Mohon tunggu...
Dede Noviardi
Dede Noviardi Mohon Tunggu... Insinyur - Vice President

Tourism Development Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menuju Kepemimpinan yang Efektif: Pelajaran dari Sejarah Minangkabau

23 September 2024   20:22 Diperbarui: 24 September 2024   12:58 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, Sumatera Barat terkenal dengan keindahan alam, budaya, dan masakan khasnya. Kategori pariwisata terletak pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum, yang hanya menyumbang sebesar 0,08%. Ini sangat menyedihkan, meskipun Sumatera Barat memiliki tagline "Visit Beautiful West Sumatera," kontribusi dari sektor ini tampak tidak sebanding dengan potensinya. 

Lantas, bagaimana hal itu bisa terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan pariwisata Sumatera Barat (Sumbar) belum mampu secara signifikan mengangkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Salah satu faktor utama adalah infrastruktur, terutama infrastruktur dasar seperti jalan. Perkembangan infrastruktur jalan di Sumatera Barat terbilang lambat. 

Contohnya adalah pembangunan Jalan Tol Bukittinggi – Padang Panjang – Lubuk Alung – Padang (± 200 km), bagian dari Trans Sumatera. Menurut informasi dari KPPIP (Komite Percepatan Penyedian Infrastruktur Prioritas), konstruksi direncanakan mulai tahun 2018 dan diharapkan beroperasi pada tahun 2023, namun hingga saat ini jalan tersebut masih belum selesai. Penyebab keterlambatan ini bukanlah masalah teknis, melainkan permasalahan terkait tanah.

Selain infrastruktur jalan, ketersediaan internet juga sangat mempengaruhi pertumbuhan daerah wisata. Wisatawan akan sangat terbantu jika jaringan internet tersedia dengan baik, memungkinkan mereka untuk mencari tempat penginapan, restoran favorit, dan objek wisata. Namun, kenyataannya, banyak daerah di Sumatera Barat yang masih mengalami blank spot sinyal. 

Dalam era digitalisasi ini, hampir semua aktivitas bergantung pada internet. Oleh karena itu, pemerataan akses internet sangat diperlukan, misalnya dengan menggandeng perusahaan penyedia layanan internet lokal untuk mengembangkan program RT/RW Net. Selain itu, lambatnya pertumbuhan digitalisasi juga terlihat dari transaksi pembayaran digital melalui QRIS yang semakin melambat, menurut laporan Bank Indonesia pada Mei 2024.

Harga tiket yang mahal juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan pariwisata di Sumbar. Regulasi terkait harga tiket penerbangan diatur oleh pemerintah pusat. Jika harga tiket ke Sumatera Barat, yang terkenal mahal ini, dapat diturunkan, tentu ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata. Wisatawan nusantara (wisnus) akan berbondong-bondong ke Sumatera Barat untuk mencicipi rendang asli, yang merupakan makanan terlezat di dunia. Selain itu, objek wisata juga akan selalu ramai dikunjungi, tidak hanya ramai pada saat hari raya besar saja.

Mengatasi berbagai masalah ini memerlukan kepemimpinan yang kuat dan komunikasi yang efektif antara pemerintah daerah dan pusat. Pemimpin yang mampu menjembatani komunikasi ini akan menjadi agen perubahan yang diharapkan. Koordinasi yang baik dapat mempercepat penyelesaian masalah. Sebagai contoh, permasalahan lahan untuk pembangunan jalan tol dapat didukung oleh pemerintah pusat melalui kerjasama dengan badan yang ditunjuk untuk menjamin ketersediaan tanah demi kepentingan sosial dan pembangunan. Selain itu, perubahan regulasi terkait tiket penerbangan juga perlu dukungan dari pemerintah pusat.

Oleh karena itu, kemajuan daerah tidak terlepas dari koordinasi yang erat antara pemerintah daerah dan pusat. Diharapkan, ke depannya, Sumatera Barat memiliki sosok pemimpin yang tidak hanya memiliki visi yang jelas, tetapi juga mampu menggabungkan dua gaya kepemimpinan yang saling melengkapi. 

Di satu sisi, kita memerlukan pemimpin yang terinspirasi oleh Datuak Katumangguangan, yang mewakili kepemimpinan yang kuat dan mampu berkomunikasi secara efektif dengan pemerintah pusat. Pemimpin seperti ini harus memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan para pengambil keputusan, memastikan bahwa aspirasi dan kebutuhan masyarakat tidak hanya didengar, tetapi juga diakomodasi.

Di sisi lain, kita juga membutuhkan kepemimpinan yang bersifat demokratis, seperti yang dicontohkan oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang, seorang pemimpin yang mampu mendengarkan keluh kesah masyarakat, mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan. 

Keberadaan pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat dan memberi ruang bagi partisipasi publik sangat penting untuk menciptakan rasa kepemilikan di antara warga. Kombinasi kedua karakter kepemimpinan ini akan menjadi kunci untuk mendorong perekonomian Sumatera Barat ke arah yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun