Tahun 2024 menjadi tahun yang spesial. Politisi menunggunya karena ada helat akbar pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pemilihan kepala daerah. Bagi para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tahun 2024 juga sesuatu yang berarti. Ditunggu dengan kecemasan atau pun ada yang menanti dengan penuh optimis. Â Penulis yakin, pertanyaan yang ada di benak para peneliti adalah sama. Bagaimana masa depan BRIN pascapilpres 2024. Apakah BRIN makin eksis dan berkibar ataukah BRIN akan telungkup. BRIN bubar ditengah jalan.
Sejarah BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dibentuk melalui  Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019. Berdasarkan Perpres Nomor 74 Tahun 2019, tugas BRIN adalah menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Pada periode awal ini, keberadaan BRIN belum terlihat. Soalnya BRIN masa ini  menjadi satu kesatuan dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Keberadaan BRIN baru terlihat jelas setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021, yang secara efektif menetapkan BRIN sebagai satu-satunya badan penelitian nasional. Peraturan tersebut memutuskan bahwa semua badan penelitian nasional Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung menjadi BRIN.
Selain bubarnya empat Lembaga tersebut yang melebur ke BRIN, peneliti dari Kementrian/Lembaga (KL) juga dialihkan ke BRIN. Total ada 34 K/L yang penelitinya bergabung ke BRIN. Praktis sejak awal 2022, BRIN sudah bergerak secara penuh setelah bergabungnya para peneliti dalam beberapa tahapan.
Pemberitaan tentang BRIN
Pemerintah punya niat mulia membentuk BRIN dengan tujuan memajukan riset Indonesia. Namun, dalam perjalanannya yang muncul ke publik adalah bukan pencapaian-pencapaian bagus dari BRIN usai terbentuk. Hal yang mengemuka ke publik adalah pemberitaan yang cenderung negatif tentang BRIN di media massa maupun media sosial.
Dalam catatan penulis, setidaknya ada tiga pemberitaan di media massa maupun media sosial yang banyak mendapat perhatian dan mengundang polemik. Pertama, pemberitaan tentang Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Banyak pihak yang protes pembubaran Lembaga Eijkman. BRIN jadi bulan-bulanan karena dianggap mematikan lembaga bersejarah tersebut. Kenyataannya, lembaga tersebut yang awalnya dibawah Kemristek dan diintegrasikan ke BRIN. Eksistensi Lembaga tersebut tetap ada namun publik sudah terlanjur mempercayai Eijkman sudah hilang.
Kedua, pemberitaan yang ramai tentang BRIN adalah saat Ketua Umum PDIP, Megawati dilantik sebagai Ketua Dewah Pengarah BRIN oleh Presiden Jokowi tanggal 13 Oktober 2022. Bagi pihak yang kontra, penunjukkan Megawati dikritik karena dikhawatirkan dunia penelitian rawan dipolitisasi. Meski dikritik dan ramai diberitakan di media massa dan dunia maya, keputusan presiden tidak berubah. Tidak ada perubahan komposisi Dewan Pengarah BRIN.
Ketiga, BRIN kembali ramai diberitakan karena aksi Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin. Dalam kicauannya di twitter, Erma memprediksi cuaca ekstrim akan terjadi di Jabodetabek tanggal 28 Desember 2022. Menariknya, informasi peneliti BRIN tersebut berbeda dengan pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Publik pun bingung, informasi dari dua instansi bisa berbeda. Pihak BRIN menegaskan, pernyataan peneliti BRIN itu sifatnya personal dan bukan kelembagaan. Meski demikian, BRIN terlanjur dicap negatif dan menjadi bahan olok-olokan karena prediksi cuacanya yang keliru.
Masa Depan BRIN