Dan itu sebenarnya momok bagi para pekerja, bisa bisa mereka tekor. Honor pengacara bisa lebih besar dari jumlah pesangon yang dituntut. Itu mah bisal jual rumah mertua atuh abaaannggg !!!. Bangkrut abis itu.
Banyak hal lebih krusial dari itu. Ada soal sistim dan nominal upah, soal jam kerja, cuti, Â diskriminasi ras dan lain-lain.
Di banyak perusahaan soal kesenjangan hidup antara majikan dan buruh itu banyak nampak, Â jadi tontonan. Bagai bumi dan langit, bagai gelap dan terang.
Tengok keseharian. Tiap pagi atau menjelang ship berganti, puluhan, ratusan atau bahkan ribuan perkeja datang berduyun-duyun. Ada yang ndelepak ceker, atau menggoes sepeda ontel, paling banter naik motor kreditan. Nah komunitas yang ini matanya pasti celingukan takut ketemu debt collector.
Sementara sang majikan ongkang-ongkang naik sedan mewah. Kadang dilengkapi dengan sikap sombong dan bertampang seram.
Banyak mereka yang tak sadar diri bahwa kekuatan usaha itu ditopang tak hanya kekuatan modal tapi juga sumber daya manusia, ya ratusan atau ribuan buruh itu. Jadi semua mereka itu partnership yang seharusnya merasa setara. Berat dipikul ringan dijingjing .
Jangan mudah berteriak RUGIII !!!. Lalu terjadi PHK sepihak.Â
Nah kalau sudah  begitu yang "sorak" kan bang Hotman cs itu.
Pasti masuk perkara, gugat pesangon. Yang akan terjadi bertambahnya pengalaman kerja pengacara sekaligus makin bertumpuknya pundi pundi mereka. Sementara sang buruh bias-bisa pesangonya jebol dipake bayar pengacara .
Di mana keadilannya pak Jokowi ???
Dalam urusan pesangon misalnya sebaiknya besarnya nominal,  minimal  sama dengan yang diatur di UU13/2003 itu 32 gaji bulanan.  Terus bayarnya  jangan dikasih nyicil sampai 19 kali. Suruh "creng" sekaligus bisa  dibawa pulang.