Sebagai manusia, jujur saya merasa takut. Bayangan kematian muncul secepat kilat. Jangan jangan hari ini malaikat maut datang  menjemput.
Setelah mendengar luapan amarah  pak Letkol, saya dapat menangkap mereka murka karena berita di koran saya, Mandala  yang turun 2 hari sebelumnya.  Berita itu berkait  adanya 2 orang warga kecamatan Ciawi yang disekap di markas Brigif.
Pasalnya kedua orang itu menunggak pinjaman ke kas kesejahteraan  anggota yang dipinjamkan kepada masyarakat terutama para pedagang. Tentu saja dengan mengenakan bunga. Lebih tinggi dari bunga bank tentunya.
Rupanya  kedua orang debitur itu menunggak setoran beberapa bulan. Akibatnya kedua orang itu dipanggil dan kemudian disekap di markas beberapa hari.  Mereka baru dilepas setelah berita saya turun di Hr. Mandala.
Sesudah mereka dilepas giliran saya dijemput paksa dengan mobil terbuka. Sumpah serapah,  gebrak meja dan lempar pistol  saya hadapi dalam ketakutan yang bukan main.
Setelah habis meluapkan  kemarahannya pak Kastaf itu mengambil pistolnya, memasukkannya ke dalam serangka, lalu meninggalkan ruangan.
Waktu dia ambil pistol itu justru jantung saya nyaris berhenti. Rasanya mau dor saja menembak dada dan mati.
Saya ditinggal sendirian di kamar kerjanya. Â Sekitar 2 jam saya merenung dalam ketakutan yang tiada tara.
Sekitar jam 14 masuklah Mayor Sukarja. Dia itu kasi I yang sudah kenal saya.
Atas nama komando dia meminta maaf dan berharap kejadian itu tidak berlanjut. Lantas saya diperkenankan pulang.
Ternyata di luar telah berkumpul beberapa orang teman wartawan.  Ada kang  Edi Padma wartawan Sinar Harapan.  Ada kang Samsul Arifin dari Bandung Pos, Hafid Saiji dari Gala dan lain lainnya.  Saya lupa lagi yang lainnya.