Selembar KIS (Kartu Indonesia Sehat), tidak hanya memberikan kemudahan untuk mengakses layanan kesehatan. Bagi Janda bernama Norita (59), kartu sakti itu telah mengembalikan martabatnya sebagai manusia.
Oleh Dedy Hutajulu
"Tolong, tolooooooong antarkan aku ke rumah sakit," jerit Norita. Namun teriakannya diabaikan oleh Murni, adiknya.Â
Tak tahan atas rasa sakit yang mendera secara menghebat, seakan tak mau berhenti, Norita terus menjerit dan memohon. "Tolong saya! Tolong saya! Tolooooong!"
Akhirnya ia pun dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Sebagai janda dari seorang dokter, Norita merasa remuk hati. Sejak suaminya meninggal sepuluh tahun lalu, keluarganya tidak lagi hormat kepadanya. Tubuhnya yang semakin ringkih dan penyakitan menjadi persoalan besar di masa tuanya.Â
"Andai suamiku masih hidup, tidak akan kualami kepedihan seperti ini," tangisnya saat ditemui di Rumah Sakit Mitra Medika, Medan Amplas, November 2018 lalu.
Sambil berlinang air mata, Norita bercerita kalau harta emas, berlian dan uang simpanannya raib dari rumahnya di Kompleks Kelapa Dua Wetan, Cibubur, ketika ia opname beberapa minggu di rumah sakit.
"Semuanya hilang. Hilang tak berbekas. Rumah diobrak-abrik. Hanya ada uang sedikit di rekening," tangisnya lagi.
Di Jakarta, ibu ini dirawat di rumah sakit selama berbulan-bulan. Setidaknya tiga sakit penyakit mendera tubuhnya. Pertama, penyakit kencing manis (diabetes mellitus), kemudian patah tulang paha serta pembengkakan jantung.
"Jika tak ada BPJS Kesehatan, saya tidak tahu harus berobat bagaimana. Uang sudah habis dicuri orang," katanya.
Belum lagi, sambung dia, adiknya begitu sewenang-wenang memperlakukannya karena ia sakit. Ia yang sedari dulu membenci pertengkaran, saban hari harus 'sarapan' adu tegang urat dari keluarga adiknya.Â
"Ribut melulu. Pagi siang malam. Sakit telingaku. Sudah tau saya sakit, tapi mereka tak menghargai aku. Mereka berubah karena aku sudah jatuh miskin. Aku benar-benar tak mengenal mereka lagi," tuturnya.
Saya beberapa kali menjenguknya di rumah sakit. Menemaninya di ruang tempat dia dirawat. Ia menjujuri, sangat mensyukuri kehadiran #BPJSKesehatanMelayaniNegeri. Lembaga ini seperti juru penyelamat bagi dirinya dan bagi banyak warga.
"Syukur, ada BPJS. Sampai hari ini, saya tidak bayar apa-apa di rumah sakit. Semua biaya perobatan, termasuk tebus obat, ditanggung BPJS (kesehatan). Seandainya bayar, darimana duit saya," terang dia.
Setelah merasa sudah baikan, Norita memilih datang ke Medan demi memulihkan kesehatannya. Dengan harapan, suasana bersama keluarga adik kandungnya yang tinggal di lahan garapan di Jalan Jermal Amplas akan menenangkan beban pikirannya yang mumet.
Sialnya, sejak tinggal di rumah adiknya itu, ia malah tertekan batin. Ia kurang diperhatikan. Bahkan ia tak dirawat dengan baik. "Jika saya tak berontak malam itu, saya pasti sudah mati. Kata dokter, jumlah gula (darah) saya sudah krisis akut. Jantung saya sudah bengkak sekali. Untunglah saya langsung dimasukkan ke ruang IGD," katanya menerangkan, malam ketika ia sudah sekarat namun adiknya bersikukuh tak mau membawanya ke rumah sakit.
Begitu ditangani dokter dengan baik, beberapa jam kemudian kondisi gula darah ibu ini kembali normal. Esok paginya ia sudah baikan. Ia bahkan dirawat selama tiga minggu full di rumah sakit Mitra Medika. Layanan medisnya luar biasa. Kondisi kamar luas, bersih, rapi dan wangi. Ada satu sofa yang bisa dimanfaatkan untuk istirahat oleh keluarga pasien.
Uang pensiun suaminya, itulah yang digunakan Norita untuk membayar iuran BPJS Kesehatannya. Karena ia tak pernah telat membayar iuran, maka  KIS serupa 'kartu sakti' yang bisa dimanfaatkannya untuk mengakses layanan kesehatan dengan mudah dan tidak harus mengeluarkan biaya berobat lagi.
"Dokter Isa, yang mengobati saya baik sekali. Ia melayani saya dengan ramah. Begitu juga para perawatnya. Di rumah sakit, rasanya seperti di rumah sendiri. Saya sampai tak ingin keluar dari rumah sakit ini," jujurnya.
Kini Norita masih terus menjalani proses rawat jalan. Namun ia sudah angkat kaki dari rumah adiknya itu. Ia memilih 'menyepi' ke kota Siantar di tempat orang yang mau menerimanya apa adanya. "Di Siantar ini saya diperlakukan sangat baik. Semangat hidup saya bangkit lagi," ujarnya.
Kejadiran BPJS Kesehatan tak hanya dirasakan oleh Norita. 2016 lalu, sudah ada 180 juta orang penerima manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kartu Indonesia Sehat (KIS).Â
BPJS Kesehatan telah menggelontorkan 152,2 triliun dana bagi sektor kesehatan. Kontribusi sebesar ini tentu saja amat berarti bagi orang-orang sakit dan membutuhkan, sepasti janda Norita.
Kita patut mensyukuri betapa seriusnya #BPJSKesehatanMelayaniNegeri, membantu warga tanpa kecuali. Apalagi, diprediksi, kontribusi JKN-KIS akan mencapai Rp 289 triliun pada 2021 mendatang.Â
Setidaknya ini kabar baik bagi kita semua, sekaligus bukti keberpihakan negara pada rakyat. Bahwa semua orang, tanpa terkecuali, berhak mendapatkan layanan kesehatan. Â Sehingga, orang-orang marjinal tidak hanya bisa berobat. Tetapi BPJS Kesehatan secara tidak langsung telah menolong memulihkan martabat mereka yang termarjinalkan. Itu tentu tak bisa dinilai dengan duit. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H