Pemilihan Wali Kota Bogor 2024 semakin mendekat, dan suhu politik di Kota Hujan semakin memanas. Berbagai survei mulai menunjukkan tren pergeseran suara yang signifikan, terutama terkait pasangan calon yang berpotensi menjadi penantang serius bagi petahana. Di tengah persaingan sengit, nama Atang Trisnanto dan pasangannya, Annida Allivia, kini muncul sebagai pesaing kuat setelah mengalami lonjakan elektabilitas yang luar biasa dalam berbagai survei. Kenaikan suara Atang menjadi pusat perhatian, bahkan menjadi ancaman nyata bagi pasangan petahana Dedie Rachim dan Jenal Mutaqin yang sebelumnya mendominasi. Mari kita bahas hasil survei terbaru, tren kenaikan suara Atang, serta faktor-faktor yang mendorong elektabilitasnya hingga melejit, diikuti tantangan dan peluang yang dihadapinya untuk memenangkan Pilkada 2024.
Hasil Survey: Atang Naik Pesat, Dedie Stagnan
Survei terbaru yang dilakukan oleh beberapa lembaga independen, termasuk Charta Politika, menunjukkan pergeseran dramatis dalam peta politik Kota Bogor menjelang Pilkada 2024. Pasangan nomor urut 2, Atang Trisnanto dan Annida Allivia, yang semula berada di angka 3-4% dalam survei sebelumnya, kini melonjak hingga 21%. Kenaikan hampir lima kali lipat ini menjadi fenomena politik yang menarik dan mengguncang panggung Pilkada Kota Bogor.
Sementara itu, pasangan petahana Dedie Rachim dan Jenal Mutaqin yang sebelumnya stabil dengan elektabilitas di kisaran 37-39%, kini mulai terlihat stagnan, bahkan terancam mengalami penurunan. Kondisi ini memunculkan tanda bahaya bagi petahana yang sudah cukup lama bercokol di posisi atas, tetapi kini harus waspada terhadap lonjakan elektabilitas Atang yang semakin mendekat.
Tren Kenaikan Suara Atang Trisnanto
Kenaikan suara Atang Trisnanto yang mencapai 500% dalam waktu singkat tidak terjadi begitu saja. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap melonjaknya popularitas dan elektabilitasnya dalam beberapa bulan terakhir. Atang, yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Bogor, dikenal sebagai figur yang dekat dengan masyarakat. Pendekatannya yang aktif dalam berbagai kegiatan publik serta kampanye yang mengena di hati masyarakat, terutama kaum muda, menjadi salah satu kunci suksesnya.
Selain itu, program-program yang diusung Atang dan Annida tampaknya relevan dengan isu-isu yang sedang hangat di tengah masyarakat Bogor, seperti ekonomi kreatif, pendidikan, serta kesehatan mental bagi generasi muda. Program pendirian sekolah negeri baru dan penentangan terhadap sistem zonasi pendidikan, yang dirasa merugikan sebagian masyarakat, mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Hal ini membuat Atang mampu merebut hati para pemilih, terutama dari kalangan Gen Z dan milenial, yang menjadi basis penting dalam Pilkada mendatang.
Tak hanya itu, Atang juga terlihat sangat proaktif dalam berbagai permasalahan kota. Pendekatannya yang responsif terhadap masalah seperti kebersihan kota, lingkungan hidup, serta infrastruktur kota menjadi daya tarik tersendiri bagi pemilih yang menginginkan perubahan nyata di Kota Bogor. Dengan pengalamannya yang kaya di legislatif dan kemampuannya berkolaborasi dengan pemerintah kota di bawah kepemimpinan Bima Arya, Atang mampu memberikan kesan sebagai pemimpin yang kompeten dan siap menjalankan tugas sebagai wali kota.
Tren Penurunan Suara Dedie Rachim
Di sisi lain, Dedie Rachim, yang sebelumnya berada di puncak survei, kini harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak mudah. Meskipun elektabilitasnya masih terbilang tinggi, tren stagnasi dan bahkan sedikit penurunan mulai terlihat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tren ini terjadi, salah satunya adalah masalah personal yang sempat mencuat di publik.
Isu-isu kontroversial yang melibatkan Dedie, seperti tudingan kekerasan yang dilakukan oleh salah satu anaknya serta rumor poligami, menjadi beban bagi citra politiknya. Walaupun Dedie telah berusaha meredam isu ini, dampaknya terhadap elektabilitasnya tidak bisa dihindari. Publik Kota Bogor, yang cenderung sensitif terhadap isu moral dan keluarga, kemungkinan besar terpengaruh oleh berita-berita tersebut, yang kemudian berkontribusi pada stagnasi elektabilitasnya.
Selain itu, dukungannya terhadap kebijakan zonasi sekolah, yang dianggap merugikan sebagian besar masyarakat, juga membuat sebagian pemilih mulai beralih. Kebijakan ini dinilai tidak adil oleh banyak orang tua yang merasa anak-anak mereka kehilangan akses terhadap sekolah-sekolah favorit, sehingga menambah beban negatif bagi Dedie di mata publik.