Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wartawan Hebat WR Supratman Berjuang dengan Musik dan Jurnalistik

9 Oktober 2020   22:26 Diperbarui: 9 Oktober 2020   22:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada dua versi tentang tempat lahir sang penggubah lagu kebangsaan Indonesia Raya itu.

Versi pertama menyebut Wage Rudolf Supratman lahir di Jatinegara Jakarta. Versi lain bersikukuh Wage brojol di desa Monorangi Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Yang ngotot itu termasuk Bupati. Soalnya Pemkab Purworejo sudah merancang pembangunan monumen WR SUPRATMAN di sana.

Lho kok bisa kontroversi begitu.

Usut punya usut, yang benar Wage dilahirkan di Somorangi Purworejo

Ceritanya begini :

Ketika sang bayi berusia 3 bulan  ayahnya sersan KNIL Jumeno Senen dipindah tugas ke Betawi. Keluarga pak Sersan termasuk Wage ikut boyongan. Karena belum sempat didaftarkan di desa asal, maka terpaksa didaftarkan di tempat baru, Kecamatan Jatinegara. Jadi kelar sudah WR. Supratnan lahir di Somorangi tanggal 19 Maret 1903.

Pada usia 14 th (1917), ia ikut kakaknya Rukiyem ke Makasar. Di sana ia disekolahkan mulai sekolah angka 2, Client Amtenaar Examen sampai Normal School (Sekolah Guru).

Ia mulai belajar dan kemudian mencintai musik dengan kakak iparnya Willem Van Eldick. Mereka kemudian membentuk grup Jazz Band yang diberi nama "Black and White". Ketika Wage Ulang Tahun ke 17 sang kakak ipar memberi hadiah sebuah biola. Biola itu nyaris tidak pernah lepas dari tangannya

Wage ternyata mahir menggesek biola dan menggubah lagu.

Meski sebenarnya di Makasar kehidupannya cukup baik karena selain dari hasil manggung dengan band nya, ia juga sempat jadi guru di Sekang, ternyata ia tak nyaman hidup di Sulawesi. Tahun 1924, ia nyebrang kembali ke Jawa. Ia menuju Bandung dan di sana mulai terjun ke dunia jurnalistik menjadi wartawan koran KAOEM MOEDA. Ketika jadi wartawan di Bandung, dia sempat bertemu dengan bung Karno. Ketika itu bung Karno sedang menjalani sidang di pengadilan kolonial kemudian membawanya masuk penjara Banceuy. Kepada Supratman bung Karno sempat berpesan agar bergabung dengan gerakan kebangsaan memperjuangkan kemerdekaan.

Pesan ini terus dipegang teguh oleh Supratman.

Hanya setahun ia di Bandung. Lalu pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Sin Fo. Ia mulai menulis di surat kabar  dengan tulisan yang memojokkan pemerintah kolonial. Kegemaran mencipta lagu juga ia teruskan.  Lagu-lagunya kebanyakan berisi nada perjuangan.

Lagu Indonesia Raya ia ciptakan tahun 1926. Dengan alunan biola hadiah kakak ipar, lagu itu ia unggah pada penutupan kongres Pemuda ke dua tahun 1928. Hal itu tercium intel Belanda. Karenanya ia mulai dimata-matai polisi kolonial. Kritikan tajam tak hanya ia ungkap di surat kabar tapi juga ia paparkan dalam buku Desa Perawan yang ditulisnya. Buku itu dibredel dan dilarang dibaca. Nama WR SUPRATMAN diawasi ketat. Karena itu Wage sering pindah tempat sampai ke Cimahi dan Pemalang.

Kehidupannya sangat memprihatinkan. Ekonominya suntuk. Di Betawi, ia pernah kontrak rumah kecil yang terbuat dari bambu. Ia pun mulai didera penyakit. Paru parunya sudah mulai terserang. Untuk menghindari kejaran polisi Belanda ia lari ke Surabaya

Tapi Belanda berhasil mengendusnya.

Tanggal 7 Agustus 1938 ia ditangkap di studio radio Nirom di Malang. Ketika itu mereka sedang menyanyikan lagu Matahari terbit.

WAGE yang penyakitnya sedang kambuh dibawa ke Surabaya dan dijebloskan ke penjara Kalisosok.

Tapi tak lama ia ditahan. Karena sakit parah  dan alasan  kemanusiaan, ia dilepaskan dari tahanan.

Namun Tuhan punya kehendak yang tidak dapat disanggah. WAGE RUDOLF SUPRATMAN yang berjuang untuk bangsanya lewat musik dan Jurnalistik dijemput malaikat Izrail dan dibawanya  menghadap sang khaliq. Waktu itu tanggal 17 Agustus 1938 dalam usia 35 tahun dan masih lajang.

Jasadnya yang rapuh itu,  dikebumikan di Pemakaman Umum Kapasan Surabaya.

Karena jasa-jasanya kepada bangsa dan negara WR Supratman diganjar beberapa penghargaan.  Antara lain:

1. Bintang Mahaputra Anumerts jelas III tgl 17 Agustus 1960 ,

2. Pahlawan Nasional 20 Mei 1971 dan

3.Bintang Mahaputra Utama tgl 17 Agustus 1974.

Allahumahhfirlahu warhamhu waafihi wa'fu anhu.- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun