Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hotman dan Pesangon

18 Oktober 2020   23:32 Diperbarui: 18 Oktober 2020   23:54 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bisa jadi tidak ada penduduk republik ini, minimal kalangan menengah atas, yang tidak mengenal seseorang bernama Hotman Paris Hutapea. Dia seorang pengacara kondang yang katanya sudah 36 tahun menyesaki ruang sidang pengadilan. Bukan saja di lingkup nusantara tapi juga sampai di jomantara.

Belakangan saya lebih sering menjumpai dia  sebagai host pada panggung HOTMAN PARIS SHOW produk sebuah stasiun TV Swasta. Saya lihat dia suka tampil centol,  bahkan terkesan binal membawa acara itu. Terlebih jika bintang tamu artis cantik.

Kayanya dia dilahirkan dan hidup sebagai penyuka kecantikan.  Gak apa-apa dan syah-syah saja  dia laki. Itu lebih baik dari pada dia genit-genitan dan suka sesama jenis. Ih amit amit jabang tutuka.

Soal suka cewe cantik mah jangan Hotman yang didukung infrastruktur kecowoan, cakep, pintar dan sugih mukti bin kaya raya.

Wong aku sendiri yang miskin, suka banget sama perempuan bahenol mah. Cuma aku ga bisa vulgar kaya pria batak yang satu itu. Aku mah tampil sangat tidak  percaya diri. Bahkan kadang gemetaran.  rasa rumasa tak punya mobil mewah, ya terpaksa malu-malu meong. Mau tapi malu.

Kemarin sang pengacara tampil dan ngomong dengan topik yang relevan dengan profesi utamanya sebagai pendamping pencari keadilan, pengacara.

Ia bicara tentang topik yang lagi in. Omnibus Law/UU Cipta Kerja yang pasolengkrah itu.

Cuma ia hanya ambil satu topik saja. Soal pesangon. Saya menduga, bukan suudzon ini, bisa jadi dia belum baca secara keseluruhan itu UU yang tebalnya (masih controversi) 812 halaman ukuran kertas A4.

Soal pesangon yang katanya diatur pada pasal 156 Omnibus Law memang banyak dia jumpai dalam praktek pengacaranya. UU no 13 th 2003 tentang Ketenagakerjaan,  memang satu-satunya instrumen yang ada bagi  para pekerja jika perusahaan lalai membayar pesangon.

Hotman ingin dalam Omnibus Law  itu diatur cara lain untuk memudahkan cara buruh menuntut haknya tanpa sampai pengadilan. Misalnya ada pasal yang ngatur pemidanaan pengusaha yang lalai pada kewajibannya. Jika ancaman hukuman di atas 5 tahun, kan dia bisa dikerem langsung . Dengan demikian pengusaha akan takut "ngajeblug" uang pesangon itu.

Tapi bang Hotman maaf-maaf kata, menurut hemat saya, bagi buruh persoalan bukan hanya soal pesangon. Soal pesangon mah justru soal lain dan itu terjadi jika pengusaha berdalih tidak ada jalan lain selain mem PHK buruh.

Dan itu sebenarnya momok bagi para pekerja, bisa bisa mereka tekor. Honor pengacara bisa lebih besar dari jumlah pesangon yang dituntut. Itu mah bisal jual rumah mertua atuh abaaannggg !!!. Bangkrut abis itu.

Banyak hal lebih krusial dari itu. Ada soal sistim dan nominal upah, soal jam kerja, cuti,  diskriminasi ras dan lain-lain.

Di banyak perusahaan soal kesenjangan hidup antara majikan dan buruh itu banyak nampak,  jadi tontonan. Bagai bumi dan langit, bagai gelap dan terang.

Tengok keseharian. Tiap pagi atau menjelang ship berganti, puluhan, ratusan atau bahkan ribuan perkeja datang berduyun-duyun. Ada yang ndelepak ceker, atau menggoes sepeda ontel, paling banter naik motor kreditan. Nah komunitas yang ini matanya pasti celingukan takut ketemu debt collector.

Sementara sang majikan ongkang-ongkang naik sedan mewah. Kadang dilengkapi dengan sikap sombong dan bertampang seram.

Banyak mereka yang tak sadar diri bahwa kekuatan usaha itu ditopang tak hanya kekuatan modal tapi juga sumber daya manusia, ya ratusan atau ribuan buruh itu. Jadi semua mereka itu partnership yang seharusnya merasa setara. Berat dipikul ringan dijingjing .

Jangan mudah berteriak RUGIII !!!. Lalu terjadi PHK sepihak. 

Nah kalau sudah  begitu yang "sorak" kan bang Hotman cs itu.

Pasti masuk perkara, gugat pesangon. Yang akan terjadi bertambahnya pengalaman kerja pengacara sekaligus makin bertumpuknya pundi pundi mereka. Sementara sang buruh bias-bisa pesangonya jebol dipake bayar pengacara .

Di mana keadilannya pak Jokowi ???

Dalam urusan pesangon misalnya sebaiknya besarnya nominal,  minimal  sama dengan yang diatur di UU13/2003 itu 32 gaji bulanan.  Terus bayarnya  jangan dikasih nyicil sampai 19 kali. Suruh "creng" sekaligus bisa  dibawa pulang.

Investor itu sudah diberi kemudahan dalam hal lain seperti perijinan, tambahan waktu izin usaha, kemudahan amdal dan lain-lain. Giliran hak buruh jangan diutak atik lagi. Buruh itu  juga investasi. Jadi, buruh juga investor paakkkk.- ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun