Mohon tunggu...
Dedi Setiansah
Dedi Setiansah Mohon Tunggu... Advisory Hukum -

Bercita-cita menjadi ghostwriter. Follow me: @bebekstruxxx

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Masjid Ramlie Musofa Tawarkan Rekreasi Religi dan Toleransi

2 Juli 2016   04:36 Diperbarui: 2 Juli 2016   12:11 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak hayal bagi siapa pun yang melihat pemberitaan secara online, jika melintasi daerah Jalan Danau Sunter Raya Selatan, Jakarta Utara tepat disebelah danau kita akan menemukan bangunan Masjid yang didominasi warna putih dan jelas sekali pada pelataran depan bangunan ini tertulis Masjid Ramlie Musofa lengkap dengan terjemahan bahasa Arab, dan bahasa Mandarin yang berikan efek berbeda dengan bangunan peribadatan Islam pada umumnya.

Sebelum memasuki ruang utama (ruang Shalat) Masjid Ramlie Musofa, para jamaah tentu tidak akan kesulitan untuk menemukan ruang wudhu, karena posisinya yang berada tepat disaat kita mau memasuki ruang utama (ruang Shalat). Kemudian untuk memasuki ruang utama, kita perlu menaiki beberapa anak tangga yang terdapat dua potongan ayat dari surat Al-Fatihah dan surat Al-Qari’ah yang lagi-lagi tertulis menggunakan tiga bahasa persis dengan yang tertulis pada pelataran depan Masjid.

*)Kemudahan mengakses ruang wudhu sebagai keharusan utama disaat hendak memasuki sebuah Masjid, Langgar, atau Mushalla adalah syarat utama bagi siapa saja yang akan memasuki rumah ibadah ini.

Dalam hal kenyamanan untuk dapat beribadah dengan khusyuk (tenang dan serius) tentu kita butuh ketenangan yang sesungguhnya. Masjid Ramlie Musofa juga memastikan keheningan serta kedamaian untuk beribadah. Penuh dengan ornamen bangunan yang mewah, serta kebersihan yang dijanjikan oleh bangunan peribadatan ini, akan sangat memungkinkan bila menjadikan lokasi Masjid Ramlie Musofa sebagai salah satu tempat rekreasi religi di Jakarta.

Sekilas bangunan empat lantai Masjid Ramlie Musofa tampak seperti bangunan Taj Mahal di India, sesuai dengan paparan di atas pada Masjid ini kita tidak akan menemukan pengeras suara, dikarenakan hanya ada tempat imam/khotib yang akan mengumandangkan adzan tanpa menggunakan pengeras suara yang biasa kita temukan di Masjid konvensial lainnya.

Entah dikarenakan faktor tertentu, kita sering menemukan fasilitas Masjid yang dibangun atau dikelola tidak dengan cukup baik. Meskipun kehadiran utama Masjid adalah sebagai tempat ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainya, jika fasilitas yang diberikan tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan memberikan efek yang kurang baik pula, terutama streotipe kita yang begitu mudah menjustifikasi bahwa kehadiran Masjid tersebut sangat mengganggu, padahal kita sepakati bahwa pemahaman tersebut adalah tergantung kepada sumber daya manusia yang mengelolanya.

Dalam konteks hidup yang rukun antar sesama umat beragama, pengelolaan rumah ibadah secara serius dan memikirkan dampak yang lebih luas adalah tugas dan tanggung jawab semua umat beragama. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk beribadah kepada Sang Khalik Allah SWT, beribadah secara horizontal (sesama manusia) juga tak kalah penting. Sikap inilah yang Islam berlakukan sepanjang masa, yakni “Hablumminannas dan Habluminallah” Sesuai dengan ungkapan di atas, sebagaimana yang di atur dalam Surat Al Israa’ sebagai berikut terjemahannya:

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Al Israa’: 110)

Maksud dari petikan surat di atas adalah, janganlah membaca ayat Al Qur’an dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar didengar oleh ma’mun. Kemudian, dzikir juga merupakan ibadah secara individu langsung kepada Allah SWT, oleh karena itu tidak perlu menggunakan pengeras suara baik itu ke dalam maupun keluar. Pemahaman tersebut diperkuat dengan dalil yang terdapat pada Surat Al A’Raaf sebagai berikut terjemahannya:

Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al A’Raaf: 55)

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”( Al A’Raaf: 205).

Sebagai tambahan sebagaimana yang tertuang dalam Al quran, pada suatu riwayat Rasulullah SAW, pernah Ali bin Abi Thalib membaca keras-keras bacaan shalat dan doanya, padahal orang-orang sedang tidur, lalu Rasulullah SAW menegurnya: “Bacalah untuk dirimu sendiri, karena engkau tidak menyeru Tuhan yang tuli dan jauh, Sesungguhnya kamu menyeru Allah Yang Maha Mendengar dan Dekat”.

Oleh karena itu, permasalahan yang ada terkait dengan pengelolaan Masjid, Langgar, dan Mushalla khususnya kepada penggunaan pengeras suara di tempat peribadatan, agar memberikan pengaruh yang baik bagi sesama umat beragama maupun umat Islam sendiri, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) memberikan peraturan yang perlu ditaati. Untuk lebih jauh, silahkan membaca Lampiran Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla. (Lihat disini: http://bit.ly/28UM1nC )

Pengalaman Pribadi: Berkunjung Ke Masjid-Masjid Sebagai Salah Satu Agenda Ramadhan

Dalam satu tahun hitungan penanggalan Hijriyah, bulan Ramadhan merupakan sebuah momentum yang tepat bagi umat Islam dunia untuk menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Seperti menjalankan ibadah puasa, membaca, mengkaji, dan merenungkan ayat-ayat Al Quran, menjalani Shalat lima waktu, bersedekah kepada fakir miskin, serta menjalani ibadah sunnah lainnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, sebagai berikut:

Bulan Ramadhan yang dipahami sebagai bulan “Sejuta Berkah” memiliki keistimewaan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Bulan dimana Al Qur’an sebagai hudan linnas (petunjuk bagi manusia) mulai diturunkan, amal ibadah dilipat gandakan ganjarannya dan dapat menghapuskan dosa-dosa kita di masa lalu jika ibadah tersebut dilakukan dengan tulus hanya karena Allah. Dalam sebuah hadist disebutkan, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at ke shalat Jum‘at lainnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR.Muslim).

Sebagaimana kita ketahui ajaran Islam meskipun tidak dianjurkan secara wajib untuk mengunjungi setiap Masjid sebagai tempat rekreasi atau wisata religi. Namun, jika pemahamannya berdasarkan untuk mengambil pelajaran, peringatan, dan manfaat lainnya yang bertujuan untuk sebagai perenungan keindahan ciptaan Allah SWT, menikmati indahnya alam sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah SWT dan memotivasi menunaikan kewajiban hidup akan diperbolehkan.

Pada kesempatan di bulan Ramadhan tahun ini, saya dan kerabat (Rizka Kurnia R.) berkesempatan untuk mengawali dengan menjadwalkan pada setiap akhir pekan untuk rekreasi religi ke Masjid-Masjid yang ada di Jakarta. Suatu hal yang kami pahami bersama yaitu, mengunjungi Masjid sebagai alternatif refreshing rohaniah merupakan sebuah agenda untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak melulu memenuhi kepentingan pikiran saja, tetapi juga iman. Meski perjalanan ini bukan yang pertama kali bagi kami, namun pencatatan ini sebagai bentuk dokumentasi serta informasi yang akan kami kembangkan terus menerus. Insya Allah.

Saat akhir pekan kemarin, pasca berbuka puasa dan menjalakan shalat Maghrib bersama di daerah Tebet, Jakarta Selatan (tempat kediaman Rizka Kurnia R.) kami berdua langsung menuju lokasi yang sudah kami rencanakan sebelumnya.

Tepat malam ke dua puluh satu 1437 Hijriah, kami mendatangi Masjid yang lokasinya di daerah Sunter, Jakarta Utara. Masjid Ramlie Musofa namanya. Diperlukan kurang lebih menempuh waktu sekitar empat puluhan menit untuk bisa sampai dari tempat kediaman Rizka Kurnia R. Sesampainya disana, kami berdua langsung disambut oleh penyedia parkir yang jumlahnya kurang-lebih ada empat orang. Setelah kami memarkir motor yang lokasinya tepat di depan areal Masjid, kami langsung bergegas ke dalam Masjid untuk mengejar waktu shalat Isya’ dan Shalat Tarawih .

Sebagai syarat utama memasuki Masjid sebagai syarat sahnya ibadah shalat kami, kami tidak kesulitan menemukan ruang wudhu. Ruang wudhu yang saya ilustrasikan kira-kira tergambar bagaimana cara-cara berwudhu yang terpampang jelas di setiap sisi dindingnya. Dan, dilengkapi sebuah tempat duduk untuk mengambil wudhu. Memastikan tidak berlama-lama diruang Wudhu, saya bergegas untuk segera ke ruang utama (ruang Shalat), dan dikarenakan Shalat Isya’ berjamaah tersebut sudah masuk raka’at pertama, saya tidak menyempatkan untuk Shalat “Sunnah tahiyatul masjid”, sedih namun saya tidak meninggalkan keharusan sunnah lainnya.

Kemudian pasca Shalat Isya’, sekilas saya memperhatikan beberapa kondisi dalam Masjid yang tampak luas dan bersih. Suara lantunan imam/khatib yang lembut namun jelas, kembali membuat fokus saya akan tujuan utama datang ke rumah ibadah ini. Hal yang saya pahami disaat shalat berjemaah, jika imam/khatib yang syahdu melantunkan ayat-ayat Al Quran selalu membawa kekhusyukan tersendiri bagi saya. Setelah Shalat Tarawih berjamaah, saya menyudahinya dengan berdoa bersama.

Hal yang cukup menarik perhatian saya dan para jamaah pasca menyelesaikan segala hal yang menyakut ibadah malam itu, saya melihat banyak jamaah yang mengambil foto untuk dokumentasi pribadi mereka. Namun, dikarenakan sangat fokusnya saya memperhatikan segala hal yang ada dan apa yang terjadi di dalam ruang Masjid membuat diri sendiri untuk tidak mengambil gambar apapun pada Masjid tersebut.

Pada saat saya keluar dari ruang shalat waktu malam semakin gelap. Meskipun hampir tidak dapat melihat jauh ke dalam gelapnya Danau Sunter yang tepat disamping areal Masjid Ramlie Musofa, pemandangan bintang-bintang pada langit di malam bulan Ramadhan kali ini membuat saya sangat takjub dengan kelengkapan yang dihadirkan oleh Allah SWT.

Secara bersamaan menuruni pinak anak tangga menuju keluar areal Masjid, saya sambil menunggu Rizka Kurnia R. untuk bersama kembali kerumah. Bertemu dengannya, tentu senyum dan tatapan teduh tidak kami tinggalkan bersama. Sampainya kami berdua di depan gerbang Masjid, kami melihat ada dua warga Tionghoa yang cukup ramah, sambil mengucapkan terima kasih kepada semua para jamaah yang telah menyelesaikan urusan ibadahnya tadi.

Penuh dengan keraguan dan bertanya kepada diri sendiri, ditambah pengetahuan agama saya yang masih dangkal saya dan Rizka Kurnia R. hanya mengucapkan terima kasih kembali kepada warga Tionghoa itu. Meskipun begitu, kami berdua cukup yakin bahwa terlepas dari perbedaan ras, kesukuan, dan agama yang selama ini melulu menjadi hal kontradiktif yang berujung kepada konflik itu tidak menghilangkan pemahaman kepercayaan kami berdua, bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.

Akhirnya, misi rekreasi agenda Ramadhan pada malam itu di Masjid Ramlie Musofa telah terlaksana, dan kami berdua berjalan pulang sambil merefleksikan perjalanan spritual ibadah kami. (Jakarta: 27 Ramadhan 1437 - Dedi Setiansah)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun