Ada begitu banyak kata jorok yang bisa saja diucapkan oleh publik, namun mengapa hanya kata "anjay" yang menarik perhatian Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).
Mereka meminta agar kata itu dihentikan penggunaannya oleh publik karena dinilai merendahkan martabat dan menghina penerima kata tersebut (dikutip dari Kompas, Minggu, 30 Agustus 2020).
Saya juga pernah menerima ucapan itu dari seorang teman. Dia berkata demikian: "Anjay, kamu luar biasa!" Saat itu saya baru saja memenangkan sebuah perlombaan di kampus dan ia memberikan ucapan selamat dengan mengikutsertakan kata anjay tersebut.
Sebenarnya saya kaget karena merasa dikatai dengan kata jorok yaitu kata lebih menjurus ke kata anjing.
Tetapi karena saya baru mendengar kata itu makanya saya menahan amarahku dan berusaha mengerti bahwa temanku itu sedang berbangga hati atas prestasiku. Dia adalah sahabatku terbaikku dan saya sudah lama menjalin persahabatan dengannya.
Inilah persoalan yang sebenarnya terjadi terkait dengan banyaknya kata yang bisa digunakan oleh publik kepada lawan bicaranya.Â
i daerah Flores, saat Bapak Uskup datang ke suatu tempat, maka umat Katolik biasanya spontan berkata "Pukki Mai, Uskup datang" yang berarti (Kurang ajar, Uskup datang). Apakah mereka sedang merendahkan Bapak Uskup, seorang Pemuka Agama yang sangat dihormati oleh umat Katolik?
Seorang teman yang dari Flores menjelaskan kepada ku bahwa perkataan itu bukan bermaksud merendahkan tetapi lebih merupakan ekspresi kekaguman, kegembiraan besar atas kedatangan seseorang yang sangat mereka hormati ke tempat mereka.
Barangkali, menurut hemat liarku, jika suatu saat Bapak Uskup datang ke suatu tempat di mana orang-orang yang ada di tempat itu cenderung mengucapkan kata "Anjay", maka mereka pun akan berkata "Anjay, Uskup datang". Dan itu ungkapan kekaguman dan kegembiraan, bukan merendahkan atau melecehkan.
Di daerah Batak juga memiliki peristiwa yang hampir sama dengan itu. Saat kita telah akrab kepada seseorang, maka memanggil dia dengan kata "bodat", yang artinya monyet, bukanlah sesuatu yang negatif atau merendahkan.
Dan teman kita itu pun akan membalasnya dengan kata yang sama, bodat. Kata bodat untuk mereka yang telah akrab menjadi kata yang bernuansa positif.
Sesungguhnya persoalan yang terjadi ialah apa kandungan yang hendak dimaksudkan oleh sipengucap saat ia mengucapkan suatu kata seperti anjay atau kata-kata yang secara hurufiah mengandung arti negatif, kepada lawan bicaranya.
Karena adakalanya, kata yang benar-benar mengandung arti positif pun bisa menjadi pemicu perkelahian saat diucapkan tidak dalam konteksnya yang sebenarnya.
Sebagai orang muda dewasa ini saya hanya berharap agar kata apa pun yang kita digunakan hendaknya tidak dimaksudkan untuk membawa lawan bicara dan juga para pendengar lainnya kepada sesuatu yang negatif.
Sebaliknya, jika dengan kata itu kita menjalin keakraban satu dengan yang lainnya maka tidak boleh tidak kita harus mengucapkannya, sekalipun itu adalah kata "anjay". Semoga Komnas PA tidak menjadi marah dengan argumenku ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI