Awalnya saya ingin dibimbing dalam mengatasi persoalan diriku yang mudah tersinggung. Tema ini sesuai daftar tema yang telah saya susun sebelumnya. Namun, setelah bercerita tentang situasi yang saya alami selama, ternyata masalah saya bukan mudah tersinggung tetapi pribadi yang sombong dan sekaligus minder.
Ya, saya orang yang sombong namun di sisi lain adalah minder. Menurut romo pembimbing, saya memiliki kedua sifat tersebut. Saya bukan hanya jatuh pada sikap sombong tetapi juga minder. Keduanya ada dan mendominasi dalam diriku.Â
Jika pada orang lain pada umumnya hanya satu sifat yang dimiliki, saya keduanya. Dan spontan saya menyebut diri sebagai pribadi yang memiliki sifat negatif yang sempurna minder namun sombong juga.
Sifat negatif tersebut saya simpulkan berdasarkan pengalaman selama ini. Saya adalah orang yang sombong saat bisa diandalkan dalam satu bidang.
Namun, jika saya mengetahui bahwa ternyata ada orang yang lebih hebat dari saya maka saya akan ciut dan tidak berani tampil lagi. Misalnya, awalnya saya mengira bahwa di antara angkatanku hanya dirikulah yang bisa bermain organ.
Tetapi setelah ada teman yang juga mampu bermain organ, dan lagi permainannya jauh lebih baik dari permainan saya, maka saya tidak lagi sering bermain organ. Saya langsung minder ketika melihat permainan organnya.
Yang membuat saya mendapat julukan diri sebagai orang yang sombong ialah ketika saya enggan untuk bertanya atau minta diajari oleh teman tersebut, bagaimana ia bisa bermain lebih hebat dan lebih baik.
Saya merasa tidak nyaman untuk menyadari kekurangan diriku dalam bermain organ dan mengakui keunggulannya. Akibatnya kemampuan bermain organ yang saya miliki pun tidak berkembang bahkan telah jauh merosot, sementara teman saya itu semakin berkembang.
Selain itu, saya juga sering menganggap bahwa setiap prestasi yang kuperoleh adalah hasil usaha pribadiku sendiri. Saya tidak bisa melihat partisipasi orang lain dalam perolehan prestasi tersebut. Inilah yang membangun sikap sombong dalam diriku untuk tidak berkenan diajari oleh orang lain yang nyata-nyatanya memiliki kemampuan lebih dari ku.
Romo pembimbingku mengatakan bahwa saya harus mendamaikan kedua sifat tersebut. Caranya ialah dengan sikap partisipatif dan syukur. Partisipatif maksudnya ialah, saya harus mengambil bagian dalam kehidupan bersama dengan menyumbangkan kemampuanku, tidak peduli seberapa hebat atau lemahnya diriku.
Syukur maksudnya, saya menyadari kelemahan dan kelebihan yang kumiliki dan selanjutnya saya harus bersyukur untuk itu. Syukur itu harus diucapkan dalam doa agar membatin dan membentuk sikap ke arah yang positif sehingga baik kelemahan maupun kelebihan tidak menjadi boomerang dalam diriku.