Mohon tunggu...
Dedy Ramadhan
Dedy Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Student at Djuanda University

Interested in Public Relations, Event Organizer, politics, social, movies, books, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Belajar dari Film Budi Pekerti, Mengapa Kita Harus Berhenti Foto atau Merekam Video Orang Lain Tanpa Izin

21 Januari 2024   12:09 Diperbarui: 21 Januari 2024   13:29 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram Budi Pekerti Film

Baru aja gue selesai nonton film ini dan berhasil dibuat nangis berkali-kali karena kisahnya yang sangat real terjadi di masyarakat saat ini. Gue nonton di hari pertama tayang karena memang sudah sangat excited dari beberapa bulan lalu trailer-nya keluar. 

Senang banget ada film Indonesia yang mengangkat mengenai masalah ini karena masalah ini sudah sangat meresahkan. Dan, gue berharap semakin banyak film-film Indonesia yang mengangkat masalah-masalah atau isu sosial yang sedang terjadi di Indonesia.

Sebelum kita masuk ke topik utama, gue akan bahas terlebih dahulu film 'Budi Pekerti'. Film ini menceritakan kisah seorang guru yang tiba-tiba menjadi viral karena kesalahan yang gak disengaja. 

Ceritanya berfokus pada Bu Prani, seorang guru BK di sebuah SMP di Yogyakarta yang gak sengaja menemukan dirinya menjadi bahan pembicaraan hangat (viral) di dunia maya. Sayangnya, viralitas ini gak membawa berita baik. Bu Prani menjadi korban tindakan gak etis di mana orang-orang mengambil video dirinya tanpa izin. 

Dari sinilah masalah menjadi semakin besar. Ini adalah masalah-masalah yang sering terjadi seiring berkembangnya era digital ini. Mari kita bahas lebih lanjut masalah ini dan mengapa menghormati privasi di dunia maya sangatlah penting.

Saat ini, kita sering kali melihat orang-orang dengan gampangnya mengambil foto atau merekam video orang lain tanpa izin atau consent. Praktik semacam ini sangatlah mengganggu dan meresahkan. 

Oleh karena itu, dalam tulisan ini, gue akan membahas mengapa mengambil foto atau video orang lain tanpa izin adalah tindakan yang sangat tidak etis dan mengapa kita semua perlu menghentikannya. At least, kita mulai dari diri sendiri.

Dengan kemajuan teknologi dan kamera yang ada di setiap smartphone yang kita punya, kita sekarang bisa dengan mudah mengabadikan momen penting dalam hidup kita. Namun, sayangnya, sering kali kita melupakan etika sederhana yang seharusnya diterapkan dalam pengambilan foto atau video orang lain. Di tengah booming-nya media sosial, menjaga privasi orang lain menjadi hal yang sangat penting.

Mungkin kita merasa, "Ah, ini cuma foto biasa," tetapi yang perlu diingat adalah bahwa foto atau video yang diambil tanpa izin bisa menciptakan perasaan gak nyaman dan bahkan melanggar privasi. Setiap orang memiliki hak untuk memutuskan bagaimana mereka ingin tampil di dunia digital. Mengambil foto atau merekam video seseorang tanpa izin adalah melanggar hak privasi mereka.

Selain itu, saat kita membagikan foto atau video tanpa izin, kita bisa aja gak sadar bagaimana hal itu bisa berdampak pada orang tersebut. Gambar atau video yang kita upload ke media sosial bisa menjadi viral dalam hitungan menit, bahkan detik, ini bisa berpotensi merusak citra atau bahkan menghancurkan kehidupan seseorang. 

Gak cuma itu, yang ada di internet mungkin gak selalu mencerminkan kenyataan, gak selalu benar, seperti yang ada dalam film "Budi Pekerti." Beberapa foto atau video bisa diedit atau disalahartikan, sehingga penting untuk selalu berpikir dua kali dan melakukan crosscheck sebelum membuat kesimpulan hanya dari melihat satu atau beberapa video.

Dalam film "Budi Pekerti," ada contoh nyata dari seorang penjual kue putu di Yogyakarta. Sebelum menjadi viral, si Mbah mampu menjalankan usahanya dengan baik. Namun, setelah videonya viral, banyak orang datang untuk membeli kue putunya. Mungkin bagi beberapa orang, ini terlihat sebagai rezeki nomplok, tetapi bagi si Mbah yang sudah tua renta, ini menjadi beban yang berat. 

Sebelum viral, ia masih bisa melayani pelanggan dengan baik, tetapi setelah viral, ia menjadi kesulitan dan bahkan jatuh sakit karena saking ramainya pembeli. Kisah ini menunjukkan bahwa apa yang baik bagi satu orang belum tentu baik bagi yang lain, dan semuanya berawal dari tindakan merekam video tanpa izin.

Dalam dunia yang begitu terhubung dan dipenuhi dengan informasi hanya melalui internet, penting bagi kita untuk terus mendidik diri sendiri dan orang lain tentang etika dalam bermedia sosial. Kita harus selalu ingat untuk meminta izin sebelum mengambil foto atau merekam video orang lain, terutama dalam momen-momen pribadi atau sensitif. CONSENT IS A KEY!

Kita hidup di dunia yang penuh dengan kemungkinan, kita harus menggunakan teknologi dengan bijak dan menghormati privasi orang lain. Dengan berpikir dua kali sebelum mengambil foto atau merekam video, kita dapat membantu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, saling menghormati, dan saling menghargai. Penting untuk diingat bahwa privasi adalah hak yang harus dihormati oleh semua orang.

Gue berharap semoga tulisan ini bisa membantu kita semua lebih sadar akan pentingnya menghormati privasi di era digital yang semakin canggih ini. Semoga kita bisa jadi bagian dari perubahan positif ini.

It starts with ourselves and influences others.

Notes: Terima kasih kepada Ibu dan Bapak Guru yang tadi mengajak anak-anak muridnya untuk menonton film Budi Pekerti di bioskop. Gue berharap film ini bisa ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia khususnya Gen Z dan Millennial sebagai generasi yang paling sering bermain media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun