Ia juga tidak melihat bagaimana konsumennya berubah menjadi ingin terlihat lebih individual dan lebih privacy, tidak melihat bagaimana perkembangan teknologi mengancam bisnisnya jika ia tidak mengalir bersamanya. Ia tidak melihat bahwa konsumen sekarang telah menjadikan teknologi smartphone dengan internetnya sebagai bagian dari dirinya, seolah tidak bisa hidup tanpa smartphone dan internet.
Dan malangnya, kesadarannya ini baru muncul ketika para start up di bisnis transportasi online sudah bermunculan dan menawarkan berbagai keunggulan yang memang konsumen butuhkan dan sangat pas sekali dengan keadaan kekinian konsumen.
Lalu ia hanya bisa melihat bagaimana konsumennya berbondong-bondong tidak mau lagi naik taksinya dan lebih memilih taksi online. Ia juga harus berat hati memberhentikan supir-supir dan pengawai-pegawainya.
Dan yang paling tidak mengenakkan adalah supir-supirnya harus berkelahi dan harus bersaing dengan cara kasar, berdemo dan menuntut supaya pesaingnya – taksi online – tidak diberikan izin untuk beroperasi karena alasan bla bla bla. Oh God ! kasian sekali cara berkompetisinya.
Jadi sadarlah dan tetaplah waspada, tidak ada bisnis yang mapan di era ini.
“No brand is safe in The Age of Disruption, tidak ada yang merek yang mapan di era disrupsi ini ”
(New York Harvard Club Forum)
Penulis:
Dedi Kurniawan
Student of Master of Business Administration in Creative and Cultural Entrepreneurship
School of Business and Management
Institut Teknologi Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H