Mohon tunggu...
Dedi  Djanuryadi
Dedi Djanuryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Man Born is free but everywhere in chains

Penggiat jurnalistik, public relations, fotografi, modelling, serta event organizer.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengamankan Uang di Masa Pandemi : e-Money Vs Celengan

22 Agustus 2020   08:05 Diperbarui: 22 Agustus 2020   08:04 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makroprudensial Aman Terjaga, Manfaatkan Produk Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan

Ada  sebuah film Hollywood tahun '80-an. Maaf lupa lagi judulnya. Menceritakan sekawanan gangster yang berhasil melumpuhkan perekonomian sebuah negara hanya dengan cara  merampok brankas seluruh jalan tol yang ada di negara itu. Para penjahat cerdas tersebut memiliki perhitungan brilian. 

Mereka mengkalkulasi bahwa di brankas-brankas jalan tol itulah tersimpannya trilyunan dana kontan masyarakat.  Ketika  seluruh uang recehan  menghilang di pasaran, hingga  sangat mengganggu jalannya semua transaksi keuangan publik, saat itulah para gangster tersebut menekan si pemerintah untuk mengikuti kemauannya.

Mungkin masih ingat pula, ketika Krisis Moneter (Krismon) 1998 melanda Indonesia, ini ulahnya spekulan ulung George Soros, kepercayaan  renternir kakap Baron Guy De Rosdhild untuk  wilayah Asia. Berhasil melumpuhkan hampir semua negara di Asia, termasuk Indonesia. Hingga melengserkan penguasa 32 tahun negeri ini, Soeharto,

Secara makro, saat itu Indonesia mengalami kelumpuhan parah. Tapi secara mikro tidak. Perekonomian Indonesia masih mampu  bertahan hingga saat ini. Karena masyarakat lapisan bawah kita masih memegang uang kontan di saku-saku pribadinya. Itu yang tidak diperhitungkan Soros dari Indonesia.

Saat Krismon menguras  kocek golongan berduit  kelas atas yang sangat bergantung pada surat-surat berharga dan berbagai macam investasi saham yang dimilikinya, masyarakat menengah ke bawah justru masih bisa bersukacita.  Mereka masih bisa berbelanja sesuka hatinya. 

Setiap hari mall-mall penuh, tempat-tempat kuliner selalu padat  pengunjung, pasar-pasar tradisional tetap beraktivitas 24 jam penuh, orang-orang di pedesaan bisa mudah mendapatkan kendaraan bermotornya, masyarakat bisa ber-traveling kemana saja, serta menikmati berbagai kesenangan lainnya.

Sikap gemar memegang uang kontan tersebut, hingga kini masih menjadi pilihan masyarakat menengah ke  bawah untuk melakukan berbagai transaksi keuangannya. 

Tatkala ada upaya kalangan perbankan dengan  seizin pemerintah menggiringnya ke cara pembayaran baru  yang menawarkar kemudahan dan privilege, mereka menanggapinya acuh tak acuh. Kalau toh harus menggunakannya,  itu tidak  lebih karena faktor keterpaksaan saja.

Salah satu produk keuangan yang ditawarkan kalangan perbankan dan lembaga selain bank atas perizinan dari Bank Indonesia yang sejak 2009 digulirkan ke masyarakat adalah  e-Money (Electronic Money). 

Terdapat 20 penerbit e-Money yang terdiri dari 9 bank dan 11 lembaga selain bank. Peraturan tentang e-Money diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik /Electronic Money (Data Bank Indonesia per Juli 2016).

e-Money adalah alat pembayaran yang memiliki nilai uang yang tersimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip. Produk ini dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran,  seperti membayar tiket transportasi umum, tarif jalan tol dan berbelanja di toko yang bekerja sama dengan penerbit e-Money. Nilai uang dalam e-Money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya.

Saat ini ada  26 perusahaan Operator e-Money yang terdaftar di Bank Indonesia. Jenis produknya berupa  e-Money Bank Mandiri, Tap Cash BNI, Brizzi BRI, serta  Flazz BCA. Kartu e-Money ini bisa berbentuk  Indomaret Card  (untuk berbelanja dan juga mendapatkan potongan harga khusus pada gerai-gerai Indomaret), Gaz Card (untuk mengisi Bahan Bakar Minyak/BBM di Pom Bensin/SPBU milik Pertamina), e-Toll (untuk membayar akses jalan tol), Kartu Elektronik untuk berbelanja di food and beverage, minimarket, supermarket, hipermarket, parkir, toko buku, tempat rekreasi, transportasi umum (Transjakarta, Commuter Line Jabodetabek dan Trans Jogja), serta banyak lagi jenis merchant lainnya di lebih dari 57 ribu merchant outlet.

Suatu produk keuangan yang kelihatan begitu classy, sistematis, sekaligus tanpa kompromi. Produk keuangan  ini menawarkan kemudahan dalam melakukan  transaksi keuangannya. Salah satunya, mirip dengan  kartu Kartu Kredit atau ATM. Namun dananya tidak bisa ditarik dalam  bentuk uang kontan.  

Tanpa ribet harus membawa sejumlah uang, tinggal menggesek, semua urusan  transaksi keuangan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Volume transaksinya tergantung jumlah kuota dana yang tersimpan didalamnya. Kalau dana habis, bisa diisi  ulang. 

Dalam perjalanannya,  Kartu e-Money ini ternyata hanya baru menyentuh kalangan masyarakat atas  saja.   Kalangan menengah ke bawah masih gagap menerimanya,. Kalau toh harus memakainya,  itu hanya karena sistem pembayaran mengharuskannya. Contohnya e-Toll.  Ditambah lagi beberapa kendala yang mereka temui saat menggunakannya. Seperti berikut ini.

- Pengisian ulang saldo e-Money hanya dapat dilakukan pada mesin ATM tertentu

- Isi ulang saldo e-Money belum praktis

- Jika kartu e-Money hilang, maka uangnya juga ikut hangus

- Karena berbasis internet,  saat  melakukan transaksi, kondisi sinyal ponsel harus stabil. Sinyal ponsel yang kurang bagus dapat membikin persoalan     baru yang merepotkan

- Belanja mengunakan e-Money lebih boros. Tanpa harus lewat ATM, hanya menggunakan ponsel, para pemegang kartu dimanjakan untuk selalu               bertransaksi di mana saja dan kapan saja

- e-Money tidak dilengkapi fitur keamanan.  Jadi apabila ponsel hilang, saldonya tidak bisa diblokir, sehingga dikhawatirkan  bisa mudah digunakan         pihak lain

- Tidak semua minimarket bisa mengunakan e-Money. Saat berbelanja, proses transaksi uang elektronik memakan waktu lebih lama dibanding                   dengan memakai uang tunai.  Masalahnya, belum semua tempat perbelanjaan menyediakan pembayaran lewat uang elektronik

- Sisa limit saldo atau uang e-Money tidak bisa dicairkan seperti halnya Kartu Debit atau Kartu Kredit.

Kendala terakhir di atas, menjadi masalah sensitif  yang banyak dipertanyakan para pengguna e-Money.  Seorang praktisi media dan dosen di Universitas Pasundan Bandung,  Rochsan  RA,  pernah melontarkan kekecewaan masalah itu di halaman facebook-nya (2019).  Ia merasa  gamang akan kehadiran e-Money dalam bentuk  e-Toll.  

Menurutnya, sisa saldo yang tersisa di setiap kartu elektronik para pengguna tol, bisa terhimpun dalam jumlah yang sangat fantastis. Sisa saldo yang tidak bisa ditarik para pengguna dan mengendap di dalamnya, akan memperkaya para pengelola jalan tol. Ini  sungguh tidak adil kan?

Bukan suatu provokasi bila sekedar mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai produk canggih tersebut. Karena sistem pengelolaan dana secara sepihak yang dijalankannya, dianggap dapat dimanipulasi oleh segelintir oknum rakus tak tahu diri. 

Apalagi di masa pandemi yang belum bisa diperhitungkan kapan berhentinya ini,  perhitungan keuangan harus benar-benar dikalkulasi sedetil  mungkin. 

Caranya, mencoba mengingatkan masyarakat akan sikap bijak orang-orang tua kita dulu, yaitu  "Celengan."  Suatu cara sederhana untuk menyelamatkan tabungan dengan cara menyimpan uang di tempat-tempat yang bisa digunakan kapan saja sesuai keperluan.

Celengan itu banyak bentuknya. Kalau zaman dulu, celengan itu biasa terbuat dari keramik, kotak kayu, lemari besi, bunker, atau pun batangan pohon bambu. Cara ini setiap saat bisa dikontrol dan digunakan bila sewaktu-waktu ada keperluan mendadak. Terbukti, orang-orang tua tradisional kita banyak yang jadi kaya dengan sistem celengan ini. Sebab hampir tidak ada sepeser pun biaya admintrasi untuk mengurusnya. 

Semua mutlak ada dalam otoritas pengelolaan sendiri. Selain buku tabungan bank, tentu saja cara ini  juga ada kendalanya, misalnya bisa jadi petaka kalau terjadi kemalingan, kebakaran atau pun pemotongan uang oleh negara (sanering). Tapi hal itu hampir tidak akan mungkin terjadi jika berhati-hati menyikapinya,.

Di zaman milenial ini,  celengan  hadir dalam bentuk produk keuangan yang aman, bermanfaat, serta sering digunakan masyarakat. Diantaranya :

- Tabungan

    Merupakan produk keuangan yang paling disukai masyarakat. Selain aman dan  bisa diperoleh kapan saja, juga memiliki banyak tabungan menarik       seperti tabungan haji, tabungan rencana, tabungan berjangka, dan lainnya. Tabungan ini dilengkapi  pula dengan buku tabungan, ATM, setoran               awal, biaya bulanan, hingga bunga.

- Giro

    Merupakan produk keuangan untuk mendapat dana dari pihak ketiga. Meskipun bunganya terbilang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan             tabungan dan deposito,  namun dananya bisa diambil setiap saat sesuai batas akhir yang telah ditentukan pihak bank.

= Deposito

    Produk yang satu ini juga memiliki fungsi yang serupa. Namun pencairannya membutuhkan waktu tertentu. Biasanya penarikan di luar waktu                   tersebut hanya akan menimbulkan risiko bagi nasabah berupa pinalti atau pemotongan dana dari uang yang disimpan di dalam deposito

- Kredit

    Kredit dipergunakan seseorang atau badan usaha untuk membeli produk yang pembayarannya dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

    Keuntungannya adalah  adanya jangka waktu, suku bunga yang telah disepakati, jaminan,  cara pembayaran, biaya administrasi, serta asuransi

    jiwa.

- Pinjaman

   Tiap bank memiliki sistem pinjaman yang meringankan kreditornya. Ada diantaranya yang menyediakan layanan pinjaman tanpa mensyaratkan             adanya agunan ataupun Kartu Kredit.

Terlalu panjang untuk membahas kronikal celengan. Yang terpenting adalah memberikan kesadaran pada masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah, untuk selalu mencermati setiap tawaran produk keuangan yang diterimanya. 

Diupayakan melakukan transaksi  keuangan secara Cash and Carry. Membawa uang kontan dikantong kita sendiri merupakan tindakan bijak, Sebab jika suatu saat terjadi lagi kekacauan keuangan global, seluruh masyarakat akan tetap aman dari imbasnya.

Menggunakan e-Money itu memang bisa memudahkan urusan transaksi keuangan, tapi masalah keamanannya haruslah tetap diperhitungkan masak-masak. Agar orang-orang berduit yang selama ini menguasai sistem digital monetary, jadi ikut berpikiran positif  untuk mencari uang dengan cara-cara terhormat. 

Kalau saja tetap saja nakal, disaat  mereka kelabakan oleh ketamakannya sendiri, celengan akan membuat kita bisa tetap eksis disegala kondisi dan situasi. e-Money ataukah  Celengan? Selamat memilih dengan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun