Janji politik itu seperti pedang bermata dua. Memuluskan jalan menuju takhta kekuasaan dan menggorok mulut jika tak mampu mengeksekusi janjinya secara efektif, efisien dan transparan.
Tampuk kekuasaan telah diraih Anis-Sandi dengan senjata janji kerja. Tapi janji itu tak dihamburkan begitu saya. Segala upaya dilakukan; mendengar keluhan dan harapan warga lalu membuat program serta dikampanyekan dengan santun. Tapi ada juga kampanye hitam yang menakutkan masyarakat dengan alasan yang tak mendasar.
Tercatat ada 32 Â janji kerja atau program Anis-Sandi (baca juga di jakartamajubersama.com). Semua janji itu untuk mejadikan Jakarta yang lebih baik dari sekarang. Jakarta yang maju kotanya dan bahagia orangnya. Itulah harapan warga Jakarta bersama nakhoda mereka Anies-Sandi.
Untuk memenuhi janji atau program dibutuhkan waktu yang lama, maksimal 5 tahun. Terlalu prematur jika kita mengukur kebererhasilan atau kegagalan kepemimpinan Anies-Sandi dalam waktu 100 hari kerja. 100 hari kerja adalah tepat bagi Anis-Sandi fokus pada pembongkaran tembok pemisah dan membangun jembatan yang putus akibat perbedaan pilihan. Jembatan antar suku, agama, etnis dan kelas sosial.Â
Pak Sandi berkicau pada akun twitternya:
Kami siap menjadi pemimpin untuk semua golongan dan seluruh warga Jakarta!
Jakarta milik seluruh masyarakatnya!
Salam bersama, maju bersama!
Seruan di dunia maya seperti ini diharapkan dapat dinyatakan melalui kebajikan-kebajikan.
Demi tercapainya program kerja itu maka dibutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kerja harus mengakomodasi semua pihak khususnya wong cilik yang sering diabaikan. Mengabaikan salah satu pihak yang berkepentingan, itu artinya kita sedang membangun sebuah sistem ketidakadilan. Buah dari sistem yang tidak adil adalah perpecahan.
Perencanaan yang baik harus dihubungkan dengan implementasi yang baik. Perencanaan yang baik namun implementasi yang tidak sejalan berarti jalan menuju kegelapan telah dekat. Sebaliknya implementasi tanpa perencanaan yang baik sama seperti berjalan tanpa tujuan yang jelas. Aktor pelaksana program harus memiliki kompetensi pada bidangnya dan taat pada koridor hukum. Anies-sandi harus mampu mengendalikan relawan yang telah menjadi tameng pada pertarungan pilkada.