Mohon tunggu...
Dedi  Djanuryadi
Dedi Djanuryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Man Born is free but everywhere in chains

Penggiat jurnalistik, public relations, fotografi, modelling, serta event organizer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anti Klimaks Gerakan Feminisme di Amerika Serikat: Free Love Berbuah Free Sex

2 September 2020   18:55 Diperbarui: 2 September 2020   20:50 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.dreamsteam.com

Margaret Sanger menyatakan Free Love sebagai gerakan ideal. Namun ironis, suaminya sendiri, Bill, menentangnya. Sehingga di Greenwich Village (di mana keduanya tinggal), gerakan Free Love, seks bebas, serta pelacuran yang belindung dibalik mantel revolusi AS, tidak mendapat ruang gerak sejengkal pun.

Sedangkan Victoria Woodhull, beralasan, jika seorang wanita melakukan suatu kegiatan seksual tanpa cinta, di mana di dalamnya ada unsur pelacuran. Baik menikah atau pun tidak. Dan secara terang-terangan melakukan standar ganda yang mengijinkan seorang pria melakukan perzinahan di kediamannya, walaupun tanpa merusak reputasi si pria, barulah ia bisa dipenjarakan. 

Victoria melihat kesamaan mencolok antara perkawinan semacam itu dengan pelacuran. Karena diantara keduanya sudah terjadi pertukaran antara kenikmatan seksual dengan keuntungan ekonomis. Dan jika hal itu dibiarkan, menurutnya, bisa mempermudah menyebarnya wabah syphilis dan gonorrhea.

Kedua feminis radikal tersebut merasa apa yang dilakukannya itu memiliki nilai-nilai spiritual dan menganggap Free Love tanpa embel-embel keuntungan material sebagai suatu kemajuan moral yang sangat berperan dalam mengatasi penghisapan dan penindasan kaum pria yang melakukan perkawinan berkedok tanggungjawab ekonomi.

Ketika pil anti hamil ditemukan awal tahun '60-an, gelombang kedua gerakan feminisme kembali melanda AS. Hal ini menyalakan kembali gaya pemikiran nyeleneh tentang Free Love. Kenyataannya, saat perang dingin Blok AS dan Blok US (Uni Sovyet) mulai memanas, kaum muda Blok AS memilih kebebasan bercinta daripada perang. "Make love, not war." 

Mereka memproklamirkan diri sebagai "Generasi Bunga" (Flower Generation) yang melegalkan hubungan seks sebelum nikah. Bagi generasi Hippies ini, Free Love itu berarti seorang wanita bisa bebas melakukan hubungan seks tanpa mengetahui sampai kapan harus berhenti dan berapa banyak pria yang harus dipilihnya. Maka dari itu, tak heran kalau Kaum Marxis menuduh kaum wanita AS sebagai biang keladi penyebaran faham seks bebas di muka bumi ini.

Wabah Pornografi

Terlepas dari ada atau tidak adanya pengaruh feminisme radikal. Gerakan Free Love yang bertransformasi total menjadi Free Sex dan Prostitusi, saat ini melahirkan revolusi pornografi tanpa kendali. Pornografi menjadi industri besar yang sangat menguntungkan para produsen esek-esek di beberapa negara, seperti AS, Swedia, Jepang, bahkan Uni Sovyet (sekarang Russia).

Di AS sendiri, wabah pornografi sudah menjadi persoalan yang cukup merepotkan sebagian besar warga masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai religi dan moral. Warga masyarakat yang masih puritan, menganggap pornografi sebagai lambang kebobrokan, kemunduran sikap mental, serta sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama. Sedangkan warga masyarakat berpendirian liberal menganggap pornografi sebagai hak pribadi yang bebas diapresiasikan.

Mengapa pornografi di AS tiada henti diperdebatkan? Karena bagi kaum moralis, pornografi yang sering tampil lewat buku, film dan media lainnya, diyakini turut melegalisasikan bentuk tindakan a susila lainnya. Dengan kata lain, pada dekade ini, pornografi bagaikan mushroom atau jamur memabukan yang telah menelan 2 milyar dolar AS untuk membiayai berbagai tindakan kriminal yang ditimbulkannya.

Berbagai alternatif pencegahan oleh pihak gereja dan para praktisi hukum guna melawan jebakan-jebakan beralasan normatif dari masyarakat penggemar pornografi, sudah dilakukan sejak tahun 1815. Namun para pebisnis industri lendir ini, selalu saja bisa berkelit dari jeratan hukum dan perundang-undangan yang membatasinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun