Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bersama Papanya, Anak Jauh Lebih Baik Tumbuh Kembangnya

29 Juli 2019   11:26 Diperbarui: 29 Juli 2019   11:36 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Dedy Hutajulu

Manusia punya daya juang hebat, bahkan sejak masih berbentuk benih kehidupan. Jiwa juang itu terus berkembang mencapai wujud idealnya: bayi yang menggemaskan. Daya juang itu kentara sekali ketika ia berusaha keras meloloskan diri dari perut ibunya via jalur lahir yang tersedia. 

Bayi terus berkembang dengan menunjukkan perilaku-perilaku yang menakjubkan. Mereka bergerak, merangkak, bangkit dan mulai berjalan. 

Dalam proses tumbuh kembang itu, mereka berusaha menunjukkan kemampuan determinasinya, kemampuan adaptasinya dan kemampuan menyerap beragam pengetahuan dari sekitarnya secara kompleks.

Sebagai ayah muda, saya merasa bahagia dengan tumbuh kembang anak kami: Gabriel. Sebelum usianya mencapai satu tahun, ia sudah berjuang keras untuk berjalan. 

Di usia dua tahun ia sudah mampu meloncat dan sekarang menggandrungi permainan meloncat-loncat di atas trampolin. Kemampuan bahasanya juga menakjubkan. Ia menguasai banyak lagu-lagu, melampaui teman-teman seusianya. 

Awalnya saya mengira, setiap anak memang cepat bertambah pintar, dengan sendirinya. Rupanya, dokter pernah berkata kepada saya, bahwa peran ayah sangat besar pengaruhnya dalam tumbuh kembang anak. 

Saya bahagia karena mendapat informasi itu ketika anak kami, waktu itu, masoh dalam kandungan, sehingga saya bisa merencanakan aktivitas bersama ananda di kemudian hari. 

Sebagai penulis lokal, saya berusaha membawa semua aktivitas pekerjaan saya ke rumah. Saya membangun kantor saya di dalam rumah. 

Seluruh naskah-naskah tulisan, saya susun di rumah. Saya atur waktu sedemikian ketat jika harus ke luar dari rumah. Target saya, agar lima tahun pertama usia ananda, saya hadir menemaninya. Saya izinkan ibunya pergi masuk kantor, asalkan si kecil bersama saya.

Memang, pilihan ini memberi konsekuensi besar pada pekerjaan saya. Tetapi sebagai ayah, resiko itu bisa saya akali. Sebagai pekerja, saya tetap bisa maksimal dalam tugas. Dan selama saya menjalaninya, saya menikmati masa-masa yang indah bersama ananda dalam tumbuh kembangnya.

Saya melihat, perah ayah begitu berpengaruh pada ananda. Ia berkembang jauh lebih pesat karena "daya juang" yang ada dalam dirinya butuh dukungan dan role model yang "seharusnya" dikloningnya dari ayahnya. 

Mengapa ayah? Berdasarkan pengalaman saya, anak kami itu tergolong anak yang aktif, gemar bertanya, suka mencoba hal-hal baru, tidak suka menunggu jawaban tetapi proaktif, berusaha melakukan aksi-aksi yang bisa membahayakan keselamatannya, menyukai aktivitas yang kaya dan melelahkan. Nah, jawaban untuk ini adalah sosok yang juga tangguh, sabar dan rela "menyingkirkan" gawai dari tangannya. 

Istri saya tidak suka kegiatan "memanjat", meloncat yang melelahkan, berlari, masuk ke lumpur, menangkap ikan gobi, berburu binatang kecil, mengorek tanah dan hal-hal lain yang bisa mengotori badan. 

Ayah bisa melakukan itu karena aktivitas begituan adalah hal wajar dan biasa bagi anak laki-laki. Saya teringat masa kecil saya yang terbiasa bermain lumpur, memanjat alpukat, memotong kayu, masuk ke semak belular menangkap capung, berburu gobi di saluran irigasi, main becek di kubangan kerbau, berenang dari pagi hingga sore di Danau Toba. 

Dari pengalaman masa kecil itu, meyakinkan saya bahwa ananda juga butuh teman untuk menyalurkan semangatnya. Ananda butuh sosok sahabat yang selalu mendukungnya bermain dan bergembira. Bisakah ibunya melakukan itu? Tentu saja bisa.

Tetapi, sebagai lelaki masakan saya harus melepaskan "momen emas" ini? Masakan saya rela membiarkan masa kecil ananda berlalu tanpa kenangan berarti tanpa kehadiran saya. 

Dan menurut sejumlah referensi yang saya baca, kepemimpinan dan kebijaksanaan yang dirasakan anak dari persinggungannya dengan ayahnya akan membekas seumur hidupnya. Itu artinya sosok ayah serupa "hero" bagi ananda.

Nah, bagi kalian yang saat ini menjadi ayah muda, seperti saya, ayo kita manfaatkan momen berharga ini. Jadikan hari-hari kita indah bersama si kecil. 

Restui mereka berkreasi dengan ide dan daya juangnya. Karena apa yang kita lakukan hari ini bersama si kecil, akan amat berfaedah dalam kehidupan mereka hari ini dan di masa depan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun