Suatu hari saya memperlihatkan kepada seorang teman fotoku yang sedang memandikan burung peliharaan Romo Pembimbing Rohani ku. Saat saya memperlihatkannya, sponta teman saya itu berkata demikian: "Ah, hanya akting". Saat itu saya menanggapinya dengan tertawa sambil berusaha menyakinkannya bahwa saya melakukannya dengan sungguh-sungguh. Tetapi dia meragukan hal itu.
Sesampainya di rumah saya bermenung tentang respon dari temanku tersebut. Saya menfokuskan diri pada kebaikan yang nampak bagi orang lain dan apa motivasi yang terselubung di dalamnya.
Saya punya keyakinan bahwa setiap orang pasti senang melihat orang yang bersikap dan berbuat baik. Saya juga yakin bahwa setiap orang pasti suka dengan orang yang hidupnya saleh, rajin beribadat dan disiplin. Dan lagi, saya juga yakin bahwa setiap orang suka dengan orang yang selalu mengupayakan kebahagiaan orang yang ada di sekitarnya. Singkatnya, saya yakin bahwa setiap orang menyukai orang yang dalam segala perbuatannya adalah baik adanya.
Namun pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya ialah, sejauh manakah perbuatan baik itu tidak disebut sebagai kemunafikan? Munafik yang dalam artian hanya ingin terlihat baik, hanya ingin terlihat saleh, hanya ingin terlihat bersimpati, dan hanya ingin kebaikannya terlihat oleh orang banyak.
Sebenarnya pertanyaan saya itu adalah mudah untuk dijawab. Perbuatan baik tidak akan disebut sebagai kemunafikan saat perbuatan baik itu dilakukan dengan tulus hati. Kebaikan yang dilakukannya lahir dari hatinya yang tulus. Kalau begitu apa yang menjadi persoalan dari pertanyaanku tersebut?
Sebenarnya arah pertanyaan saya ialah bagaimana caranya agar kita tidak terganggu dengan tuduhan sebagai orang yang munafik saat kita sedang berbuat baik. Atau apa yang harus kita pikirkan saat kita sedang berbuat baik sehingga kita terbebas dari rasa takut dianggap sebagai penjilat?
Untuk pertanyaan ini butuh waktu yang lama saya menemukan jawabannya. Namun untuk saat saya mulai bergulat dengan pertanyaan tersebut saya menemukan jawaban demikian. Setiap orang dicipta dalam kebaikan. Ia berasal dari yang baik, bahkan Sang Maha Baik yaitu Allah. Oleh karena berasal dari yang Maha Baik maka sejatinya setiap orang harus melahirkan kebaikan.Â
Kebaikan yang dilahirkan itu tidak muncul dari motivasi untuk membela kepentingan pribadi atau karena ada maunya tetapi kebaikan itu muncul dari hati yang sadar akan tugas pokoknya untuk selalu berbuat baik dalam hidupnya karena ia berasal dari Sang Maha Baik. Itulah kebaikan sejati.
Kebaikan sejati jelas berbeda dengan kebaikan yang munafik. Kebaikan sejati lahir dari hati yang tulus dalam suatu kesadaran akan tugas pokok untuk selalu berbuat baik dalam hidup. Sementara kebaikan yang munafik lahir dari hati yang mengharapkan imbalan dari apa yang baik yang telah dilakukan. Buahnya pun berbeda. Buah dari kebaikan sejati adalah kebaikan bagi yang menerima atau yang mengalaminya. Sementara buah dari kebaikan munafik adalah kehancuran bagi mereka yang menerima atau melakukannya.
Oleh karena itu, sebenarnya kita diminta untuk tampil sebagai pribadi yang mengerti bahwa kebaikan adalah tugas utama dalam hidup. Tidak ada kehendak lain yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan dalam hidup ini selain dari pada berbuat kebaikan bagi lingkungan dan sesama. Hingga akhirnya, kebaikan itulah yang nantinya menjadi bagian dari ibadah kita kepada Tuhan.
Saat saya selesai dalam permenungan tersebut, saya tidak sabar untuk membuktikan kepada teman saya tersebut bahwa kebaikan yang saya lakukan itu adalah sejati bukan munafik.Â
Saya bersaksi atas kesadaran diri yang berasal dari Sang Maha Baik. Namun selain itu saya pun hendak berterima kasih kepada teman tersebut. Lewat reponnya yang demikian saya mulai waspada dengan setiap kebaikan yang saya lakukan. Dari saat itu saya pun mulai rajin mempertanyakan motivasi kebaikan yang kulakukan setiap hari dalam hidupku. Apakah lahir dari kesadaran diri akan tugas untuk berbuat baik atau karena ada maunya.
Permenunganku saya tutup dengan doa syukur kepada Tuhan yang telah menghadirkan bagi ku sosok yang berani untuk memberi koreksi atas motivasi kebaikan yang kulakukan, baik yang telah kulakukan maupun untuk kebaikan yang akan kulakukan.
Salam kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H