Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rohaniwan Tanpa Doa, Mungkinkah?

16 November 2024   23:17 Diperbarui: 17 November 2024   02:53 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanyalah pengalaman pribadi. Kebetulan ini benar-benar terjadi dalam diriku sendiri. Dengan demikian, tulian ini tidak kumaksudkan untuk mengkritik para rohaniwan yang hidupnya tanpa doa, atau jarang atau pun malas berdoa. Tulisan ini murni tentang diriku sendiri dan berharap mampu memotivasi diriku untuk kembali membangun hidup dalam semangat doa.

Kesadaran diri Sebagai Rohaniwan

Saya sendiri adalah seorang rohaniwan Katolik. Saya ditahbiskan sebagai Pastor Katolik pada 05 Agustus 2021 oleh Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga di Gereja Katolik Stasi Kristus Raja Semesta Alam Paroki Katedral Sta. Theresia Lisieux Sibolga.

Sejak menerima tahbisan, saya sudah banyak sekali melakukan pelayanan rohani kepada umat. Tidak hanya umat Katolik, ada juga beberapa umat dari Gereja lain atau pun agama lain yang datang untuk konsultasi rohani dengan saya.

Dalam pelayanan itu, saya kerap kali diminta untuk melakukan pelayanan dalam konteks berdoa. Doa yang paling utama ialah Perayaan Ekaristi. Selain itu ada juga doa dalam pelayanan sakramentali atau pun doa-doa khusus lainnya seperti saat setelah selesai Perayaan Ekaristi ada beberapa umat yang datang untuk memohon doa kepada ku dan biasanya sambil menumpangkan tangan ke atas kepala mereka, saya pun mendoakan mereka.

Dengan pelayanan yang demikian, saya merasa kalau kekuatan saya yang sesungguhnya ialah doa. Suatu perayaan yang saya mulai tanpa berdoa pribadi sebelumnya, maka saya akan merasa bahwa perayaan itu hanyalah pembacaan teks ritual biasa dan saya pun yang merayakannya akan merasa lelah dan hambar. 

Sekalipun saya mencoba untuk merayakannya dengan khusuk seperti memejamkan mata saat mengucapkan doa yang sudah saya hafal atau juga membuat gerakan dengan penuh kesadaran, tetap saja hatiku tidak merasa damai dan hikmat. 

Dan sesungguhnya itulah kerugian terbesar bagiku, saat semua umat yang saya layani memperoleh kedamaian karena relasi dengan Tuhan yang terasa, saya sebagai pelayan justru tidak mampu merasakannya.

Nasihat dan Teguran dari Mgr Anicetus Sinaga

Saya pernah dinasihati dengan teguran keras oleh almarhum Mgr. Anicetus Antonius Bongsu Sinaga. Beliau marah karena saya tidak menemani beliau ibadat pagi dan lebih dari pada itu, saya tidak mengikuti ibadat pagi itu. "Apa yang akan kamu bagikan kepada umat yang kamu layani jika kamu tidak rajin berdoa!", demikian nasihat dan teguran kerasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun