Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Sunda Cirebon Bagian 7: Pangeran Kuningan, Sultan Banten, dan Raja Galuh

8 Desember 2023   16:23 Diperbarui: 9 Desember 2023   15:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indonesiatempodoeloe

Di bagian 6 telah diuraikan kisah tentang peristiwa meletusnya perang antara Demak dan Majapahit. Terangkum dalam 3 subjudul: Wafatnya Sunan Ampel; Respons Raja Brawijaya; dan Pewaris Tahta Majapahit. Bagi yang belum membaca Sejarah Sunda Cirebon Bagian 6, bisa dengan mengeklik tautan berikut. kompasiana.com/bagian6

Artikel ini sendiri merupakan rangkuman atas babad berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendraningrat. Dengan spesifik merangkum bab 36 sampai dengan sebagian bab 38. Kisah akan berfokus pada peristiwa pelantikan pemimpin daerah Kuningan dan Banten, juga bibit konflik antara Cirebon dengan Galuh. Berikut merupakan kisahnya.

  • Dilantiknya Pangeran Kuningan

Di Kuningan, Dipati Awangga wafat. Ki Gedeng Kamuning dan anak mendiang putri Ong Tien, Pangeran Kuningan pun segera mengabarkan hal ini ke Cirebon. Mereka berangkat ke Cirebon ditemani empat orang putra Dipati Awangga dan seorang putra Ki Gedeng Kamuning, Arya Kamuning.

Selain untuk mengabarkan berita duka rombongan dari Kuningan ini juga hendak meminta petunjuk kepada Syarif Hidayatullah untuk pengangkatan pemimpin baru di Kuningan. Ki Gedeng Kamuning sendiri mengajukan Pangeran Kuningan yang kini sudah tumbuh dewasa untuk segera dibaiat menjadi pemimpin Kuningan. Sesuai dengan mandat yang diterimanya ketika Pangeran Kuningan dulu lahir.

Syarif Hidayatullah pun menghormati tekad dan merestui keinginan Ki Gedeng Kamuning tersebut. Sang sunan lalu mempersiapkan upacara pelantikan. Pada waktu yang telah ditentukan ia kemudian melantik Pangeran Kuningan sebagai pemimpin daerah Kuningan secara resmi dengan gelar Pangeran Dipati Awangga.

Syarif Hidayatullah juga memberikan mandat kepada keempat putra Dipati Awangga dan putra dari Ki Gedeng Luragung agar bisa membantu jalannya roda pemerintahan di Kuningan. Khusus kepada Arya Kamuning, Syarif Hidayatullah meminta agar putra dari Ki Gedeng Luragung itu bisa ikut mendampingi Pangeran Kuningan secara langsung dengan memegang jabatan pelaksana.

Selain itu, keempat anak Dipati Awangga juga diberi arahan dan gelar khusus oleh Syarif Hidayatullah. Anak pertama diberi gelar Dipati Anom; anak kedua diberi gelar Dipati Cangkuang; anak ketiga diberi gelar Dipati Sukawayana; dan anak keempat diberi gelar Dipati Selanggul. 

Setelah mendapatkan restu dari Syarif Hidayatullah rombongan ini kemudian kembali ke Kuningan dan memulai pemerintahan baru di sana.

  • Mohamad Hasanudin untuk Banten dan Sekitarnya

Dari Kuningan, kini ke Banten. Merasa di Banten belum ada tokoh pembaharu yang bisa memperkuat Islam baik secara mental maupun ketatanegaraan, Syarif Hidayatullah lalu berdiskusi dengan istrinya, Nyi Mas Kawunganten yang nota bene juga berasal dari daerah Banten.

Mereka berembug. Kemudian menyepakati bahwa sosok yang cocok untuk mengemban amanah besar tersebut adalah putra mereka sendiri yaitu Mohamad Hasanudin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun