Budi pekerti merupakan perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor), Budi Pekerti yang baik diawali dari Pendidikan keluarga yang baik. Peran orang tua adalah sebagai guru, penuntun suri teladan untuk menumbuhkan karakter anak. Agar tercapai keselarasan atau keseimbangan Budi Pekerti, maka harus tercipta keselarasan dan keseimbangan antara Cipta, Rasa dan Karya pada kehidupan manusia.
5. Dasar Dasar Pendidikan
Berikut penulis akan memaparkan dasar-dasar yang menjadi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Ada sebelas yang menjadi dasar-dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut :
- Memahami arti dan maksud pendidikan ; beliau mengartikan bahwa pengajaran (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari Pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dan pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah untuk kehidupan anak, baik lahir maupun batin;
- Pendidikan merupakan tuntunan dalam hidup;
- Tuntunan pendidikan sangat diperlukan untuk merubah budi pekerti / perilaku anak ke arah yang lebih baik;
- Dasar jiwa anak dan kekuasaan pendidikan, meliputi tiga teori : teori rasa, aliran negative dan convergentietheorie;
- Menurut convergentie-theorie watak manusia terbagi dua bagian, yaitu : intelligible (kecerdasan) dan biologis (dasar hidup manusia);
- Berdasarkan pengajaran adat dan etika, menguasai diri (zelfbeheersching) adalah tujuan pendidikan dan maksud keadaban. "Beschaving is zelfbeheersching" (adab itu berarti dapat menguasai diri);
- Dari sekian banyak teori Budi Pekerti, seperti dari Prof. Dr. Heymans, Prof. Spranger, Imam Syafi'i, Prof. Kretschner, Adler, Kunkel dan Jung, Ki Hajar Dawantara mengemukakan bahwa Budi Pekerti dipengaruhi dari orang yang menurunkannya (eferlijkheidsleer) dan pendidikan serta pengalaman berpengaruh besar pada tumbuhnya budi pekerti;
- Naluri pendidikan (paedagogis instinct) keinginan dan kecakapan tiap-tiap manusia untuk mendidik anakanaknya agar selamat dan bahagia;
- Syarat-syarat pendidikan (hulpwetenschappen), ada lima, yaitu: Ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie); Ilmu hidup jasmani manusia (fysiologie); Ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral); Ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (estetika); Ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan).
- Peralatan pendidikan berupa cara-cara mendidik, ada enam cara, yaitu : Memberi contoh (voorbeld); Pembiasaan (pakulinan, gewoontervorming); Pengajaran (wulang-wuruk, leering); Perintah, paksaan dan hukuman (regearing en tucht); Tindakan (laku, zelfberheersching, zelfdiscipline); Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).
- Pendidikan dan Usia Anak dibagi menjadi tiga masa, yaitu : Waktu pertama (1-7 tahun) masa kanak-kanak (kinderperiode). Waktu kedua (7-14 tahun) masa pertumbuhan jiwa pikiran (intillectueele periode). Masa ketiga (14-21 tahun) masa terbentuknya budi pekerti (sociale periode).
6. Metode Montesori, Frobel dan Taman Anak
Montessori mementingkan pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca indra dan semua itu bersifat pelajaran. Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.
Frobel menjadikan panca indra sebagai konsentrasi pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adalah permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran panca indra juga diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah.
Taman Siswa memakai kedua metode tersebut, akan tetapi pelajaran paca indra dan permainan itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu. Dalam Taman Siswa terdapat kepercayaan bahwa segala tingkah laku dan segala kehidupan anakanak tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alatalat yang bersifat mendidik anak. Azas Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara: Bebas dari segala ikatan, Dengan suci hati mendekati sang anak, Tidak meminta suatu hak (berhamba kepada sang Anak dalam hal melayani anak)
KESIMPULAN
Kesimpulan dari filosofis dari pemikiran Ki Hajar Dewantara bagi pendidik adalah menghormati dan memperlakukan anak sesuai dengan kodratnya, menuntun dan melayani mereka dengan ikhlas, memberikan uswatun hasanah atau teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun motivasi (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) dalam pertumbuhan dan perkembangan murid. Menuntun murid, berpihak kepada murid, sehingga medeka dalam belajar untuk menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pertukaran Kebudayaan akan memperkuat identitas kebudayaan itu sendiri. Adapun yang menjadi poros pendidikan dan kebudayaan adalah nilai-nilai kemanusiaan. Jadi Nilai-nilai kemanusiaan merupakan sumbu esensial dari Kebudayaan.
REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Ada dua hal refleksi dari Pemikiran Ki Hajar Dewantara :