Mohon tunggu...
Dedi Arman
Dedi Arman Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Riset Kewilayahan- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Mantan jurnalis, pencinta sejarah, sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Depan BRIN Pasca Pilpres 2024

9 Februari 2023   21:31 Diperbarui: 9 Februari 2023   21:39 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Masa depan BRIN tahun 2024 sangat tergantung sosok presiden terpilih. Kalau presiden baru nantinya dari 'kelompok Jokowi' diyakini masa depan BRIN makin eksis. Keberadaan BRIN makin kuat karena keberadaan BRIN dilahirkan dizaman Presiden Jokowi. Eksistensi BRIN juga makin kokoh andaikan presiden terpilih dari gerbong PDIP. Pasalnya, keberadaan Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah menjadi poin penting kuatnya keberadaan BRIN secara politik. Program kerja dan anggaran BRIN tidak mungkin optimal kalau tidak mendapat dukungan di legislatif.

Nah, pertanyaannya bagaimana kalau presiden baru dari 'kelompok perubahan' atau dalam istilah umum sekarang, antitesa Jokowi. Banyak yang memprediksi, termasuk para peneliti, BRIN akan dibubarkan. Para penelitinya dikembalikan ke Kementrian/Lembaga asal. Lembaga yang dilebur ke BRIN, seperti LIPI, BATAN, LAPAN dan BPPT Kembali dihidupkan. Asumsinya sederhana saja. Di Indonesia, lembaga setingkat kementerian sudah biasa dibentuk atau dibubarkan. Seperti halnya Kementerian Sosial dan Kementerian Penerangan yang dibubarkan di era Presiden Gus Dur. Dalam perkembangannya, Kemensos dihidupkan lagi dan Kementrian Penerangan berganti wajah menjadi Kementerian Kominfo. Di zaman Jokowi, sejumlah Lembaga non kementerian juga banyak yang dibubarkan. Meski ada juga kementerian baru dibentuk, seperti Kementerian Investasi.

Patut juga dicatat,  saat BRIN dibentuk, Kementerian/Lembaga terkesan ogah-ogahan menyerahkan sumber daya manusia (SDM) khususnya peneliti dan juga aset-asetnya ke BRIN. Tidak heran integrasi SDM peneliti dan asset K/L ke BRIN terjadi dari beberapa tahap. Tidak semua kementerian mau menyerahkan asetnya ke BRIN. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang cukup banyak menyerahkan asetnya berupa perkantoran, selain SDM peneliti ke BRIN. Sementara, kementerian lain, seperti Kementerian Agama dan Kementerian Pertanian hanya menyerahkan SDM peneliti saja. Kementerian Pertanian yang memiliki satuan kerja (Satker) di daerah-daerah, tidak menyerahkan aset berupa perkantoran ke BRIN.  

Dampaknya adalah BRIN tidak memiliki 'kantor' di semua provinsi. BRIN tidak memiliki co working space (CWS), ruang kerja bersama alias kantor di beberapa provinsi, seperti Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, dan sejumlah provinsi lainnya. Para peneliti yang berdomisili di daerah-daerah ini konsekuensinya harus pindah ke daerah-daerah yang ada CWS BRIN.

Penulis yakin kalau terpilih presiden baru dari kelompok antitesa Jokowi tahun 2024, nantinya akan timbul gerakan untuk meninjau ulang eksistensi BRIN.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun