Mohon tunggu...
Dedi Maing
Dedi Maing Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pelajar/Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menata(p) Jakarta bersama Anies-Sandi

28 April 2017   12:18 Diperbarui: 1 Mei 2017   10:50 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan kepala daerah provinsi DKI sangat menyita perhatian publik nasional, juga tak luput dari sorotan media manca negara. Ada dua hal pokok yang menjadi daya tarik perhatian publik. Pertama DKI adalah ibu kota negara sehingga menjadi pusat perhatian perwajahan Indonesia. Kedua para kontestan yang energik dan syarat pengalaman dalam berbagai bidang.

Situasi politik mulai panas ketika para kandidat mulai mengeluarkan jurus untuk merebut suara (hati) rakyat. Pertarungan secara demokratis menggugurkan salah satu pasangan calon yakni Agus-Silvi.  Pada putaran kedua jurus yang digunakan semakin runcing menikam lawan dan memadu janji-janji manis bagi rakyat Jakarta. Tepat pada 19 April berdasarkan hitung cepat beberapa lembaga survei menunjuk kemenangan telak bagi Anis-Sandi.

Kemengan Anis-Sandi disambut bahagia oleh pendukungnya. Mereka mendeklarasikan kemenangan jauh sebelum beberapa lembaga survei menunjukan seratus persen sura masuk. Sebaliknya kekalahan Ahok-Djarot membawa kesedihan yang mendalam bagi para pendukungnya. Mereka belum mampu move on. Agar pendukung Ahok-Djarot dapat move on maka cara terbaik adalah menepati janji politik. Move on berarti berdamai dengan masa lalu dan butuh proses.

Seusai pilkada, tensi politik mulai reda setelah lama diwarnai kompanye hitam berbau sara dan sebagainya. Namun ada dua hal menarik yang terjadi seusai pilkada yakni tagih janji pendukung dan karangan bunga.

Dipenuhi rasa kebahagiaan dan kesombongan yang terselubung, pendukung Anis-Sandi meminta agar pendukung Ahok-Djarot yang menepati nazarnya. Janji para pedukung ini pada waktu pencalonan hingga pada hari pemungutan suara luput dari perhatian, sebab janji politik lebih penting. Tapi secara diam-diam direkam oleh lawan politik.

Pada kasus pilkada Jakarta, ada pendukung Anis-Sandi meminta agar para pendukung Ahok-Djarot menepati nazar. Bagi saya, janji para pendukung Ahok-Djarot sangat ekstem melebihi janji politik jagoannya. Misalnya janji potong kuping oleh Ruhut Sitompul. Janji potong kuping itu pun ditantang oleh seorang ibu yang mengatakan bahwa ia akan memotong payudaranya jika Anis-sandi menang.

Selain itu ada juga seorang teman facebook saya yang bernazar. Sekalipun ia bukan warga DKI tapi ia berjanji bahwa jika Ahok kalah maka ia akan pindah fakultas. Dan setelah Ahok dinyatakan kalah ia mengklarifikasi dan menyatakan bahwa tidak siap.

Bagi saya tak penting, apakah nazar itu ditepati atau tidak. Bernazar seperti ini hanyalah sebuah janji penuh emosional. Cinta yang dalam terhadap seseorang akan menuntut segala upaya melebihi kemampuan diri. Kita harus belajar dari janji Anas Urbaningrum menyatakan siap digantung di Monas jika ia terbukti korupsi pada kasus Hambalang. Ia telah terbukti melakukan tindak pindana korupsi dan pencucian uang dan sedang melaksanakan hukuman. Apakah ia harus digantung di monas? Sekali lagi tidak penting. Seorang koruptor tak layak “ditinggikan”  pada monumen kebanggaan bangsa.

Kekalahan Ahok-Djarot diganjar dengan gelombang simpati yang luar biasa dari para pendukung. Ganjaran ini bukan hanya semata-mata karena kekalahan tapi juga kemenangan Ahok-Djarot dalam melayani masyarakat. Masyarakat merasa dilayani dengan sepenuh hati oleh Ahok-Djarot.

Karangan bunga menghiasi Balai Kota dan sekitarnya, usai Ahok-Djarot kalah. Karangan bunga itu diberikan oleh pribadi, keluarga dan juga komunitas sebagai ucapan terima kasih atas pengabdian. Masyarakat berbondong-bondong ke Balai Kota dan rela menunggu untuk berfoto bersama pak Ahok.  Kejadian seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.

***

Janji politik itu seperti pedang bermata dua. Memuluskan jalan menuju takhta kekuasaan dan menggorok mulut jika tak mampu mengeksekusi janjinya secara efektif, efisien dan transparan.

Tampuk kekuasaan telah diraih Anis-Sandi dengan senjata janji kerja. Tapi janji itu tak dihamburkan begitu saya. Segala upaya dilakukan; mendengar keluhan dan harapan warga lalu membuat program serta dikampanyekan dengan santun. Tapi ada juga kampanye hitam yang menakutkan masyarakat dengan alasan yang tak mendasar.

Tercatat ada 32  janji kerja atau program Anis-Sandi (baca juga di jakartamajubersama.com). Semua janji itu untuk mejadikan Jakarta yang lebih baik dari sekarang. Jakarta yang maju kotanya dan bahagia orangnya. Itulah harapan warga Jakarta bersama nakhoda mereka Anies-Sandi.

Untuk memenuhi janji atau program dibutuhkan waktu yang lama, maksimal 5 tahun. Terlalu prematur jika kita mengukur kebererhasilan atau kegagalan kepemimpinan Anies-Sandi dalam waktu 100 hari kerja. 100 hari kerja adalah tepat bagi Anis-Sandi fokus pada pembongkaran tembok pemisah dan membangun jembatan yang putus akibat perbedaan pilihan. Jembatan antar suku, agama, etnis dan kelas sosial. 

Pak Sandi berkicau pada akun twitternya:

Kami siap menjadi pemimpin untuk semua golongan dan seluruh warga Jakarta!

Jakarta milik seluruh masyarakatnya!

Salam bersama, maju bersama!

Seruan di dunia maya seperti ini diharapkan dapat dinyatakan melalui kebajikan-kebajikan.

Demi tercapainya program kerja itu maka dibutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kerja harus mengakomodasi semua pihak khususnya wong cilik yang sering diabaikan. Mengabaikan salah satu pihak yang berkepentingan, itu artinya kita sedang membangun sebuah sistem ketidakadilan. Buah dari sistem yang tidak adil adalah perpecahan.

Perencanaan yang baik harus dihubungkan dengan implementasi yang baik. Perencanaan yang baik namun implementasi yang tidak sejalan berarti jalan menuju kegelapan telah dekat. Sebaliknya implementasi tanpa perencanaan yang baik sama seperti berjalan tanpa tujuan yang jelas. Aktor pelaksana program harus memiliki kompetensi pada bidangnya dan taat pada koridor hukum. Anies-sandi harus mampu mengendalikan relawan yang telah menjadi tameng pada pertarungan pilkada.

Pemimpin yang telah diberi tanggung jawab perlu didukung. Salah satu bentuk dukungan sekaligus pengendaliaan adalah mengawasi segala program yang dilaksanakan. Masyarakat harus kritis terhadap pemerintahan sebab seringkali kejahatan yang ditata dengan rapi luput dari perhatian publik.

Semoga Allah menyertai Jakarta bersama Anies-Sandi dan Ahok-Djarot dalam tugas baru nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun