Pernahkah kita mengalami peristiwa saat kita tidak menyapa seseorang, tetapi tiba-tiba orang itu menyapa kita? Saya pernah mengalaminya. Ceritanya demikian.
Suatu sore saya sedang membuat sampah ke tempat sampah yang ada di depan rumah kami. Tempat sampah itu berada tepat di pinggir jalan.
Saat hendak kembali ke rumah, saya melihat seseorang mengendarai sepeda motor. Ia hendak melewati saya. Saya mencoba melihat siapa dia, namun karena saya tidak mengenalnya maka wajahku segera kupalingkan dari padanya.
Tiba-tiba, saat saya hendak menutup gerbang, orang itu membunyikan kleksonnya dan tersenyum ke arah ku. Sebenarnya saya terkejut dan malu, namun saya balik menyapa dengan berkata, "Halo".Â
Saya terkejut karena tidak menyangka dia akan menyapa saya. Saya juga merasa malu karena sewaktu melihatnya saya memalingkan wajah dari padanya. Saya tidak menyapanya karena saya tidak mengenalnya.
Dengan perasaan malu di dalam hati, saya meneruskan pekerjaanku membersihkan pekarangan rumah sambil menerka-nerka siapa gerangan orang itu. Apakah dia mengenal ku?Â
Bisa saja kami memang saling mengenal, namun karena dia mengenakan helm maka saya tidak bisa mengenalnya. Itulah yang membuat saya pun mengurungkan niat untuk menyapanya.Â
Namun, jika dia benar-benar mengenal saya, wajar saya merasa malu karena tidak mau menyapanya saat kami sudah saling melihat.
Beberapa saat kemudian, pekerjaan ku selesai. Saya segera mandi. Setelah mandi, saya kembali ke beranda rumah untuk menikmati senja seperti yang biasa saya lakukan selama ini.
Dalam suasana reflektif, saya kembali mengenang peristiwa yang baru saja saya alami. Saya ingat bagaimana ekspresi malu yang kurasakan saat tiba-tiba orang yang tidak saya kenal itu menyapa saya padahal saya telah dengan sengaja memalingkan wajah darinya sebagai tanda bahwa saya tidak mengenalnya atau kami tidak saling kenal. Namun, dia menyapa saya dan sapaannya itu membuat saya malu kepada diri ku sendiri.
Segera saya menghakimi diriku sendiri: apa yang salah dengan menyapa orang yang tidak kita kenal?Â
Bukankah tugas kita pertama-tama ialah memberi sapaan, entah itu kepada mereka yang kita kenal, juga kepada mereka yang tidak kita kenal? Menyapa itu, dalam dirinya sendiri adalah baik dan mengapa saya tidak melakukannya?
Akhirnya, sejak peristiwa itu, dan dalam permenungan senja saat itu, saya pun membangun niat untuk berani menyapa semua orang dan berusaha untuk lebih dahulu menyapa. Bukan karena saya kenal siapa orang yang saya sapa tetapi karena menyapa itu dalam dirinya sendiri adalah baik.Â
Dengan demikian, saat saya memberi sapaan kepada orang lain itu berarti saya menebar kebaikan kepada mereka, dan kebaikan memang harus selalu dibagikan kepada siapa saja, bukan saja kepada mereka yang kita kenal, tetapi juga kepada mereka yang tidak kenal.
Itulah permenungan senja yang saya terima. Saya yakin itu dari Tuhan, karena kehendak Tuhan ialah berbuat baik kepada sesama sebagaimana Ia telah selalu memberi kebaikan setiap saat di dalam hidup ku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H