Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Selalu Membutuhkan Teman

3 Juli 2019   08:06 Diperbarui: 3 Juli 2019   08:23 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu, Kamis, 03 November 2016, seorang teman kami, Fr. Juformian Ferdinandus Sidabutar, pergi meninggalkan kami di seminari ini. Sebelumnya ia adalah pribadi yang paling suka membuat suasana humor di antara kami. 

Hampir tidak ada suasana yang penuh tawa dengan kehadirannya. Sungguh kami sangat berbahagia, ceria, penuh dengan tawa dan juga semangat dibuatnya. Oleh karena itulah mengapa pada hari itu kami merasa bersedih ketika ia pergi meninggakan kami. Dia pergi dengan kenangan yang dominan positifnya dan kepergiannya hari itu membuat kenangan itu tampil lagi ke permukaan pikiran kami. 

Ia telah pergi dan kami harus menerima kenyataan itu. Kami sesungguhnya merasa sangat bersedih tetapi itu tidak mampu mengubah kenyataan tersebut. kami harus rela melepasnya pergi untuk suatu hidup yang telah ia rencanakan. 

Dia pantas melakukannya karena itu menyangkut hidup dan masa depannya. Kami tidak boleh menghalanginya. Kami tidak boleh egois dengan lebih mengutamakan atau memikirkan kebutuhan atau pun rasa nyaman kami ketika berada bersama dia. "Selamat jalan kawan, gapailah hidupmu. Doa kami menyertaimu."

Sebenarnya kami belum rela kehilangan dia dan kami pun tidak tahu kapan waktunya kami akan rela. Hampir semua dari kami teman satu angkatannya pergi untuk mengantar dia ke loket atau terminal bus, di Parluasan Pematangsiantar. Kami mengantarnya dan setibanya di sana kami masih mengambil waktu untuk bercanda ria dengannya. 

Kami tidak punya waktu yang cukup untuk menemani dia hingga saat keberangkatannya tiba. Dia berangkat pukul 18.00 WIB, sementara kami harus bersiap-siap untuk ibadat sore dan misa komunitas setengah jam kemudian. 

Sungguh disayangkan bahwa kami tidak bisa melakukannya. Lagi-lagi untuk saat-saat terakhir bersamanya pun tidak ada lagi. Kami kembali ke seminari sambil menatapnya berdiri sendirian di keramaian orang. Semakin lama kami tidak lagi bisa melihatnya. Itulah saat di mana kami tidak bersamanya lagi. "Selamat menikmati hidup yang baru teman."

Pergantian Teman

Hampir selama Sembilan tahun saya menjalani hidup sebagai calon imam, terhitung sejak masuk Seminari Menengah, saya selalu mengalami ditinggalkan teman. Belum sempat rasa senang, akibat punya teman baru, puas dialami langsung datang rasa duka karena kepergian satu orang teman. 

Semua terjadi begitu saja; ada teman baru tapi teman lama yang telah akrab pergi menjauh. Itu terjadi karena tidak ingin jadi imam lagi atau karena di keluarkan oleh staf. Saya merasa sangat sedih karena pada saat itu rasa nyaman bersama atau yang bisa kita nikmati dengan keberadaannya berakhir dan belum tentu kita akan bertemu dengan dia lagi.

Menjadi hal penting

Teman menjadi hal yang sangat penting dalam menjalani panggilan, dan saya pikir bukan hanya sebagai caon imam tetapi juga jalan hidup yang lain. Inilah kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang bersama dengan yang lain meneguhkan eksistensi. Teman dalam panggilan ini banyak kegunaannya. Bukan bermaksud menjadikannya sebagai benda tetapi yang saya maksud di sini ialah fungsi teman.

Dalam menjalani panggilan ada kalanya kita merasa bosan atau bingung. Dalam hal ini teman bisa memberikan suatu kreatifisasi hidup yang membuat bosan atau bingung itu kehilangan asalan adanya. 

Di kala dirasa beratnya mengerjakan tugas, teman membantu meringankannya. Kalau hendak jalan-jalan ke kota harus bawa teman biar tidak kena cap sebagai yang pergi diam-diam untuk suatu tujuan yang pribadi sifatnya dan juga untuk bertukar pendapat tentang apa yang membuat hati kita tertarik saat berjumpa dengan banyak hal yang ada di kota. Dalam hal ini teman menjadi syarat untuk ke kota. Kalau tidak ada teman jangan coba-coba pergi ke kota.

Sebetulnya, teman hampir menjawab segala yang kita perlukan dalam menjalani hidup. Dia adalah segalanya. Dia menyediakan banyak hal yang kita perlukan. Kita memang sangat butuh teman.

Tidak ada alasan yang masuk akal jika kita tidak butuh teman atau bantuan dari teman saat menjalani hidup ini.  Kita adalah makhluk yang terbatas, yang karena keterbatasan itu tidak selamanya kita bisa siaga terhadap semua yang terjadi dalam hidup kita. Pada saat ini mungkin kita bisa tampil dengan penuh kesiagaan tetapi siapa bisa menebak tentang apa yang akan terjadi pada hari esok.

Syukur pada Tuhan yang menciptakan kita sempurna dengan bantuan teman yang sepadan dengan kita. Kesempurnaan kita terletak pada seberapa setianya diri kita berada dalam kebersamaan dengan teman. 

Di sana kita bersama teman kita berada dalam kegiatan saling memberi sesuatu yang masing-masing kita butuhkan. Kalau mau disingkat, teman adalah rahmat terbesar yang boleh kita dalami sebagai bagian dari hidup kita.

Rasa marah atau permusuhan memang sering terjadi dan kita tergoda untuk memandangnya atau menilainya sebagai sebuah tanda bahwa tidak semua adalah baik yang keluar dari teman. 

Bagi saya itu keliru. Rasa marah dan permusuhan adalah tanda bahwa kita masing-masing belum berhasil menemukan hal terindah yang disediakan Tuhan  bagi kita melalui teman. 

Rasa marah dan permusuhan adalah suatu bentuk dialog timbal-balik atau diskusi antara kita dengan teman tentang mana yang seharusnya terjadi atau mana yang merupakan kehendak Tuhan.

Secara perlahan-lahan, saya harus berani memahami bahwa pergantian teman yang terus-menerus terjadi adalah suatu isyarat bagiku betapa banyak hal yang perlu saya pahami tentang kehendak Tuhan bagiku. 

Sahabat-sahabatku adalah utusan Tuhan yang melalui sikap atau pun kepribadiannya yang masing-masing adalah unik menampilkan kepadaku suatu kebenaran yang beraneka ragam bentuk dan luasnya. Ini akan membuat saya semakin kaya dalam semua kemiskinanku untuk mengenal kehendak Tuhan dalam hidupku. 

Bukan bermaksud mengucap syukur atau bahagia atas kepergian Fr. Ferdi, tetapi aku mau mengatakan bahwa dengan kepergiannya pun dia telah berhasil menyampaikan suatu kabar dari Tuhan yaitu supaya aku ingat semua tentang yang baik yang pernah ia tampilkan dan tawarkan selama saya berada bersama dia.

 Dia pergi agar itu semua menjadi mudah kuresapkan dalam hidupku. Analoginya seperti sebuah gunung yang akan terlihat semakin tinggi dan megah bila kita bergerak menjauhinya. Demikian juga ia dan semua sahabatku yang telah pergi akan semakin terkenang semua kebaikannya bagiku saat mereka tidak lagi bersamaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun