Dari kisah itu saya memaknai, bisa jadi ikhitiar kita kesana kesini, approach sana sini, berangkat pagi pulang pagi, adalah naluri manusiawi kita, namuri kita bertahan di tengah ujian hidup, meskipun hanya berputar-putar di tempat, atau gaji hanya sekedar numpang lewat, namun kita berpikir hanya itu yang bisa kita lakukan. Kita mengharapkan bantuan dari manusia.
Namun, apakah kita sudah libatkan Allah? Apakah kita sudah sertakan Allah dalam tiap ikhitiar kita? Hal yang sama, Siti Hajar bolak balik dari bukit Shafa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali nampak seperti usaha yang sia-sia, namun yang membedakan adalah Siti Hajar melibatkan Allah, ia yakin dan percaya Allah akan selalu ada bersama ia dan Ismail, sehingga ditunjukanlah mukzijat itu. Dan mukzijat itu muncul di dekat mereka, muncul dari hentakan kaki mungil Ismail yang menghentak-hentak ke tanah.
Tidak ada yang tidak mungkin ketika kita sertakan dan libatkan Allah, setiap permasalahan hidup yang kita jalani, adalah sarana untuk kita berdialog dengan Allah. Bisa jadi selama ini kita merasa paling hebat dan lupa akan kebesarannya. Siti Hajar mempercayai rencana Allah meskipun situasinya sulit. Kepercayaan ini mengajarkan kita untuk senantiasa tawakkal (berserah diri) kepada Allah dan yakin bahwa Dia akan memberi solusi terbaik.
Saya mengalami mukzijat itu, saya merasakan ketika melibatkan Allah, semua menjadi mungkin.
Sesuatu yang dianggap tidak mungkin, ternyata bisa dan bahkan mampu dilakukan.
Buku Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam hingga Isa (2017) oleh Ibnu Katsir menjadi wasilah saya meyakini bahwa Allah selalu ada bagi hambanya yang meminta.Â
Semoga bermanfaat
Salam hangat,
@deddywijaya57
deddywijaya57@gmail.com