Sangat disayangkan, sejumlah rekan yang mencoba mengadvokasi pengurusan KK dan KTP dan harus menghadapi teror sms dari para kepala lingkungan serta lurah atau kades. Mereka berang karena laku mereka yang melanggar undang-undang serta etika terbongkar.
Hal-hal beginian, menurut saya, seharusnya bisa dihindari, jika sistem birokrasi kita dibangun dengan transparansi dan kauntabel. Sistem pembuatan administrasi kependudukan sudah saatnya secara online dan siapa saja bisa mendaftarkan diri tanpa harus melalui meja kepala lingkungan, kepala desa atau lurah. Atau bisa disediakan ruang pengaduan terkait kinerja kepling, lurah atau kades yang langsung sampai ke alamatnya mendagri. Hal-hal teknis di lapangan selalu menajdi kendala. Sementara kuasa keala lingkungan dan ades begitu kentara apalagi bagi kaum miskin yang rendah pendidikannya. Selain tak punya banyak waktu untuk mengurus KK dan KTP, mereka juga malas jika berurusan dengan aparatur desa yang hanya mementingkan uang, bukan pelayanan.
Ini jadi tantangan besar di tengah seruan Nawacita Jokowi, yang menegaskan negara hadir saat rakyat membutuhkan. Siapa negara itu? Di konteks ini, negra bisa hadir lewat tangan lurah, kepala lingkungan atau kepala desa, Camat dan Dinas Catataan Sipil. Namun kehadiran negara di sini cenderung bukan menolong, melainkan musuh yang menakutkan, yang kerap menggunakan tangan besinya membunuh para kaum miskin. Membunuh secara halus dengan menghilangkan hak-hak sipilnya.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H