Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Dan Ariely, ditemukan bahwa kebohongan atau perilaku tidak jujur sering kali terjadi dalam skala kecil dan tidak signifikan.
Konsep "fudge factor" mengacu pada kecenderungan seseorang untuk melibatkan diri dalam perilaku tidak jujur ketika keuntungan yang mungkin diperoleh lebih besar daripada kerugian yang mungkin didapat.
Teori yang dikemukakan oleh Ariely menyatakan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh dua motivasi yang saling bertentangan:
- Motivasi untuk mendapatkan keuntungan dan
- Motivasi untuk mematuhi norma dan etika.
Eksperimen yang dilakukan Ariely menunjukkan bahwa sebagian besar orang cenderung melakukan kecurangan dalam skala kecil meskipun kemungkinan tertangkap atau hukuman yang diterima kecil.
Faktor imbalan yang bisa diperoleh tidaklah begitu dominan mempengaruhi perilaku kecurangan, yang lebih berperan justru kemungkinan tindakan curang tersebut ketahuan.
Ada kecendrungan kecurangan masih dapat diterima dan dilakukan oleh individu, selama itu tidak mengubah gambaran terhadap diri mereka sendiri sebagai orang yang baik.
Selain itu, kecurangan juga cenderung meningkat ketika individu melihat kecurangan di sekitar mereka atau jika itu dilakukan oleh kelompok mereka.
Inilah pentingnya moral, etika, dan nilai-nilai agama untuk dapat mengurangi kecenderungan melakukan kecurangan.
Namun, penekanan terhadap kode etik atau peraturan tertulis saja tidak cukup efektif dalam mengurangi kecurangan, kecuali jika individu diminta untuk menandatangani pernyataan kehormatan sebelumnya.
Mengetahui hasil eksperimen ini, penting bagi kita untuk selalu mengingat nilai-nilai moral, etika, dan mengandalkan perlindungan Tuhan dalam menjaga integritas diri.
Dengan pemahaman ini, kita dapat lebih waspada terhadap perilaku kebohongan dan berupaya menjaga kejujuran dalam tindakan sehari-hari kita.