maka tidak ada alasan untuk digugat. Justru itu, beberapa tulisan Anindya Gupita mengandung tendensi berbohong dan menyebar fitnah. Beberapa akan saya beberkan disini.

Ini petikan tulisannya di tulisan berjudul "6 Kebodohan Bunuh Diri Ala Parpol Dakwah".

Banyak kader maupun simpatisan yang jarang bergaul dengan warga. Mereka sangat eksklusif dan jarang berbasa-basi dengan tetangga. Bahkan untuk salaman saja mereka enggan. Tentunya warga akan berpikiran tidak-tidak terhadap PKS. Mereka tidak bisa disalahkan atas stigma eksklusif yang dimunculkan oleh para kader. Ibarat barang dagangan, PKS adalah komoditi aneh yang tidak menjadi kebutuhan masyarakat. Apalagi mayoritas masyarakat banyak yang menjadi pengikut NU dan Muhammadiyah. Kalau sampai ada kalimat “NU mendukung PKS”, itu adalah sebuah kebohongan nyata. Di daerah penulis PKS tetaplah makhluk aneh sebagai akibat dari polah kadernya yang tidak jauh beda dengan HTI. Mereka sudah di cap sebagai penganut aliran yang radikal. Terlepas dari benar tidaknya isu radikalisme tersebut, memang begitulah pandangan sebagian besar masyarakat. Bahkan, tidak ada satupun orang PKS yang menduduki kursi DPRD di daerah saya tinggal.

Tanggapan saya :

Penulis tersebut menulis hanya bermodal pengalaman di tempat dia tinggal, sebatas lingkup  dia berada, dan itupun jika benar adanya, namun telah berani membuat kesimpulan yang menggeneralisir bahwa keseluruhan kader PKS merupakan penganut aliran radikal dan eksklusif. Penggiringan opini yang menjugde ke arah "membunuh" inilah yang bisa menjurus ke fitnah. Padahal sepengetahuan saya, selama saya bersinggungan dengan kader dan simpatisan PKS, mereka sangat terbuka dan menerima keberadaan kami dengan baik. Karena saya juga bukan bagian dari PKS, jadi saya bisa menggambarkan, bahwa mereka tidak seperti apa yang dituduhkan dalam tulisan saudara Anindya.

Tulisan asal nyeplos berikutnya :

Sikap para perempuan kader dan simpatisan PKS terhadap orang-orang non kader. Ini terjadi di kampus-kampus yang memiliki suatu organisasi didikan partai dakwah ini. Para perempuan pro PKS ini biasanya dipanggil dengan sebutan “ukhti”. Cara dakwah para ukhti tersebut cenderung menebar kebencian dari pada cinta. Penulis sendiri mengalami ketika sedang melaksanakan sholat di mushola. Awalnya saya biasa saja ketika mereka bergerombol saling cipika-cipiki antar ukhti sebagai penjalin ukuwah islamiyah. Namun ada yang aneh ketika saya mencoba menyapa mereka. Tersirat pandangan setengah jijik yang membuat saya sendiri tidak mengerti. Diantara gerombolan itu memang hanya saya yang tidak mengenakan jilbab. Saya tidak mau suudzon dan mencoba berpikir positif. Ternyata ada beberapa teman yang sharing kepada saya bahwa mereka juga mendapat perlakuan yang sama. Kami mencoba untuk tidak peduli. Dan hal ini terungkap ketika kami semua berkumpul di dalam forum diskusi. Seolah-olah ucapan mereka mengarah kepada pernyataan bahwa wanita tanpa jilbab adalah wanita yang tidak benar. Diskriminasi ala PKS yang menekankan eksklusifitas semakin terlihat nyata. Mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya inilah kebodohan dalam melakukan pencitraan. Masyarakat Indonesia, terutama mahasiswi banyak yang tidak mengenakan jilbab. Alhasil pengkafiran persepsi ala jilbab pun menghindarkan PKS dari suara para pemilih.

Tanggapan saya :

ini statemen sangat lebay dan mendramatisir. Di kampus kampus mana hal tersebut terjadi?  coba disebutkan. Agar hal tersebut tidak menggeneralisir semua aktifis PKS di kampus berkelakuan seperti itu, dan bisa menjadi referensi bagi gerombolan (mengambil perkataan dari anindya) untuk berbenah diri. Tapi sepengetahuan saya, dikampus malah banyak mahasiswi yang mengenakan jilbab berkebalikan dengan statemen Anindya yang menyatakan mahasiswi banyak yang tidak mengenakan jilbab, kecuali di kampus-kampus yayasan non muslim.

Tapi sayangnya, permintaan saya untuk penulis agar menjelaskan hal tersebut, tidak ditanggapi.

Petikan berikutnya :

Kasus kuota impor daging sapi yang melibatkan LHI yang dibela mati-matian dengan kacamata kuda oleh kader dan simpatisan PKS. Lagi-lagi PKS tidak cerdas dalam menyikapi kasus seperti ini. Ibarat bangkai, pasti lama-lama akan tercium busuknya karena tidak segera dihilangkan. LHI yang dinyatakan bersalah oleh KPK seharusnya dapat disikapi secara dewasa oleh para kader dan simpatisan. Munculnya satgas online yang menyebarkan banyak tulisan copy-paste untuk membela LHI semakin memperkuat adanya indikasi PKS menutupi kebobrokan elite partainya. PKS menjadi babak belur seperti sekarang ini karena berusaha menyudutkan KPK.

Tanggapan saya :

Penggiringan opini seperti ini, hendak menyiratkan bahwa semua yang membela PKS adalah pecinta LHI, menuhankan LHI (salah satu komentar Anindya), padahal setiap pembela PKS memiliki background sendiri-sendiri. Seperti saya, sebenarnya saya bukanlah pecinta PKS, Pemilu 2009 (awal saya mendapat hak suara), saya memilih golput. Tapi melihat ketidak adilan dalam menghukumi kader-kader partai ini di beberapa tulisan yang memojokkan PKS, menggerakkan hati saya untuk meluruskan agar tidak kebablasan dan keluar substansi.

saya melihat, tulisan-tulisan seperti ini seperti menari-nari diatas luka para kader yang terdzalimi oleh oknum "kasus daging impor".

Ada beberapa lagi tulisan yang berpeluang menebar kebencian dan pemancingan komentar SARA di artikel Anindya, saya tidak buka semuanya, keburu panjang.

Dari hal hal diatas, jika memang benar akun Anindya Gupita dioperasikan seorang diri, dia telah menyatakan bertanggungjawab atas semua isi tulisannya, maka untuk kedepannya, beberapa tulisan statemen dia yang bisa dianggap "memfitnah" atau "pencemaran nama baik", suatu saat ada yang menggugat, maka tidak ada orang lain yang harus pasang badan dengan untuk mempertanggungjawabkan isi tulisan akun Anindya Gupita K selain dia sendiri.

Demikianlah pangkal muasalah yang membuat saya harus bereaksi dengan akun Anindya Gupita. Seperti yang pernah saya tegaskan di setiap saya komentar ditulisan yang berbau PKS,

"Jika ada kader yang bersalah, maka mereka wajib dihukum, namun takarlah sisi keadilan dalam menjugde institusi ini, jangan menyamaratakan semua kader seperti oknum yang terlibat kasus. Karena saya yakin, para kader juga sangat tersakiti atas ulah pimpinan2 mereka yang sebelumnya sangat mereka percayai. Apalagi dengan tulisan-tulisan tersebut, akan membuka celah adanya komentar SARA dan pemojokan terhadap agama yang diusung partai ini, sehingga yang tersakiti bukan hanya kader2 PKS, namun orang muslim yang membacanya.

Terimakasih. Dan untuk saat ini, ajakan kopdar masih tidak terlalu berpengaruh besar terhadap gugatan saya.

----

Note : terimakasih untuk beberapa komentar di tulisan sebelumnya, yang bisa berusaha obyektif dalam memandang masalah ini, seperti komentar saudara Rosiy.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun