Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan yang Berpihak dan Memerdekakan Peserta Didik dalam Pendidikan Abad ke-21

2 Februari 2023   17:30 Diperbarui: 5 November 2023   23:22 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan pendidikan nasional Indonesia dapat ditinjau dari masa penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Pada masa kolonial inilah pendidikan pribumi diketahui hanya diperuntukkan untuk segelintir orang, yaitu mereka yang berdarah bangsawan saja.

Walau demikian, pendidikan yang dimaksud justru cenderung berkutat pada ranah teknis-vokasi, dan lebih dekat dengan istilah pelatihan daripada pendidikan. Sebab pendidikan di masa kolonial ini ditujukan untuk mencetak calon pegawai/pekerja dari kalangan pribumi, tentu dengan semangat melanggengkan pengaruh kolonial di Hindia Belanda (Nusantara).

Pada tahun 1920, Ki Hadjar Dewantara (KHD) mengusulkan gagasan dalam dunia pendidikan, yang perlahan membawa perubahan radikal pada konsep pendidikan nasional. Hingga akhirnya pada 1922 KHD pun menginisiasi lahirnya organisasi pendidikan, "Taman Siswa".

Dalam konsep pendidikannya tersebut KHD memberi arahan kepada guru bahwa dalam pembelajaran selain menghadirkan pengajaran, seorang guru harus juga bisa menghadirkan pendidikan. Menghadirkan pendidikan di sini artinya guru harus bisa membantu-menuntun murid agar bisa selamat dan berkembang sesuai dengan kodrat serta potensinya masing-masing.

Hal itu penting untuk dilakukan. Sebab menurut KHD seorang guru/pendidik itu ibarat seorang petani yang hanya bisa memaksimalkan tumbuh kembangnya benih padi dan tidak bisa mengubah benih padi menjadi tanaman jagung.

Selain itu, KHD juga menekankan kepada guru agar bisa mengarahkan murid sesuai dengan kodrat alam serta zamannya. Maksudnya, seorang guru harus mampu menuntun para muridnya untuk bisa akrab, tahu, menghargai, dan menghormati setiap nilai alam, sosial, serta budayanya. Juga harus bisa membantu murid untuk siap menyambut segala perkembangan yang ada.

Kemudian, jika dikaitkan dengan kodrat alam, yakni identitas manusia Indonesia, maka manusia Indonesia adalah manusia yang bersatu dalam keberagaman, menghayati dan memegang teguh nilai-nilai Pancasila, serta nilai-nilai kereligian yang ada.

Dalam regulasi pendidikan terbaru, yakni Kurikulum Merdeka nilai-nilai Pancasila kemudian terejawantah dalam konsep Profil Pelajar Pancasila (P3). P3 sendiri merupakan cara untuk mewujudkan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Beberapa uraian dimensi P3, diantaranya 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; 2) mandiri; 3) bergotong-royong; 4) berkebinekaan global; 5) bernalar kritis; dan 6) kreatif. Dari keenam dimensi tersebut diketahui bahwa beberapa di antaranya selaras dengan semangat pendidikan di abad 21, yang menekankan pada keterampilan 4C (Critical thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication).

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, dengan visi P3-nya tentu membutuhkan berbagai tahapan. Tidak semudah membalikkan telapak tangan dan tidak cukup dengan simsalabim langsung berubah. Semuanya membutuhkan proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun