Sejak kepulangan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) dari Arab Saudi (10/11), FPI menuai banyak sorotan. Sorotan pertama terjadi ketika kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan menimbulkan kerumunan yang besar. Kegiatan itu meliputi penjemputan MRS, perayaan Maulid Nabi dan Resepsi Pernikahan putri MRS. Padahal, di masa pandemi saat ini, kerumunan tergolong sebagai suatu pelanggaran keras.
Sorotan yang kedua ialah perseteruan antara FPI dengan artis Nikita Mirzani. Perseteruan berawal ketika Nikita menyebut habib sebagai tukang obat. Pernyataan Nikita tersebut dibalas oleh Ust Maheer dengan menyebut Nikita dengan sebutan yang tidak sopan karena bersifat merendahkan.Â
Dalam perseturuan tersebut, MRS juga menyebut Nikita dengan sebutan yang sama seperti yang diungkapkan oleh Ust Maheer. Parahnya, penyebutan itu terjadi dalam sebuah kegiatan Maulid Nabi. Akibatnya beberapa habib mengecam pernyataan tersebut karena dinilai melecehkan keluruhan Maulid Nabi.
Sorotan yang terakhir ialah terjadi ketika baliho-baliho MRS diturunkan paksa. Awalnya yang menurunkannya ialah Satpol PP. Namun karena dipasang kembali oleh kelompok FPI, maka TNI langsung turun tangan. Dalam aksi itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman memberi pernyataan tentang usulan pembubaran FPI.
"Kalau perlu FPI bubarkan saja itu. Bubarkan saja. Kalau coba-coba dengan TNI, mari. Sekarang kok mereka ini seperti yang ngatur, suka-sukanya sendiri. Ingat, saya katakan itu (penurunan baliho) perintah saya". (Dikutip langsung dari kompas.com/Jumat, 20 November 2020).
Sebenarnya alasan penurunan baliho-baliho tersebut ialah karena dipasang tanpa izin. Namun ketika pihak FPI kembali memasang baliho-baliho tersebut, maka TNI segera turun tangan, bukan saja untuk menurunkan baliho-baliho tersebut namun juga memberi sebuah peringatan untuk kelompok FPI. Aksi pemasangan kembali oleh FPI tersebut dinilai sebagai sebuah pembakangan atas hukum.
Barangkali masih ada lagi beberapa sorotan yang bisa kita temukan terkait dengan FPI yang terjadi sejak kepulangan imam besar mereka, Muhammad Rizieq Shihab, ke tanah air setelah selama 3,5 tahun berada di Arab Saudi.
Tidak ada yang salah ketika bapak Muhammad Rizieq kembali ke tanah air. Namun ketika kepulangannya membuat sesuatu yang sungguh-sungguh dilarang dan mengganggu keselamatan manusia, maka ia beserta kelompoknya mendapat banyak sorotan.Â
Ada sorotan yang mengecam kerumunan, ada sorotan yang mengecam perkataan dan ada sorotan yang mengecam keberadaan mereka. Singkat kata, kini FPI tengah berada dalam sorotan dari berbagai pihak dan jika mereka tetap dalam keadaannya yang seperti sekarang ini, tidak bisa dipungkiri bahwa lambat laun mereka akan bubar karena dibubarkan.
Itu hanyalah dugaan semata penulis ketika melihat banyaknya sorotan yang mengarah kepada mereka. Sorotan-sorotan tersebut tentunya menjadi pertanyaan atas eksistensi mereka sebagai ormas di Negara tercinta ini. Sampai kapan mereka akan bertahan?
Sebagai ormas, mereka tentunya bisa dibubarkan jika ternyata keberadaan mereka jelas-jelas mengganggu dan merongrong kesatuan bangsa Indonesia. Mereka tidak lebih dari sekedar ormas-ormas pada umumnya. Bahkan Pak Dudung juga mengingatkan bahwa mereka bukanlah perwakilan dari umat Islam.
Demikian pernyataan dari Pak Dudung: "Saya peringatkan, dan saya tidak segan menindak dengan keras. Jangan coba mengganggu persatuan dan kesatuan, jangan merasa mewakili umat Islam". (Dikutip langsung dari kompas.com/Jumat, 20 November 2020).
Untuk itu, jika kelompok FPI ingin agar keberadaan mereka tetap diakui maka mereka pun harus berani untuk berbenah diri. Baik juga jika ide mereka tentang revolusi akhlak dimulai dari dalam diri mereka sendiri. Tujuannya ialah bukan semata-mata agar mereka tetap terakui sebagai sebuah ormas, tetapi juga agar apa yang mereka anggap baik untuk disumbangkan kepada Negara Indonesia bisa terwujud.
FPI tentunya bisa menjadi ormas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan ormas-ormas lainnya. Mereka adalah ormas yang bernuansakan agama. Oleh karena itu, nilai-nilai keagamaan bisa menjadi sumbangan yang khas dari mereka untuk Negara kita ini.
Namun meskipun demikian, ormas bukanlah satu-satunya sarana penyampaian aspirasi kepada Negara. Dengan bersikap sebagai seorang warga Negara yang baik dan taat hukum, juga telah merupakan aspirasi tersendiri bagi kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H