Mohon tunggu...
Ishadi nugraha
Ishadi nugraha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu dan Aku

9 Maret 2019   00:27 Diperbarui: 9 Maret 2019   00:27 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Ibu"

Semesta menangis

Melihat air matamu menetes

Dengan kulit yang mulai mengerut

Rambut yang mulai memutih

Bibir yang tak sempurna lagi untuk berucap

"aku rindu denganmu nak"

Rindu mengusap rambutmu

Rindu memangkumu

Rindu menyuapimu

Rindu meninabobokanmu

Rindu mendengar tawamu

Masih ku ingati

Ketika gigimu belum tumbuh

Kulitmu masih memerah

Dengan tangan mungilmu menyentu wajahku

Ibu Terjaga

Sesekali kau bermimpi dalam nyenyakmu

Entah apa yang kau impikan

Sesekali pulanglah nak

Jenguk ibumu ini yang sudah rentah

Ajaklah bercanda, tertawa

"aku"

Kini giliran anakmu yang menyuapimu

Meninabobokanmu

Terjaga di nyenyakmu

Kelak, jika kaki tak lagi mampu menopang tubuhmu

Gunakan tubuhku sebagai tumpuanmu

Jika matamu tak mampu lagi memandang senja

Gunakan mataku, supaya engkau bisa melihat mahakaryamu ibu

Ibu, engkau seniman sejati

Melukis indah hidupku

Ibu, engkau pembohong yang ulung

Sakit tak berpucat engkau lapisi dengan senyum

Ibu, riakan waktu menggores hati

Genangan rindu di jalan itu

Memiluhkan hati tuk berjumpa denganmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun