Pembaruan yang dikemukakan dalam Kitab Ezra hanya satu yaitu masalah perkawinan dengan orang asing. Ezra ingin memurnikan identitas bangsa Israel dengan memerintahkan bahwa setiap orang Israel yang menikah dengan orang asing harus meninggalkan pasangannya tersebut beserta juga anak-anaknya yang lahir dari hubungan mereka. Mereka adalah orang Israel yang tidak ikut dibuang ke Babel dan mereka telah mengadakan kawin campur dengan orang asing, yaitu dengan orang Kanaan, orang Het, orang Feris, orang Yebus, orang Amon, orang Moab, orang Mesir dan orang Amori (lih Ezra 9:1). Terhadap para bangsa tersebut, sejak awal Musa telah melarang mereka untuk mendekati dan membuat ikatan terhadap mereka (lih Ul 34:11).[9]
Dengan meminta agar bangsa Israel yang telah terikat dengan kawin campur menyuruh pergi pasangan dengan anak-anak mereka (lih Ezra 10:44), pertanyaan yang muncul adalah apakah tindakan ini tidak menyimpang dari hukum perceraian dalam Ulangan 24:1-4. Walter Kaiser mengatakan bahwa Ul 24:1-4 mengizinkan perceraian yang ditimbulkan oleh "sesuatu yang tidak senonoh" pada isteri. Sebagai imam yang taat pada hukum taurat, Ezra sangat memahami apa yang menjadi isi dari Ul 24:1-4 ini. Ia memahami bahwa kepercayaan dan kebiasaan perempuan-perempuan kafir (atau setidak-tidaknya praktik yang sinkretistik) termasuk dalam kategori "tidak senonoh" seperti yang disebutkan oleh hukum tersebut.[10]
6.2 Pembaruan yang Dilakukan Nehemia
Pembaruan pertama yang dilakukan oleh Nehemia ialah menyelesaikan berbagai persoalan internal yang mengancam kesatuan umat. Pertama, tentang ketidakadilan yang menimpa orang-orang miskin (lih Neh 5:1-13). Banyak penduduk sedang mengalami kelaparan dan tidak memiliki uang untuk membeli makanan (5:2).Â
Ada juga yang menggadaikan harta miliknya guna membeli makanan (5:3). Ada yang menggadaikan hartanya untuk membayar pajak raja (5:4) dan yang lain dipaksa menjual anaknya sebagai budak untuk menutup utang-utang mereka (5:5). Sesungguhnya tentang utang dan perbudakan telah memiliki hukumnya sendiri dan itu diatur dalam Kel 21:2-11; 22:25-27; Im 25:1-55. Ul 15:1-18; Ul 24:10-13. Namun yang menjadi persoalan di sini bukan sekedar tersedianya peraturan-peraturan tersebut melainkan soal ketidakadilan dan jiwa dari hukum itu sendiri sebab banyak rakyat yang tidak mampu bertahan lagi.[11]
Untuk persoalan ini, Nehemia mengumpulkan orang-orang Yahudi kaya yang telah memberikan gadai kemudian menatar mereka dan memerintahkan melepaskan gadai dan menghapuskan pinjamannya. Mereka menyutujuinya (lih Neh 5:12-13). Nehemia sendiri berjanji melakukan hal yang serupa (lih Neh 5:6-11).Â
Ia mempersembahkan hartanya (lih Neh 5:14-19). Kepada orang-orang Yahudi kaya, Nehemia memerintahkan agar menyerahkan harta benda mereka dengan sukarela. Sesungguhnya Nehemia telah memberikan lebih banyak hartanya dibandingkan dengan orang kaya Yahudi lainnya karena ia sendiri adalah seorang gubernur di propinsi tersebut dan dengan jabatan itu ia mestinya hidup dari dari propinsi itu sendiri namun tidak dilakukannya. Itu ia lakukan untuk menuntut jiwa kedermawanan dari orang-orang kaya Yahudi.[12]
Pembaruan yang kedua ialah Nehemia ikut serta dengan Ezra dalam pembacaan Kitab Taurat juga dalam upacara pembacaan "ikrar kesetiaan kepada perjanjian" (Neh 8-10). Efek dari ikrar ini ialah rakyat memisahkan diri dari orang asing dan berjanji tidak mengawini atau memberikan anak perempuannya kepada orang asing (lih Neh 10:28-30). Efek berikutnya ialah orang Yahudi tidak akan membeli dagangan dari orang asing yang berjualan pada hari Sabat (lih Neh 10:31). Mereka berjanji untuk membayar pajak bagi rumah Allah (lih Neh 10:32-33). Mereka juga berjanji membawa kayu api untuk mezbah (lih Neh 10:34). Mereka berjanji untuk mendukung keperluan para pelayan Bait Suci, imam-imam dan orang Lewi (lih Neh 10:35-39).[13]
 Pembaruan terakhir ialah penyucian dan pemurnian bangsa Yahudi. Pertama ialah pemisahan diri dari orang asing (lih Neh 13:1-3). Kedua, mengusir Tobia dan menyucikan Bait Suci (lih Neh 13:4-9). Ketiga, memerintahkan umat untuk menyerahkan persepuluhan dan menetapkan pengawas perbendaharaan untuk menjamin tersalurnya sumbangan bagi para pelayan rumah Allah, yaitu orang-orang Lewi dan para penyanyi dari rumah Allah (lih Neh 13:12-13). Keempat, menegur dan memerintahkan agar tidak mengulanginya kembali orang-orang Yahudi dan orang-orang asing yang melanggar peraturan Sabat (lih Neh 13:15-22). Kelima, memerintahkan rakyat agar berjanji tidak akan mengambil isteri dari perempuan asing lagi karena persaoalan kawin campur kembali muncul (lih Neh 13:28-29). Dalam pembaruan yang terakhir ini, Nehemia melakukan tindakan pemurnian dari segala kecemaran, penegakan ibadah yang benar dan menetapkan peratura-peraturan mengenai banyak perkara.[14]
7. Teologi Kitab Ezra-Nehemia
Teologi kitab Ezra-Nehemia ialah menekankan bahwa umat Allah memiliki kesinambungan dengan Israel Pra-Pembuangan. Bagi mereka, peristiwa keluaran dari Babel dan kepulangannya ke Yerusalem merupakan keluaran kedua setelah keluaran dari Mesir. Ezra dan Nehemia juga menekankan kesatuan umat Allah, dikhususkan dalam artian tidak tercemar. Selain itu, teologi dari kedua kitab ini menekankan pentingnya Bait Suci dan ibadah yang dilakukan di dalamnya. Sejalan dengan itu, kedua kitab ini juga menekankan arti pentingnya Kitab Suci. Mereka mengajak untuk membangun sikap taat kepada kitab Taurat Musa. Poin teologi selanjutnya ialah doa yang memainkan peranan menonjol dalam kedua kitab ini. Yang terakhir ialah kasih karunia atau rahmat Allah yang telah membebaskan mereka lewat kebijaksanaan dari penguasa Persia.[15]