Di bagian 5 telah diuraikan kisah tentang peristiwa kembalinya Syarif Hidayatullah dan Putri Rarasantang ke Cirebon hingga pendirian pedukuhan baru bernama Demak. Terangkum dalam 3 subjudul: Dipati Awangga dan Sepasang Udang; Raden Patah dan Berdirinya Pedukuhan Demak; dan Mantra Baru Ki Gedeng Pandarasan. Bagi yang belum membaca Sejarah Sunda Cirebon Bagian 5, bisa dengan mengeklik tautan berikut. kompasiana.com/bagian5
Artikel ini sendiri merupakan rangkuman atas babad berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendraningrat. Dengan spesifik merangkum bab 34 sampai dengan bab 35. Kisah akan berfokus pada peristiwa meletusnya perang antara Demak dan Majapahit. Berikut merupakan kisahnya.
- Wafatnya Sunan Ampel
Sunan Ampel wafat. Seketika duka pun menyelimuti dunia Islam di Nusantara. Seluruh sunan pulau Jawa lalu berkumpul dan bersama menyampaikan duka ke Ampeldenta.
Raden Patah dan Aryadila sebagai wakil kerabat sunan Ampel menerima kedatangan para sahabat dan rekan seperjuangan gurunya itu. Setelah selesai masa duka, Raden Patah lalu mengajak seluruh sunan pulau Jawa untuk singgah ke pedukuhan Demak untuk membahas masa depan Islam di tanah Majapahit.
Mereka menyetujui ajakan putra Raja Brawijaya itu. Di Demak Raden Patah lalu mengajak para sunan untuk menginisasi pembangunan masjid agung dan mulai merencanakan usaha islamisasi di Majapahit. Lebih utamanya ke keluarga keraton, para kerabat Raden Patah yang masih memegang kepercayaan leluhur.
Banyak kemudian yang memberikan usulan serta pendapatnya kepada Raden Patah dan Aryadila. Misalnya sunan Bonang, ia berpendapat bahwa karena sunan Ampel telah wafat maka usaha islamisasi ke Majapahit sudah harus dilakukan.
Kemudian, Syarif Hidayatullah juga memberi usulan agar Raden Patah dan Aryadila mengirim surat ajakan terlebih dahulu ke Raja Majapahit. Jika kemudian ia menolak dan murka maka barulah mereka hadapi secara langsung.
Selain itu, Sunan Undung juga memberi saran jika sampai perang antara Demak dan Majapahit meletus maka angkatlah orang Undung sebagai senopati/pimpinan perangnya.
Raden Patah dan Aryadila memenuhi nasihat para guru itu. Mereka lalu mengutus tujuh orang dari Demak untuk mengantarkan surat ke Raja Brawijaya.
- Respons Raja Brawijaya
Sesampainya surat itu ke tangan sang Raja, respons Raja ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Raja Brawijaya marah, murka, dan merasa terhina. Bahkan dijelaskan bahwa setelah membaca surat itu Raja Brawijaya langsung mempersiapkan pasukan serta peralatan perangnya.