Diawal penyebaran virus covid-19 di China, banyak yang menganggap, termasuk saran institusi kesehatan di Amerika Serikat, bahwa masker sebaiknya untuk orang yang sakit dan tidak dipakai untuk orang sehat.
Ditambah beredarnya informasi bahwa masker tidak efektif memfilter virus karena ukuran virus yang lebih kecil (20-100 nm) dibanding ukuran lubang/celah pada masker.
Orang yang memakai masker di beberapa negara, khususnya Eropa dan Amerika Serikat, juga sering dipandang negatif dan aneh, sehingga orang enggan memakai masker ketika beraktifitas.
Sebulan lalu orang masih biasa berpergian tanpa masker, mengunjungi bioskop, theather di kota New York. Orang masih enggan memakai masker walaupun sudah ditemukan kasus covid-19 di awal maret. Namun hanya dalam waktu 2 minggu, jumlah pasien melonjak tajam mencapai puluhan ribu pasien.
Hal serupa juga terlihat di Negara Eropa yang tidak biasa memakai masker seperti Italy, Spanyol, Perancis dan Inggris yang mengalami lonjakan tajam jumlah pasien dalam waktu yang singkat.
Namun di beberapa negara Asia Timur yang biasa menggunakan masker, seperti Taiwan, Jepang dan Hongkong, jumlah pasien relatif terkendali walaupun tidak ada lockdown (lihat gambar bawah). Bahkan China yang mulai berkurang jumlah pasiennya, masih menganjurkan warganya untuk memakai masker.
George Gao, direktur umum Chinese Center for Disease Control and Prevention (CDC), ketika diwawancarai oleh majalan Science, mengungkapkan bahwa salah satu kesalahan besar yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa adalah warganya tidak memakai masker.
Mekanisme Penularan VirusÂ
Salah satu mekanisme penularan virus covid-19 adalah melalui cairan saat bersin/batuk yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi covid-19. Cairan tersebut bisa masuk melalui hidung orang lain atau jatuh ke permukaan benda yang kemudian tersentuh tangan orang lain.
Untuk mengetahui lebih detail mekanisme penularan virus, peneliti Jepang melakukan eksperimen dengan menggunakan laser dan kamera yang bisa melihat cairan berukuran mikro meter (0.001 mm), untuk melihat penyebaran cairan saat bersin. Hasilnya, cairan berukuran mikro atau aerosol tetap berada di udara hingga waktu yang lama dan menyebar dengan cepat di ruangan tertutup.
Selain itu, ketika berbicarapun orang akan mengeluarkan aerosol dari mulutnya dan cairan tetap berada di udara dalam waktu yang lama di ruang tertutup.
Aerosol yang mengandung virus, diduga menjadi penyebab utama infeksi massal khususnya di ruang tertutup. Ditambah lagi, sebagian besar orang yang positif covid-19, tidak memiliki gejala seperti batuk atau panas yang tinggi. Sehingga bila tidak menggunakan masker, akan sangat mudah tertular.
Keefektifan maskerÂ
Cara kerja masker berbeda dengan saringan yang menyaring berdasarkan ukuran partikel. Masker bisa menangkap partikel kecil karena fenomena gerak brown. Gerak brown adalah gerak partikel secara zigzag/random secara terus menurus dalam suatu medium (misal udara).
Peneliti di Keio University melalui videonya di youtube melakukan eksperimen untuk mengukur seberapa efektif masker menangkap nanopartikel (10-150 nm) yang ukurannya sama dengan virus.
Hasilnya, masker biasa pun mampu menangkap 70% nanopartikel. Ditambah lagi, karena virus tidak berdiri sendiri namun bisa berupa aerosol yang berukuran lebih besar (mikro meter), akan lebih mudah tertangkap oleh masker.
Japan Hygienic Product Industry Association juga pernah merilis data bacterial filtration efficiency (BFE, 3 mikro meter) dan virus filtration efficiency (VFE, 1.7 mikro meter) untuk masker biasa. Hasilnya baik BFE dan VFE mencapai 99%. Sehingga bisa disimpulkan masker efektif dalam mencegah penularan virus lewat aerosol.
Masker khusus seperti N95 atau KN95 tentu lebih efisien dalam menangkap virus dibanding masker biasa, namun lebih baik digunakan oleh tim medis yang berhadapan langsung dengan pasien.
Perlu dicatat bahwa cara penggunaan masker yang baik juga sangat penting dalam pencegahan penyebaran virus. Ketika menggunakan masker pastikan tidak ada celah antara masker dan muka, dan dagu tertutup dengan masker agar virus tidak masuk melalui celah-celah tersebut.
Selain itu, ketika melepas masker, pegang bagian talinya dan hindari menyentuh bagian luar masker. Dan jangan lupa, untuk mencuci tangan setelah memakai masker.
Alternatif bahan masker
Masker biasa atau surgical masker sangat sulit didapat belakangan ini. Ada yang mencoba merecyclenya masker biasa dengan menyeterika atau mencuci dengan cairan disinfektan. Namun cara ini tidak direkomendasi oleh produsen masker karena dapat merusak struktur masker sehingga mengurangi efisiensi masker.
Bagaimana dengan masker dari bahan lain seperti kain? Hasil eksperimen dari peneliti yang sama dari Keio University menunjukkan saputangan yang dilipat dua memiliki efisiensi yang sama dengan masker biasa. Sehingga masker kain dengan 2 lapis bisa dijadikan alternatif bahan masker.
Belakangan ini di Jepang mulai populer masker kain karena bisa dipakai berkali-kali. Pemerintah Jepang juga berencana membagikan masker kain ke warganya secara gratis, 2 lembar/keluarga.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, selain physical distancing dan membiasakan cuci tangan dengan sabun/disinfektan, perlu digalakkan juga penggunaan masker khususnya ketika berpergian.
Anggap saja diri sendiri mempunyai peluang menyebarkan virus tanpa disadari kepada orang lain. Sehingga masker tidak hanya untuk melindungi diri sendiri, namun juga orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H