Hanya setahun ia di Bandung. Lalu pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Sin Fo. Ia mulai menulis di surat kabar  dengan tulisan yang memojokkan pemerintah kolonial. Kegemaran mencipta lagu juga ia teruskan.  Lagu-lagunya kebanyakan berisi nada perjuangan.
Lagu Indonesia Raya ia ciptakan tahun 1926. Dengan alunan biola hadiah kakak ipar, lagu itu ia unggah pada penutupan kongres Pemuda ke dua tahun 1928. Hal itu tercium intel Belanda. Karenanya ia mulai dimata-matai polisi kolonial. Kritikan tajam tak hanya ia ungkap di surat kabar tapi juga ia paparkan dalam buku Desa Perawan yang ditulisnya. Buku itu dibredel dan dilarang dibaca. Nama WR SUPRATMAN diawasi ketat. Karena itu Wage sering pindah tempat sampai ke Cimahi dan Pemalang.
Kehidupannya sangat memprihatinkan. Ekonominya suntuk. Di Betawi, ia pernah kontrak rumah kecil yang terbuat dari bambu. Ia pun mulai didera penyakit. Paru parunya sudah mulai terserang. Untuk menghindari kejaran polisi Belanda ia lari ke Surabaya
Tapi Belanda berhasil mengendusnya.
Tanggal 7 Agustus 1938 ia ditangkap di studio radio Nirom di Malang. Ketika itu mereka sedang menyanyikan lagu Matahari terbit.
WAGE yang penyakitnya sedang kambuh dibawa ke Surabaya dan dijebloskan ke penjara Kalisosok.
Tapi tak lama ia ditahan. Karena sakit parah  dan alasan  kemanusiaan, ia dilepaskan dari tahanan.
Namun Tuhan punya kehendak yang tidak dapat disanggah. WAGE RUDOLF SUPRATMAN yang berjuang untuk bangsanya lewat musik dan Jurnalistik dijemput malaikat Izrail dan dibawanya  menghadap sang khaliq. Waktu itu tanggal 17 Agustus 1938 dalam usia 35 tahun dan masih lajang.
Jasadnya yang rapuh itu, Â dikebumikan di Pemakaman Umum Kapasan Surabaya.
Karena jasa-jasanya kepada bangsa dan negara WR Supratman diganjar beberapa penghargaan. Â Antara lain:
1. Bintang Mahaputra Anumerts jelas III tgl 17 Agustus 1960 ,