Setelah GCL, ungkap Rusbaniah, trik lain yang digalang di sekolah adalah menerapkan gerakan Lisaku, akronim dari Lihat Sampah Kutip. Melalui gerakan Lisaku, kesadaran anak didik terhadap kebersihan sekolah semakin baik.
"Tadinya anak-anak buang bungkus jajanannya di sembarang tempat, sekarang mereka sudah sadar. Kalau tidak ketemu tong sampah di dekatnya, sampah itu mereka kantongi, lalu mereka bawa ke tong sampah," katanya.
Kemudian, sebelum pembelajaran dimulai di pagi hari, sekolah mencanangkan kebersihan pekarangan kelas. Supaya anak-anak terus membiasakan diri untuk bersih terhadap lingkungan di sekelilingnya. "Para orangtua mendukung sekali gerakan kebersihan ini," imbuh Rusbaniah.Â
Setelah pembiasaan menjaga kebersihan menjadi tradisi, sekolah juga bekerja keras mendidik anak-anak agar semakin bersemangat merawat tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh di depan kelas masing-masing. Sebagian besar bunga itu merupakan sumbangan dari orangtua murid. Selebihnya, dari guru dan kepala sekolah.Â
Rusbaniah mengamati, perubahan lingkungan sekolah yang asri ternyata berdampak positif bagi anak didik. "Mereka semakin bersemangat ke sekolah dan belajar. Apalagi semenjak diberlakukannya gerakan literasi. GCL dan gerakan literasi saling mendukung," pungkasnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H