Mohon tunggu...
Dedi Arman
Dedi Arman Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Riset Kewilayahan- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Mantan jurnalis, pencinta sejarah, sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Depan BRIN Pasca Pilpres 2024

9 Februari 2023   21:31 Diperbarui: 9 Februari 2023   21:39 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun 2024 menjadi tahun yang spesial. Politisi menunggunya karena ada helat akbar pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pemilihan kepala daerah. Bagi para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tahun 2024 juga sesuatu yang berarti. Ditunggu dengan kecemasan atau pun ada yang menanti dengan penuh optimis.  Penulis yakin, pertanyaan yang ada di benak para peneliti adalah sama. Bagaimana masa depan BRIN pascapilpres 2024. Apakah BRIN makin eksis dan berkibar ataukah BRIN akan telungkup. BRIN bubar ditengah jalan.

Sejarah BRIN

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dibentuk melalui  Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019. Berdasarkan Perpres Nomor 74 Tahun 2019, tugas BRIN adalah menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Pada periode awal ini, keberadaan BRIN belum terlihat. Soalnya BRIN masa ini  menjadi satu kesatuan dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

Keberadaan BRIN baru terlihat jelas setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021, yang secara efektif menetapkan BRIN sebagai satu-satunya badan penelitian nasional. Peraturan tersebut memutuskan bahwa semua badan penelitian nasional Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung menjadi BRIN.

Selain bubarnya empat Lembaga tersebut yang melebur ke BRIN, peneliti dari Kementrian/Lembaga (KL) juga dialihkan ke BRIN. Total ada 34 K/L yang penelitinya bergabung ke BRIN. Praktis sejak awal 2022, BRIN sudah bergerak secara penuh setelah bergabungnya para peneliti dalam beberapa tahapan.

Pemberitaan tentang BRIN

Pemerintah punya niat mulia membentuk BRIN dengan tujuan memajukan riset Indonesia. Namun, dalam perjalanannya yang muncul ke publik adalah bukan pencapaian-pencapaian bagus dari BRIN usai terbentuk. Hal yang mengemuka ke publik adalah pemberitaan yang cenderung negatif tentang BRIN di media massa maupun media sosial.

Dalam catatan penulis, setidaknya ada tiga pemberitaan di media massa maupun media sosial yang banyak mendapat perhatian dan mengundang polemik. Pertama, pemberitaan tentang Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Banyak pihak yang protes pembubaran Lembaga Eijkman. BRIN jadi bulan-bulanan karena dianggap mematikan lembaga bersejarah tersebut. Kenyataannya, lembaga tersebut yang awalnya dibawah Kemristek dan diintegrasikan ke BRIN. Eksistensi Lembaga tersebut tetap ada namun publik sudah terlanjur mempercayai Eijkman sudah hilang.

Kedua, pemberitaan yang ramai tentang BRIN adalah saat Ketua Umum PDIP, Megawati dilantik sebagai Ketua Dewah Pengarah BRIN oleh Presiden Jokowi tanggal 13 Oktober 2022. Bagi pihak yang kontra, penunjukkan Megawati dikritik karena dikhawatirkan dunia penelitian rawan dipolitisasi. Meski dikritik dan ramai diberitakan di media massa dan dunia maya, keputusan presiden tidak berubah. Tidak ada perubahan komposisi Dewan Pengarah BRIN.

Ketiga, BRIN kembali ramai diberitakan karena aksi Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin. Dalam kicauannya di twitter, Erma memprediksi cuaca ekstrim akan terjadi di Jabodetabek tanggal 28 Desember 2022. Menariknya, informasi peneliti BRIN tersebut berbeda dengan pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Publik pun bingung, informasi dari dua instansi bisa berbeda. Pihak BRIN menegaskan, pernyataan peneliti BRIN itu sifatnya personal dan bukan kelembagaan. Meski demikian, BRIN terlanjur dicap negatif dan menjadi bahan olok-olokan karena prediksi cuacanya yang keliru.

Masa Depan BRIN

Masa depan BRIN tahun 2024 sangat tergantung sosok presiden terpilih. Kalau presiden baru nantinya dari 'kelompok Jokowi' diyakini masa depan BRIN makin eksis. Keberadaan BRIN makin kuat karena keberadaan BRIN dilahirkan dizaman Presiden Jokowi. Eksistensi BRIN juga makin kokoh andaikan presiden terpilih dari gerbong PDIP. Pasalnya, keberadaan Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah menjadi poin penting kuatnya keberadaan BRIN secara politik. Program kerja dan anggaran BRIN tidak mungkin optimal kalau tidak mendapat dukungan di legislatif.

Nah, pertanyaannya bagaimana kalau presiden baru dari 'kelompok perubahan' atau dalam istilah umum sekarang, antitesa Jokowi. Banyak yang memprediksi, termasuk para peneliti, BRIN akan dibubarkan. Para penelitinya dikembalikan ke Kementrian/Lembaga asal. Lembaga yang dilebur ke BRIN, seperti LIPI, BATAN, LAPAN dan BPPT Kembali dihidupkan. Asumsinya sederhana saja. Di Indonesia, lembaga setingkat kementerian sudah biasa dibentuk atau dibubarkan. Seperti halnya Kementerian Sosial dan Kementerian Penerangan yang dibubarkan di era Presiden Gus Dur. Dalam perkembangannya, Kemensos dihidupkan lagi dan Kementrian Penerangan berganti wajah menjadi Kementerian Kominfo. Di zaman Jokowi, sejumlah Lembaga non kementerian juga banyak yang dibubarkan. Meski ada juga kementerian baru dibentuk, seperti Kementerian Investasi.

Patut juga dicatat,  saat BRIN dibentuk, Kementerian/Lembaga terkesan ogah-ogahan menyerahkan sumber daya manusia (SDM) khususnya peneliti dan juga aset-asetnya ke BRIN. Tidak heran integrasi SDM peneliti dan asset K/L ke BRIN terjadi dari beberapa tahap. Tidak semua kementerian mau menyerahkan asetnya ke BRIN. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang cukup banyak menyerahkan asetnya berupa perkantoran, selain SDM peneliti ke BRIN. Sementara, kementerian lain, seperti Kementerian Agama dan Kementerian Pertanian hanya menyerahkan SDM peneliti saja. Kementerian Pertanian yang memiliki satuan kerja (Satker) di daerah-daerah, tidak menyerahkan aset berupa perkantoran ke BRIN.  

Dampaknya adalah BRIN tidak memiliki 'kantor' di semua provinsi. BRIN tidak memiliki co working space (CWS), ruang kerja bersama alias kantor di beberapa provinsi, seperti Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, dan sejumlah provinsi lainnya. Para peneliti yang berdomisili di daerah-daerah ini konsekuensinya harus pindah ke daerah-daerah yang ada CWS BRIN.

Penulis yakin kalau terpilih presiden baru dari kelompok antitesa Jokowi tahun 2024, nantinya akan timbul gerakan untuk meninjau ulang eksistensi BRIN.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun