“Tak usah kaku seperti itu. Aku masih Ibnu yang dulu, yang selalu omong besar, yang selalu protes sistem ini-sistem itu. Yang selalu kena remedial ketika ujian, yang pernah tidak naik kelas! Hahahaa!”
Benar, dia tetap Ibnu temanku. Ia memberi penekanan pada kalimat ‘yang pernah tidak naik kelas!’ lalu tertawa mencoba mengingatkanku akan kenangan kami pada masa-masa sekolah dulu.
“A-Apa kau masih seperti itu? Ehm... Maksudku, apa kau masih suka protes masalah sistem ini-sistem itu, seperti dulu?” aku sedikit tergelitik mendengar kata-katanya mengenai protes terhadap sistem.
“Hehehe... Masih. Tapi, aku kini sudah mengenal dan mengerti makna sebuah batas”. Ibnu menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan. “Dalam sistem pendidikan esensi serta tujuannya adalah pengetahuannya. Dan apa pun itu, termasuk sistem pasti tidak ada yang tak retak, semuanya punya celah. Maka, usaha memaksimalkan sistem, sekali pun sistem itu tidak sempurna, dirasa jauh lebih bijak dibandingkan kita harus merombak dan memulai kembali sistem dari nol” kata Ibnu sambil tersenyum.
“Jadi sekarang kau masih melawan arus?” aku penasaran.
“Kalau menurutmu melawan arus itu ‘berani beda untuk hal yang benar’ maka jawabannya, aku masih melawan arus”. Jawabnya santai sambil tersenyum.
Ah... Ibnu temanku. Dia pantas menempati posisinya sekarang. Tak sembarang orang bisa menempati posisi seperti dia. Dapat kubayangkan sangat sulit, apalagi untuk orang lurus seperti dia. Ia pasti telah melewati banyak rintangan, luka, dan usaha jatuh bangun yang tak terkira.
Butuh banyak syarat yang harus dimiliki orang besar seperti dia. Aku tidak mengetahui semua syarat itu, tetapi dari temanku Ibnu, setidaknya aku tahu dan mengerti, ada dua syarat yang harus dimiliki orang besar. Pertama sifat jujur, dan yang kedua, yang aku sendiri, dulu sampai sekarang masih sulit menerapkan hal itu, syarat yang kedua ‘berani beda untuk hal yang benar’ (selesai).*** Jawa Barat, 2019
Melawan Arus: Cerpen ke-3 Trilogi Perspektif
Trilogi Perspektif: Mentari di Malam Hari; Jangan Bersedih Purnama; dan Melawan Arus.
Penulis : Dede Rudiansah