Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Semangat Gotong-Royong Ala GCL

16 Agustus 2019   15:54 Diperbarui: 16 Agustus 2019   16:01 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merapikan taman di depan kelas. Foto oleh Dedy Hutajulu

SEJAK Rusbaniah didaulat menjadi kepala sekolah, tampang SD Negeri 104274 Pematang Kasih, Serdang Bedagai (Sergei), tak lagi hanya menonjolkan kemampuan guru-guru pengajarnya. Berkat adanya program Green Clean and Life (GCL), lembaga akademik ini beken sebagai sekolah karakter. 

Begitu menerima amanah memimpin sekolah salah satu di pelosok Sergai itu, perubahan-perubahan positif mulai tampak di SD tersebut. Tahun-tahun sebelumnya lingkungan sekolah seperti kurang terurus. 

Banyak lahan sekolah terlihat kotor, terutama lahan di belakang sekolah. Lingkungan sekolah tidak terawat sehingga semak belukar mendominasi pekarangan belakang kelas. Halaman sekolah pun tidak tertata rapi dan kebersihan belum dicanangkan. 

Di awal masa jabatannya, Rusbaniah sempat ragu akan kemampuannya mengubah sistem. Ia pun tak yakin perubahan yang akan dilakukannya akan mendapat sambutan luar biasa dari murid, rekan guru dan masyarakat. Namun, kedatangan Kepala Dinas Pendidikan Sergai Joni Walker Manik bersama Kabid SD Jon Lukman Damanik, berhasil membakar semangatnya untuk melakukan perubahan.

Joni dan Jon mencanangkan program GCL di sekolah tersebut. Ternyata misi Joni Walker seirama dengan cita-cita Rusbaniah. "Sejak itulah saya semakin percaya diri dan sekolah kami pelan - pelan mulai berbenah," kata Rusbaniah. 

Langkah pertama yang dikerjakan adalah menata pekarangan sekolah. Lahan-lahan kosong di depan dan belakang kelas mulai ditanami sayuran dan tanaman obat. Anak-anak dilibatkan, selain sebagai bagian dari pembelajaran juga mengajarkanmereka soal teknik bercocok tanam. 

"Lantaran sudah banyak tanaman, lingkungan sekolah perlahan mulai rindang. Hasilnya, kami panen sayuran dan kami nikmati bersama," jelasnya.

Para guru bergerilya mengajari siswa untuk sama-sama membangun membersih-hijaukan lingkungan sekolah. Bahkan sumbangsih orangtua murid tidak hanya sebatas menyetujui program GCL. Tetapi mereka turut turun tangan mengecat dan membersihkan lingkungan sekolah serta memperindah ruangan kelas. 

Mereka bahu membahu dan bergotong-royong. Yang tak ikut kerja 'bersih-besih', mereka berpartisipasi dengan menghadiahi bunga maupun tempat hiasan guna memperindah suasana. "Banyak bunga kita ini sumbangan dari masyarakat," terang Rusbaniah. 

Selain gerakan gotong-royong yang melibatkan seluruh elemen sekolah plus masyarakat, Rusbaniah juga memantapkan gerakan GCL ini agar bisa berjalan terus secara berkelanjutan. Ia menetapkan siapa-siapa saja guru yang akan menanggungjawabi kebersihan sekolah setiap harinya. 

Guru-guru yang diberi tugas itu kemudian menyiapkan jadwal kebersihan dan siapa penanggungjawabnya. "Kami membikin jadwal kebersihan setiap setengah bulan sekali, pada Sabtu, les keempat, kami mengadakan gotong-royong. Tanaman yang jelek dibuang, diganti dengan yang baru, rerumputan kami pangkasi. Daun-daun kering dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman," urainya. 

Setelah GCL, ungkap Rusbaniah, trik lain yang digalang di sekolah adalah menerapkan gerakan Lisaku, akronim dari Lihat Sampah Kutip. Melalui gerakan Lisaku, kesadaran anak didik terhadap kebersihan sekolah semakin baik.

"Tadinya anak-anak buang bungkus jajanannya di sembarang tempat, sekarang mereka sudah sadar. Kalau tidak ketemu tong sampah di dekatnya, sampah itu mereka kantongi, lalu mereka bawa ke tong sampah," katanya.

Kemudian, sebelum pembelajaran dimulai di pagi hari, sekolah mencanangkan kebersihan pekarangan kelas. Supaya anak-anak terus membiasakan diri untuk bersih terhadap lingkungan di sekelilingnya. "Para orangtua mendukung sekali gerakan kebersihan ini," imbuh Rusbaniah. 

Setelah pembiasaan menjaga kebersihan menjadi tradisi, sekolah juga bekerja keras mendidik anak-anak agar semakin bersemangat merawat tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh di depan kelas masing-masing. Sebagian besar bunga itu merupakan sumbangan dari orangtua murid. Selebihnya, dari guru dan kepala sekolah. 

Rusbaniah mengamati, perubahan lingkungan sekolah yang asri ternyata berdampak positif bagi anak didik. "Mereka semakin bersemangat ke sekolah dan belajar. Apalagi semenjak diberlakukannya gerakan literasi. GCL dan gerakan literasi saling mendukung," pungkasnya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun